Akhir-akhir ini sedang trending di YouTube sebuah lagu yang berjudul “Aisyah Istri Rasulullah”. Lagu ini menduduki trending 1 setelah dibawakan oleh Nisa Sabyan kemudian disusul oleh Syakir Dauly. Bahkan banyak kalangan yang mengcover lagu ini dengan ciri khas masing-masing.
Lagu Aisyah Istri Rasulullah
Produk musik dan lagu mampu menjadi media pembelajaran bahkan menjadi sarana pendidikan. Hal ini sangat mendukung, manakala musik dan lagu tersebut mengandung pesan moral sebagai motivasi, pemaknaan akan suatu peristiwa, bahkan nantinya akan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam hal ini, saya tidak akan mengomentari lagu “Aisyah Istri Rasulullah” setelah banyak menuai pro dan kontra hadirnya lagu tersebut. Sebagian ada yang mengkritik dari segi ideologi penyanyi, lagunya terlalu sensual karena hanya menunjukkan sifat jasadiyah (sifat fisik) tanpa diimbangi dengan keunggulan yang lain. Peran Aisyah “dikecilkan” sebatas istri Nabi dan keturunan Abu Bakar dan masih banyak komentar lainnya.
Terlepas dari kontroversi di atas, penulis mengambil sebuah hikmah. Bahwa dengan hadirnya lagu Aisyah Istri Rasulullah semakin menambah kecintaan kita kepada keluarga Rasul. Semakin semangat mengkaji perjalanan dan perjuangan para ummul mukminin sebagai teladan mulia bagi semua umat manusia.
Figur Aisyah menjadi teladan bagi organisasi perempuan Muhammadiyah, yaitu Aisyiyah dan Nasyi’atul Aisyiyah yang masih berada di bawah koordinasi Aisyiyah. Mengapa Muhammadiyah memilih nama “Aisyah” sebagai nukhbahnya (pilihan terbaik)?
Pemilihan nama Aisyah berangkat dari usulan Haji Fachruddin pada acara pertemuan pengurus besar Muhammadiyah pada tahun 1917. Harapannya organisasi perempuan Muhammadiyah mampu meneladani Aisyah sebagai pribadi yang berkemajuan, ulama cum ilmuwan, aktivis sosial, dan ahli ibadah.
Perempuan Berilmu
Aisyah merupakan contoh perempuan terpelajar. Buah inspiratif pemikiran Aisyah di bidang pengetahuan adalah mengenai periwayatan hadis. Sebagaimana diungkapkan Omar Esa dalam lagunya yang berjudul Aisha:
“She was the first woman scholars of our Islam, she was amongst the greatest givers of hadis”.
Ia mendengar dan meriwayatkan hampir 6.000 teks hadis yang tersebar di 293 tema-tema hadis. Ia menjadi juru berita dalam segala hal yang berkaitan dengan agama hingga para sahabat besar laki-laki berdatangan menuntut ilmu kepada Aisyah. Ia sendiri memiliki 77 murid laki-laki dan 8 murid perempuan. (Qira’ah Mubadalah, 467)
Dalam kitab Sirah Sayyidah Aisyah Ummil Mukminin karangan Sayyid Sulaiman Nadwi dari Urwah bin Zubair, ia berkata, “Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih pandai di bidang fiqih, kedokteran, dan syair selain Aisyah.” Bahkan menurut Adz-Dzahabi “Tidak saya ketahui dalam umat Nabi Muhammad saw ini, bahkan keseluruhan wanita secara mutlak, wanita yang lebih berilmu dibanding Aisyah.”(Siyar A’lam An-Nubala, 199).
Aktivis dan Pengamat Sosial
Dikisahkan dalam kitab Sirah Sayyidah Aisyah Ummil Mukminin bahwa Aisyah r.a pribadi yang gemar bertanya, suka menelaah sesuatu, tidak ada yang mampu membuatnya tenang sebelum semuanya terjawab. Peran Aisyah tidak berhenti sebagai ibunda ummat saja.
Selain memberikan bimbingan dan ide pikiran, Aisyah kerap dimintai fatwa karena keunggulannya dalam menguasai berbagai persoalan. Selain itu beliau juga sosok orator ulung dalam menyampaikan aspirasi masyarakat kepada pemerintah.
