Review

Guru Teladan: Hasil Tak Khianati Usaha

3 Mins read

Ucapan “Selamat Hari Guru” kembali mengingatkan buku “Guru yang Dirindu” dan artikelku 8 Agustus 2018 pada ESQNews.id. Di sebuah desa ada pria, sebutannya Al-Ustaz. Orang tuanya berharap ia menjadi pendidik yang cakap (pinter). Alias tidak sesat atau keblinger. Sehingga kelak mampu membimbing keluarga, warga, dan negara ke jalan yang  benar.

Dalam rangka mewujudkan obsesinya, ia berencana sekolah setinggi-tingginya. Namun, langkahnya tak mudah. Berbagai rintangan silih berganti menghalanginya. Ia jatuh bangun mencari jalan keluar dari setiap masalah yang menghimpitnya.

Awal masuk Pendidikan Usia Dini Aisyiyah, ia dicela. Sebab, pelafalan kata-katanya tidak jelas seperti anak lainnya. Makanya, ia minder berangkat sekolah. Tapi keluarga selalu menenangkan dan membesarkan hatinya serta mengusulkan pada ustazah agar menghentikan siapapun yang mencelanya. Sebagaimana dalam Al-Qur’an disebutkan, “Celakalah bagi pengumpat lagi pencela”.

Selanjutnya ia bersemangat sekolah. Saat kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah, ia dihukum gurunya. Menulis surat al-Alaq ayat satu sampai lima beserta terjemahannya. Ia dituduh dan dilaporkan telah mengganggu kekhusukan salat berjamaah. Ia menyesalinya dan mohon pada ayah mencarikan tugasnya. Sementara, ibunya menghiburnya. Bahwa menulis ayat suci Al-Qur’an dan lalu membacanya besar pahalanya. Sebagaimana kata Ali bin Abi Talib ” Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya ia nanti akan menjadi penolongmu di hari qiyamah”.

Hukuman menjadikan ia gemar membaca. Di kala berada di Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah, ia dijadikan bulan-bulanan sahabatnya. Karena, tubuhnya yang mungil dan paling muda. Biarpun tubuhnya paling kecil, tapi ia berprestasi dan juara. Ia selalu ranking satu dan mendapatkan hadiah. Kecil-kecil cabe rawit, ia dijulukinya.

***

Menginjak Madrasah Aliyah Muhammadiyah, ia diolok-olok sebagai anak mama karena selalu dimanja. Tidak pernah disuruh bekerja. Orangtuanya beralasan, agar fokus pada pelajaran umum dan agama. Cukup ayah dan ibunya yang pergi ke sawah.

Baca Juga  Menguatkan Kembali Pendidikan Karakter

Karena ketulusan emak dan bapaknya, ia diterima di IAIN Fakultas Tarbiyah. Pada waktu kuliah, ia dicibir oleh teman kostnya. Atas jurusan pendidikan yang dipilihnya. Temannya beranggapan profesi guru, gajinya paling rendah. Mendingan jurusan managemen, arsitektur, atau pariwisata. Bayarannya banyak dan mobilnya mewah. Tapi ia hanya tersenyum mendengarkan ocehannya.

Kesungguhan belajarnya hingga diwisuda, telah merubah statusnya jadi guru di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah sekaligus kepala Tata Usaha. Pemilik foto copy heran, “Kok mau sih mengajar di MI? Padahal seharusnya, berdasarkan ijazah, ya guru di SMP/SMA.” Teman sejawatnya membantu menjelaskan, bahwa kami ikhlas beramal lillahi taala. Kami juga akan mengerjakan apa saja demi kemajuan madrasah.

Persoalan berikutnya, ia tidak memiliki kendaraan bermotor roda dua. Ia hanya jalan kaki ke sekolah. Kadang dibonceng rekannya bila ada acara musyawarah guru di sekolah lainnya. Bahkan, ia harus naik turun kendaraan umum ratusan KM tiap minggu selama 3 tahun untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan dari UNMUH yang merupakan tugas belajar dari almamaternya. Semua dijalaninya dengan suka cita. Dengan terus melihat ke bawah. Artinya, masih banyak lagi yang lebih parah darinya.

Giliran ia punya sepeda, ada lagi komentar, sudah mapan kok belum menikah. Padahal, usianya tidak terbilang muda. Lagipula, banyak gadis yang siap mendampinginya. Lalu, ia salat istikharah. Agar mendapatkan istri yang shalihah.

***

Setelah menikah, seseorang menggunjingnya. Nikah sekian lama kok tidak kunjung mendapatkan putra. Ia pun berupaya sekuat tenaga. Konsultasi pada dokter kandungan yang tersohor di daerahnya. Sambil memanjatkan doa “Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa”.

Putra pertama telah hadir. Di usia sekolah anaknya kurang mahir. Lagi-lagi ada orang yang menyindir. Anaknya guru kok pandir. Ia berpikir dan teringat firman-Nya supaya khawatir meninggalkan generasi yang lemah batin maupun lahir.

Baca Juga  Buku Membuat Orang Menjadi “Berbahaya”

Setelah itu perkembangan buah hatinya membanggakan. Muncul lagi permasalahan. Surat Keputusan pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil tidak segera dilayangkan. Sehingga, ada kegamangan mengarungi lautan kehidupan.

SK CPNS diterbitkan. Ia pusing mencari sekolah rujukan. Kendala sesudahnya, fasilitas dan murid tempat bekerja, berantakan dan urakan. Akibatnya ia sering mengungkapkan kemarahan. Namun ia tersadar bahwa tugas utama hanya memberikan pendidikan dan pengajaran. Selebihnya, hak Allah yang menentukan nasib seseorang.

Pengaruh dari kebaikan, kehebatan, dan keteladanannya, dijadikan bahan pembicaraan. Semua orang mengungkapkan harapan, doa, dan mengucapkan, “Congratulation on his fortune and achievement”.

Bahkan, ada pula yang berpikir layak kiranya mendapatkan penghargaan sebagai guru yang baik (good teacher) sekaligus ustaz hebat (great teacher). Dan tak berlebihan sebagai pendidik yang mengagumkan (amazing teacher).

Editor: Yahya FR

mushlihin
1 posts

About author
Guru MAM 8 Takerharjo Solokuro Lamongan
Articles
Related posts
Review

Madzahibut Tafsir: Meneliti Madzhab Tafsir dari Klasik hingga Kontemporer

4 Mins read
Prof. Abdul Mustaqim menulis buku berjudul “Madzahibut Tafsir, Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur’an Periode Klasik Hingga Modern”. Buku ini terbit cetakan pertama pada…
Review

Debat Bergengsi Epikureanisme vs Stoikisme Tentang Tuhan

3 Mins read
Wacana mengenai ketuhanan bukanlah persoalan yang baru muncul pada zaman kontemporer ini. Jauh sebelum Islam dan Kristen lahir di dunia ini, manusia…
Review

Pasang Surut Politik Islam dalam Gelanggang Sejarah Bangsa Indonesia

5 Mins read
Islam sebagai sumber moralitas dan idealitas tidak mungkin dipisahkan dari wawasan kekuasaan. Kekuasaan tanpa didasari moralitas hanya akan melahirkan banalitas sebagaimana yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *