Perspektif

Membina Peradaban dengan Masjid Wisata

5 Mins read
Oleh: Andika Saputra

 

Membina Peradaban Dengan Masjid Wisata

Salah satu fenomena kontemporer yang sedang merebak di kalangan umat Islam adalah trend masjid jami’ sebagai destinasi wisata. Contoh saja dua masjid jami’ di wilayah Jawa Tengah yang telah didaulat sebagai destinasi wisata, yakni Masjid Agung Jawa Tengah di Semarang dan Masjid Agung Al-Aqsha di Klaten. Lebih jauh lagi, stakeholder umat Islam dapat membina peradaban dengan masjid wisata.

Peran baru ini yang disandang masjid jami’ didasari motif untuk menguatkan ekonomi masjid dan umat Islam. Melalui pertimbangan geliat dunia pariwisata yang sangat kuat dalam skala global. Pada hari ini pariwisata dinilai mampu menjamin keberlanjutan ekonomi masjid untuk dapat menjalankan program-programnya. Hal ini merupakan realisasi dari peran masjid mensejahterakan kehidupan umat Islam di dunia dan kelak di akhirat.

Motif ekonomi yang melandasi merebaknya trend masjid wisata terutamanya didapati pada masjid jami’ yang memiliki cakupan pelayanan skala kota. Sehingga membutuhkan pendanaan yang jauh lebih besar dibandingkan tipe masjid lainnya, seperti masjid permukiman maupun masjid perkantoran.

Selain itu, geliat fenomena wisata begitu mudah menyasar masjid jami’. Dipandang sebagai potensi yang menjanjikan oleh pihak yayasan maupun takmir masjid. Karena paska dibangunnya masjid jami’, bahkan oleh pihak pemerintah sekalipun, masjid jami’ dituntut mandiri secara finansial. Agar dapat beroperasi dan berperan di tengah lingkungan perkotaan.

Alasan Wisata Masjid Digemari

Ditinjau secara arsitektural, untuk menjadikan masjid jami’ sebagai destinasi wisata mensyaratkannya memiliki kualitas arsitektur. Sehingga mampu menggugah ketertarikan wisatawan untuk datang. Sejauh pengamatan saya terhadap tren masjid wisata, untuk menjadikan masjid jami’ memiliki daya tarik secara arsitektural dilakukan dengan dua cara.

Pertama, bangunan masjid yang monumental dan megah dengan menerapkan kubah berlapis emas. Skala bangunan yang gigantik dengan permainan bentuk massa atau ornamentasi yang rumit. Maupun menggunakan bahan yang mewah dari bagian bawah hingga bagian atas bangunan masjid.

Gubahan komposisi arsitektural pada cara yang pertama ini tidak hanya dilandasi motif untuk mengagungkan masjid sebagai Baitullah, sehingga masjid dibangun dengan seindah dan semegah mungkin. Tetapi juga mempertimbangkan permintaan wisatawan atau tren perilaku wisata pada masa kini.

Baca Juga  A Tapestry Cut By A Jigsaw: Sekadar Empati Kepada Bangsa Kurdi

Mereka menghendaki objek wisata dapat menjadi latar belakang yang menarik untuk berfoto maupun berswafoto, atau dikenal dengan istilah instagramable. Dari sinilah jamak dijumpai pada masa kini fenomena perilaku wisatawan mendatangi masjid jami’ sebagai destinasi wisata sebatas untuk berfoto. Dengan bangunan masjid sebagai latarbelakang.

Kedua, menyediakan fasilitas di lingkungan masjid yang bersifat rekreatif. Di antaranya adalah menara pandang untuk wisatawan dapat menikmati lanskap kota dari ketinggian. Juga atraksi unsur pelengkap arsitektural masjid seperti payung mekanik yang identik dengan suasana Masjid Nabawi di Madinah. Tidak lupa permainan air mancur berlampu yang telah diprogram untuk membentuk pola tertentu.