Pada masa khalifah Utsman bin Affan, Aisyah pernah melontarkan kritikan kepada Utsman lantaran banyak kekacauan yang terjadi. Sebagai contoh pengangkatan pejabat Negara yang kurang memperhatikan faktor kepakaran dan perihal peningkatan kemakmuran rakyat.
Tidak hanya Utsman, khalifah Ali bin Abi Thalib pernah menerima kritikan dari Aisyah r.a lantaran kurang tegas dalam memimpin. Sedangkan pada masa kepemimpinan Muawiyah bin Abi Sufyan, Aisyah tetap menjadi pribadi yang kritis terhadap apa yang terjadi di lingkungan masyarakatnya saat itu.
Aisyah pernah memimpin pasukan perang unta (Ma’rakatul Jamal). Dalam riwayat lain menyebutkan juga bahwa Aisyah pernah berperan dalam Perang Badar Kubro dan Perang Khandaq. Sedangkan dalam perang Uhud Aisyah r.a bertugas menolong para mujahidin.
Melindungi Hak-Hak Perempuan
Aisyah merupakan pahlawan yang melindungi hak-hak kaumnya. Ia sosok yang tegas dan pemberani dalam menyuarakan amar ma’ruf nahi munkar. Ia pernah mengkritik tentang praktek nikah mut’ah. Di mana nikah mut’ah masih dianggap boleh oleh beberapa sahabat.
Pernah suatu hari Aisyah ditanya tentang nikah mut’ah maka ia tidak menjawab dengan hadis melainkan membaca surat Al Mukminun ayat 5-6 yang artinya:“ dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa.”
Kemudian Aisyah menegaskan bahwa tidak diperbolehkan seorang mukmin melakukan nikah mut’ah. Pernikahan yang diperbolehkan hanya yang sesuai dengan ketentuan agama sebagaimana penggambaran ayat di atas.
Selain itu Aisyah sempat mengkritik dan menegur hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Hadis tersebut berkaitan dengan hal-hal yang mengganggu kekhusyukan shalat. “Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: Shalat bisa terputus karena perempuan, keledai, dan anjing.” Aisyah membantah dengan keras jika perempuan disamakan dengan anjing dan keledai.
Dalam kasus lain, Aisyah mengkritik hadis yang juga diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Adapun bunyi hadis tersebut bahwa sumber kesialan hidup adalah perempuan, kuda, dan rumah. Secara spontan Aisyah membantah, ia berkata bahwa apa yang disampaikan Rasulullah sesungguhnya bukan begitu.
Melainkan hal tersebut merupakan perilaku masyarakat jahiliyyah yang memandang perempuan penyebab kesialan hidup. Pendapat Aisyah di atas bisa dilacak pada buku Sirah Sayyidah Aisyah Ummil Mukminin RA karangan Sayyid Sulaiman Nadwi tahun 2003 hal 254, 260 dan 344.
Dari beberapa kritikan tajam Aisyah di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa Aisyah sosok perempuan emansipatoris dalam Islam. Berusaha meluruskan mindset budaya dan pandangan misoginis saat itu. Semua ini adalah inspirasi positif bahwa baik laki-laki maupun perempuan sama-sama subjek penuh kehidupan. Keduanya mengemban amanah suci sebagai khalifah di muka bumi untuk menebar kemashlahatan bagi semesta.
Ahli Ibadah
Menurut riwayat Imam Ahmad, Aisyah selalu menjaga ibadahnya, rajin menjalankan sholat sunnah. Setiap waktunya digunakan untuk berdzikir dan bertasbih. Setiap malam menjalankan shalat tahajjud bersama Rasulullah SAW kemudian dilanjutkan membaca surat Al Baqarah, Ali Imran dan An Nisa’.
Jika ia tertidur atau lupa belum menjalankan shalat malam, maka Aisyah akan melakukannya sebelum shalat fajar. Dalam riwayat lain juga disebutkan bahwa Aisyah selalu menjaga shalat dhuha dan banyak berpuasa.
Dengan melihat sejarah tentang preseden ummul mukminin pada awal Islam, perlu adanya tindakan apresiatif terhadap jasa dan perjuangan mereka. Mari para kader perempuan dan puteri Muhammadiyah terus berproses menebar kemashlahatan sembari meneladani kebaikan-kebaikan teladan ummat.
Diharapkan akan ada banyak lagi gerakan-gerakan komprehensif khususnya dalam merumuskan konsep profetik dan keulamaan yang inklusif bagi kader perempuan Muhammadiyah. Al Birru Manittaqa.
Editor: Nabhan