Inspiring

Buya Hamka: Difitnah Secara Keji, Dipenjara Tanpa Diadili

4 Mins read

Buya Hamka atau Dr. Abdul Malik Karim Amrullah adalah salah satu Ulama besar Minangkabau yang dikenal sebagai seorang pendidik, orator, dan penulis. Hamka lahir di pinggir Danau Maninjau, tepatnya di Jorong Batuang Panjang, Nagari Sungai Batang, Agam pada Ahad, 17 Safar 1296 Hijriah. Bertepatan dengan 10 Februari 1879 Masehi. Beliau juga dijuluki sebagai Haji Rosul, dan merupakan salah satu ulama terkemuka sekaligus reformis Islam di Indonesia.

Beliau juga merupakan pendiri Sumatera Thawalib, yaitu sekolah Islam modern pertama di Indonesia. Hamka dilahirkan dari pasangan Syekh Muhammad Amrullah dan Andung Tawaras. Ayahnya, yang dikenal sebagai Tuanku Kisai, merupakan Syekh dari Tarekat Naqshabandiyah. Bersama dengan Abdullah Ahmad, Hamka menjadi orang Indonesia yang pertama memperoleh gelar Doktor Kehormatan dari Universitas Al-Azhar, di kairo, Mesir.

Pada tahun 1894, beliau dikirim oleh ayahnya ke Makkah untuk menimba ilmu dan berguru pada Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang waktu itu sudah menjadi guru dan Imam Masjidil Haram. Pada tahun 1925, Banyak pemimpin reformis Islam Indonesia yang belajar dari Syekh Ahmad Al-Minangkabawi, termasuk Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah dan Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama. (Hamka, 1982)

Meskipun Ahmad Khatib adalah seorang Muslim Sunni ortodoks (Tarekat Naqshabandiyah), dia masih berharap untuk mendamaikan sistem matrilineal di Minangkabau dengan hukum warisan yang ditentukan dalam Al-Qur’an. Melalui murid-muridnya di Minangkabau yang belajar di Makkah dan juga yang dia ajar di Indonesia, dia mendorong budaya Minangkabau agar dimodifikasi berdasarkan Al-Qur’an dan sunah.

Sejarah Muhammadiyah di Minangkabau

Pembaharuan Islam di Indonesia bertujuan untuk melawan laju penjajahan, sinkretisme, dan juga penetrasi agama Kristen. Terdapat perbedaan pergerakan pembaharuan antara di Jawa dan Minangkabau Sumatera Barat. Kedua daerah ini memiliki corak yang sangat berlainan, gerakan-gerakan regional di daerah masing-masing yang dilatarbelakangi oleh kebudayaan yang berbeda, yang akhirnya membentuk suatu bentuk pembaharuan Islam di Indonesia, gerakan Islam di Jawa yang muncul dengan lahirnya Muhammadiyah di bawah pimpinan KH. Ahmad Dahlan dengan cara-cara organisasi yang kita kenal sekarang.

Baca Juga  Memahami Tasawuf Modern Buya Hamka

Sedangkan di Minangkabau, gerakan pembaharuan ini terbentuk dengan adanya percobaan dan usaha-usaha yang terkoordinir melalui pendidikan dan tulisan. Muhammadiyah di Jawa tumbuh bersama perkumpulan-perkumpulan lain seperti Budi Utomo dan Sarekat Islam. Gerakan pembaharuan Minangkabau tumbuh melalui yayasan pendidikan di daerah surau yang selanjutnya dikembangkan pada permulaan abad ke-20 oleh tokoh agama yaitu Haji Rasul atau Abdul Karim Amrullah, H. Said Umar, H. Djamil Djambek.

Perbedaan antara gerakan pembaharuan di Jawa hanya disebabkan adanya perbedaan struktur sosial dan kebudayaan yang telah lama berkembang di masing-masing tempat berbeda. Menurut Oncu Hamdi pada bulan maret dan april 1925, Hamka ingin mencari bantuan keuangan dari orang-orang Minangkabau. Terutama pedagang meninjau, untuk mendirikan sekolah agama di Sungai Batang bernama Sendi Aman Oktober1924, dengan adiknya Haji Yusuf Amrullah sebagai ketua. (Oncu Hamdi, 1925)

Rupanya, anak mantunya Sutan Mansur membujuk Hamka untuk menggabungkan Sendi Aman dengan Muhammadiyah dan sekaligus sekolah Sendi Aman menjadi cabang Muhammadiyah benih pertama di Minangkabau. Dan ia mendapat jaminan bahwa sekolah itu akan mendapat bantuan dari pedagang.

Difitnah secara Keji dan Dipenjara tanpa Diadili.

