IBTimes.ID – Jika agama tidak bisa memanfaatkan perkembangan sains, maka agama akan ditinggalkan. Hal ini secara perlahan telah terjadi di masyarakat Barat.
Hal tersebut disampaikan oleh Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Prof. Komaruddin Hidayat dalam Pengajian Ramadhan PP Muhammadiyah 1443 H, Kamis (7/4/2022).
Menurut Komaruddin, agama berhenti di retorika normatif. Sementara sains mampu memberikan elaborasi formula empiris. Misalnya, agama memerintahkan agar manusia tidak melakukan korupsi. Sementara sains mampu melakukan penelitian bahwa masyarakat yang korup akan tertinggal, tidak kompetitif, dan hancur.
“Maka ada negara yang tidak religius justru tingkat korupsinya sangat rendah. Ini kan berarti atas rekomendasi dari sains secara empiris. Negara-negara seperti Finlandia, Selandia Baru, dan lain-lain itu indeks kebahagiaannya juga tinggi, selain tingkat korupsinya rendah,” ujar Komaruddin.
Kendati demikian, agama dan sains tidak bisa ditinggalkan oleh manusia. Manusia, imbuh Komaruddin, selamanya tetap membutuhkan agama dan sains. Dengan sains, hidup menjadi lebih mudah. Dengan seni, hidup menjadi lebih indah. Dengan agama, hidup menjadi lebih bermakna dan terarah. Namun, sains juga terbukti mampu memberikan rekomendasi arah hidup yang baik.
Ia menyebut bahwa yang dibanggakan dalam masa kejayaan Islam adalah perkembangan sains. Saat itu, Islam mampu melahirkan banyak filosof dan saintis, bukan ahli fikih.
“Fikih itu sudah selesai. Anda tinggal ambil mazhab yang mana. Tapi kita harus kembangkan sains. Jangan sampai sains ini lari cepat, agama justru mundur ke belakang,” tegasnya.
Menurutnya, beberapa agama telah masuk ke kotak sejarah. Agama yang tidak bisa berkolaborasi dengan sains akan masuk ke dalam kotak sejarah.
Kabar baiknya, imbuh Komaruddin, lembaga pendidikan di Muhammadiyah telah berperan untuk mempertemukan spirit dan etika agama, ilmu pengetahuan, dan peradaban.
Reporter: Yusuf