Dengan fasilitas ini lingkungan masjid menjadi ramai oleh rombongan wisatawan pada waktu-waktu tertentu. Seperti waktu kunjung menara pandang, waktu membuka payung mekanik, dan waktu pertunjukan air mancur. Di luar waktu-waktu tersebut kunjungan wisatawan terbilang sepi.

Solusi atau Mengurangi Kesakralan Ruang Suci?

Tren masjid wisata yang tengah melanda masjid-masjid jami’ di Indonesia, di satu sisi memang merupakan solusi. Menyelesaikan permasalahan ekonomi yang selama ini menjadi kendala masjid jami’ merealisasikan perannya dalam skala kota. Tetapi di sisi lain tren aktivitas wisata yang berlangsung di lingkungan masjid jami’ tidak sesuai dengan gagasan masjid sebagai ruang suci.

Sidi Gazalba mengartikan ruang suci adalah ruang yang bernilai sakral sekaligus profan. Dengan gagasan ruang demikian, seluruh kegiatan yang berlangsung di masjid, tidak terkecuali kegiatan yang berdimensi keduniaan seperti meningkatkan kualitas kehidupan ekonomi umat Islam. Harus bermuatan spiritualitas Islam agar terhubung dengan dimensi akhirat.

Dari sudut pandang pemahaman ini, aktivitas wisata di masjid jami’ sebatas berswafoto, melihat hamparan kota dari menara pandang, dan melihat atraksi payung mekanik atau air mancur berlampu tidak sesuai dengan gagasan masjid sebagai ruang suci. Karena tidak berasaskan dan tidak bermuatan spiritualitas Islam. Ditandai dengan tidak terjadinya peningkatan kualitas diri wisatawan sebagai hamba sekaligus wakil Allah.

Baca Juga  Mengemis Online dan Problem Viralitas Kita

Meretas Solusi Wisata Masjid

Tren wisata untuk menguatkan ekonomi masjid, terutama dalam skala masjid jami’, harus ditangkap dan direalisasikan dengan tepat. Agar sejalan dengan gagasan masjid sebagai ruang suci. Sehingga fungsi wisata yang berlangsung di dalam lingkungan masjid mendukung peran masjid untuk mensejahterakan umat Islam dalam kehidupan dunia dan akhiratnya kelak. Sehingga dapat membina peradaban dengan masjid wisata.

Dilihat dari sudut pandang non-muslim, meluruskan kegiatan wisata di masjid merupakan ikhtiar untuk menjaga kehormatan masjid dan umat Islam. Agar masjid tidak dipandang rendah dan remeh oleh kalangan umat non-muslim dengan menutup celah terbentuknya persepsi masjid sebagai objek wisata yang bersifat rekreatif dan fun. Sebagaimana objek-objek wisata pada umumnya.

Strategi meluruskan peran masjid jami’ di bidang wisata adalah dengan menjadikan masjid sebagai destinasi wisata edukasi. Strategi ini mempertimbangkan skala pelayanan masjid jami’ yang melingkupi wilayah kota. Dalam realisasinya merupakan pengembangan fungsi pendidikan masjid yang dikontekskan dengan kebutuhan zaman kini.

Sebagai masjid yang memiliki cakupan pelayanan kota, masjid jami’ sudah seharusnya berperan sebagai ruang penyimpan memori terkait kesejarahan dan perjuangan umat Islam di suatu kota. Dengan perannya tersebut, keberadaan masjid jami’ di setiap kota di Indonesia bagaikan museum. Menampilkan kesejarahan generasi pendahulu umat Islam mendakwahkan Islam di kotanya dalam seluruh aspek kehidupan warga kota.

Masjid Jami’ Jadi Miliki Seluruh Warga Kota

Bagi umat Islam sebagai warga kota, peran masjid jami’ sebagai ruang edu-wisata bertujuan untuk menjaga keterhubungan generasi masa kini dengan generasi pendahulu. Meneguhkan identitas kolektifnya sebagai umat Islam yang terbentuk dalam aliran sejarah, melanjutkan dakwah Islam berkaca dari pengalaman generasi sebelumnya, dan menjaga artefak yang merupakan tinggalan karya dari generasi pendahulu.