Kebencian Soekarno terhadap ulama besar asal Minangkabau itu tidak tangung-tanggung. Presiden pertama Indonesia itu melakukan fitnah yang sangat keji dan menjebloskan Hamka atau ke penjara tanpa proses pengadilan. Meski dizalimi dan dihinakan Soekarno, dikurung di jeruji besi selama 2 tahun 4 bulan, Hamka tidak pernah menyimpan dendam terhadap Soekarno.

Anak kelima Buya Hamka, Irfan Hamka dalam buku “Ayah’ menceritakan bagaimana Ayahnya bersikap terhadap rezim terhadap Soekarno. Dalam acara yang digelar Dewan Kesenian Jakarta pada 1969, Hamka memaparkan dua hal. Pertama pelarangan peredaran buku-buku Pramoedya Ananta Toer, dan kedua bagaimana sikapnya terhadap Pramoedya yang menjadi penyebab Hamka dipenjara. Hamka, tulis Irfan Hamka, tidak pernah menyetujui pelarangan tersebut, karena filsafat hidup Hamka adalah cinta. “Kalau tidak suka pada isi sebuah buku, jangan buku itu dilarang, tapi tandingi dengan menulis buku pula, kata beliau.” (Irfan Hamka, 2013)

Baca Juga  Kasiyarno, Rektor UAD, Kembangkan Soft Skill untuk Cetak Lulusan Berkualitas

Di sini, kesabaran Hamka teruji. Ia memaafkan Pramoedya. Padahal, namanya dihancurkan Pramoedya lewat tulisan di surat kabar Bintang Timur yang merupakan media pro-PKI. Dalam surat kabar ini, terdapat kolom seni-budaya bernama Lentera. Kolom itu diasuh oleh Pramoedya. Dalam kolom itu, sejumlah satrawan yang kontra PKI diserang, seperti HB Jasin, Sutan Takdir Alisjahbana, Trisno Sumardjo, Asrul Sani, Misbach Yusa Biran, Bur Rasuanto, termasuk Buya Hamka.

Hamka yang aktif di Muhammadiyah dan Masyumi yang jelas-jelas kontra PKI, menjadi sasaran tembak. Hamka kemudian ditahan karena dianggap melanggar UU Anti-Subversif Pempres No.11. Ia dituding terlibat dalam upaya pembunuhan Soekarno dan Menteri Agama pada saat itu, Syaifuddin Zuhri. Namanya dihancurkan, perekonomiannya,  dimiskinkan, dan bukunya dilarang beredar pada saat itu.

Sejarah Hidup Buya Hamka

Dalam sejarah hidupnya, Hamka mengisi tempat yang penting  di dalam perjuangan kemerdekaan nasional di Sumatera Barat. Selanjutnya tahun 1950-an, beliau mengatakan, “Kursi-kusri banyak, dan orang yang inginpun banyak. Tetapi kursiku adalah buatanku sendiri.”

Pada awal dekade 70-an, Hamka mengingatkan umat Islam terhadap tantangan Ghazwul Fikri (penjajahan alam pikiran). Menurut Hamka, penjajahan alam pikiran beriringan dengan penghancuran akhlak dan kebudayaan di negeri-negeri Islam. Sekularisasi atau sekualarisme adalah setali tiga uang dengan Ghazwul fikr yang dilancarkan dunia barat untuk menaklukan dunia Islam, setelah konolialisme politik dalam berbagai bentuk gagal.

Tafsir Al-Qur’an yang diberi nama Tafsir Azhar, sesuai dengan nama masjid Al-Azhar di tempat Hamka selalu memberi kuliah subuh, adalah karya terbesar Buya Hamka di antara lebih dari 114 judul buku mengenai agama, sastra, filsafat, tasawuf, politik, sejarah, dan kebudayaan yang melegenda hingga hari ini. Karya-karya Hamka mempunyai gaya Bahasa tersendiri yang khas. Tafsir Al-Qur’an lengkap 30 juz itu disusun ketika beliau berada dalam tahanan politik rezim Orde Lama selama 2 tahun 4 bulan. Buya Hamka wafat di Jakarta 24 Juli 1981 (22 Ramadhan 1401) dalam usia 73 tahun.

Baca Juga  Bagaimana Sikap Buya HAMKA Terhadap Filsafat?

Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah lebih dikenal dengan julukan Hamka atau Buya Hamka adalah sastrawan Indonesia, sekaligus ulama, ahli filsafat, dan aktivis politik, beliau ulama besar yang meninggalkan jejak kebaikan bagi umat dan bangsa ini. Semasa hidup dikenal sebagai sosok ulama yang santun dalam bermuamalah, namun tegas dalam akidah.”Kita sebagai ulama telah menjual diri kita kepad Allah, tidak bias dijual lagi kepada pihak manapun,” demikian tegasnya ketika beliau dilantik sebagai ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI). (Buya Hamka, 1975)

Editor: Yahya FR

Farhan Farisi
1 posts

About author
Mahasiswa ITB Ahmad Dahlan Jakarta
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *