“Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, golongan, tetapi kita mendirikan negara untuk satu buat semua, semua buat satu.”
Hal tersebut disampaikan oleh Sukidi, pemikir kebhinekaan, mengutip perkataan Soekarno dalam buku Lahirnya Pancasila. Hal tersebut disampaikan Sukidi dalam Kajian Ramadan 2023, Sabtu, (15/4/2023).
Pandangan Bung Karno yang dilontarkan dalam pidato 1 Juni 1945 tersebut merupakan pandangan yang sangat brilian, maju, dan inklusif. Negara yang Bung Karno pikirkan adalah negara yang kekal dan abadi berdasarkan Pancasila.
“Bung Karno berpikir bahwa Indonesia yang ia dirikan bersama masyarakat adalah negara yang inklusif dan setara untuk semua rakyat Indonesia. Kita mampu bertahan sebagai bangsa karena pondasi ini,” ujar Sukidi.
Prinsip kesetaraan juga berarti social justice for all (keadilan sosial bagi semua). Menurut Sukidi, Indonesia masih menghadapi masalah berupa adanya jutaan rakyat yang miskin, stunting, dan kekurangan gizi. Keadilan untuk semua harus benar-benar ditunaikan untuk membela fakir miskin.
“Tidak ada pembedaan kaya miskin, ningrat jelata. Kita semua diciptakan setara, memperoleh hak yang setara, dan berhak diperlakukan secara adil dan setara,” imbuhnya.
Bung Karno menyadari bahwa prinsip Indonesia sebagai negara setara ini juga merupakan prinsip ketuhanan. Karena itu, ia menyebut bahwa negara Indonesia adalah negara berketuhanan. Kesadaran bahwa Tuhan hadir dan berpihak pada kemerdekaan Indonesia begitu mendarah daging dalam diri Soekarno sebagai seorang muslim yang taat sekaligus nasionalis yang sejati.
Menariknya, imbuh Sukidi, Bung Karno tidak mengakui prinsip ketuhanan yang eksklusif, melainkan inklusif. Ia ingin menumbuhkan satu paham ketuhanan yang lapang, yang menampung semua pejalan, semua warga yang menghayati Tuhan sesuai kepercayaan masing-masing.
“Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa Al Masih. Yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad. Dan orang Budha menjalankan ibadahnya menurut Kitab-kitab yang ada padanya. Tapi, marilah kita semua bertuhan. Hendaknya Negara Indonesia adalah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa,” tulis Bung Karno sebagaimana dikutip oleh Sukidi.
Leluasa berarti lapang, bebas, dan inklusif. Leluasa berarti menghormati satu sama lain karena berangkat dari kesadaran bahwa semua orang adalah setara. Prinsip kesetaraan itu telah diletakkan oleh Bung Karno terhadap mereka yang berbeda agama, berbeda etnis, berbeda suku, dan berbeda bahasa. Semua warga negara adalah manusia yang memiliki satu kehormatan yang harus dihormati.
Sukidi menyebut bahwa dalam beragama, setiap orang perlu memegang prinsip the ethic of humility (etika kerendahan hati). Kerendahan hati membuka kesadaran bahwa kita semua setara. Orang bisa dianggap lebih mulia dari orang lain hanya melalui ketaqwaan. Sementara, yang bisa mengukur ketaqwaan setiap orang hanya Tuhan. Karena itu, dalam Islam, setiap muslim tidak boleh mengklaim dirinya yang paling suci.
“Tuhan yang paling tahu siapa hamba-Nya yang paling bertaqwa,” tegas pria yang mendapatkan gelar PhD dari Harvard University tersebut.
Cara terbaik merawat kesetaraan adalah dengan memberikan sikap respek yang setara satu sama lain. Respek terhadap orang lain telah ditunjukkan oleh Bung Karno melalui pergaulannya yang melintas batas keagamaan.
Reporter: Yusuf