Sementara bagi kalangan umat non-muslim, keberadaan masjid jami’ sebagai destinasi edu-wisiata dapat menjadi ruang komunikasi untuk saling mengenal antar umat beragama. Dapat pula dimanfaatkan untuk memperkenalkan Islam kepada kalangan umat non-muslim. Agar tidak muncul kesalahpahaman terhadap Islam dan umatnya.

Dari perspektif keruangan kota yang merupakan ruang hidup bersama bagi umat Islam dan umat-umat lainnya, peran masjid jami’ sebagai ruang memori kolektif dalam format destinasi wisata edukasi bermanfaat bagi seluruh warga kota. Untuk mengetahui kesejarahan kota yang dihuninya.

Baca Juga  Belajar Berbeda Pendapat dari NU VS Muhammadiyah

Tantangan yang harus dihadapi untuk merealisasikan strategi ini adalah merancang dan mengelola masjid jami’ sebagai destinasi edu-wisata yang menarik bagi generasi masa kini. Karena telah tertanam persepsi secara umum bahwasanya sejarah dan museum merupakan dua hal yang membosankan. Tidak berdaya guna dalam kehidupan sehari-hari.

Cara yang dapat dilakukan untuk mendukung fungsi edu-wisata masjid jami’ agar memiliki daya tarik bagi wisatawan meliputi cara arsitektural dan cara pengelolaan masjid. Secara arsitektural, fungsi edu-wisata masjid jami’ dapat dilengkapi dengan fasilitas pendukung yang disenangi oleh mayoritas wisatawan. Seperti menara pandang, atau menerapkan teknologi terkini pada fungsi edu-wisata, seperti museum digital maupun augmented reality.

Sementara secara pengelolaan dapat menjalin kerjasama dengan pihak yang dinilai potensial sebagai pengujung fungsi edu-wisata masjid jami’. Seperti sekolah, pondok pesantren, dan perguruan tinggi. Sehingga masjid jami’ memiliki jejaring sosial untuk menjamin keberlangsungan fungsi edu-wisata masjid. Yang juga berarti menjamin keberlanjutan ekonomi masjid.

***

Terakhir sebagai penutup, terdapat beberapa penjelasan terkait membina peradaban dengan masjid wisata dalam rangka meluruskan tren. Secara filosofis berlandaskan wahyu pertama yang diturunkan Allah kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, yakni iqro’. Menjadikan Islam sarat dengan muatan ilmu dan pendidikan.

Kedua unsur tersebut, ilmu dan pendidikan ialah generator utama Peradaban Islam hingga mencapai kejayaannya pada masa lalu. Sehingga dimensi ilmu dan pendidikan yang mengikat masjid jami’ sebagai destinasi edu-wisata, menjadikan realisasinya didasari motif dakwah dan pembinaan peradaban, bukan sekedar motif ekonomi.

Dengan demikian, masjid jami’ sebagai destinasi edu-wisata merupakan strategi dakwah mempersiapkan generasi muda umat Islam dalam skala kota. Untuk membina kejayaan peradaban Islam yang bermula dari masjid. Dengan modal penguasaan ilmu, keberlanjutan ekonomi, dan hubungan historis-psikologis dengan generasi pendahulu.

 

*) Dosen Fakultas Teknik UM Surakarta

Avatar
1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…
Perspektif

Murabahah dalam Tinjauan Fikih Klasik dan Kontemporer

3 Mins read
Jual beli merupakan suatu perjanjian atau akad transaksi yang biasa dilakukan sehari-hari. Masyarakat tidak pernah lepas dari yang namanya menjual barang dan…
Perspektif

Sama-sama Memakai Rukyat, Mengapa Awal Syawal 1445 H di Belahan Dunia Berbeda?

4 Mins read
Penentuan awal Syawal 1445 H di belahan dunia menjadi diskusi menarik di berbagai media. Di Indonesia, berkembang beragam metode untuk mengawali dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *