Fikih

Akad Nikah Saat Pandemi, Bolehkah di Luar KUA?

4 Mins read

Dalam bukunya Amir Syarifuddin Hukum Perkawinan di Indonesia, dijelaskan mengenai akad nikah yang terdiri dari dua kata, yaitu kata akad dan kata nikah. Kata akad artinya janji, perjanjian, kontak. Sedangkan nikah yaitu ikatan akad perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama. Atau dengan secara sederhana bermakna perkawinan, perjodohan.

Apa itu Akad Nikah?

Akah nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang melangsungkan pernikahan dalam bentuk ijab dan kabul. Sedangkan dalam Komplikasi Hukum Islam (KHI) yang termuat dalam Bab I Pasal 1 (c) yang berbunyi: “akad nikah adalah rangkaian ijab yang diucapkan oleh wali dan kabul yang diucapkan oleh mempelai pria atau walinya disaksikan oleh dua orang saksi”. (Abdurrahman, 1995)

Akad nikah adalah wujud nyata dalam sebuah ikatan antara seorang pria yang menjadi suami dengan seorang wanita sebagai istri. Akad nikah dilakukan di depan (paling sedikit) dua orang saksi, dengan menggunakan sighat ijab dan kabul. Pernyataan yang menunjukkan kemauan membentuk hubungan suami istri dari pihak mempelai wanita disebut ijab. Sedangkan pernyataan yang diucapkan oleh pihak mempelai pria untuk menyatakan rida dan setuju, disebut kabul. (Tihani dan Sohari Sahrani., 2013)

Adapun keabsahan nikah menurut Majalah Suara Muhammadiyah, No. 13, 2010 itu adalah jika telah terpenuhi rukun nikah yaitu adanya dua orang mempelai, wali, dua orang saksi, sighat akad nikah (ijab kabul) dan mahar (maskawin). (Fatwatarjih.or.id)

Dasar Hukum Akad Nikah dalam suatu pernikahan yaitu firman Allah SWT :
Artinya: “Bagaimana kamu akan mengambil kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri. Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat”. (Q.S An-Nisa : 21)

Baca Juga  Adab Khutbah Jumat

Ayat di atas menunjukkan bahwa harus adanya suatu perjanjian yang dilakukan dalam suatu pernikahan sebagai suatu ikatan dalam perkawinan antara mempelai pria dan wanita.

Perjanjian inilah yang disebut sebagai akad nikah.

Syarat-syarat Ijab Kabul

Adapun syarat-syarat dalam Ijab Kabul yaitu:  

Pertama, kedua belah pihak yang melakukan akad nikah, baik wali maupun calon mempelai pria, atau yang mewakili salah satu keduanya, adalah orang yang sudah dewasa dan sehat rohani (tamyiz).

Kedua, ijab dan kabul dilaksanakan dalam satu majelis. Tidak boleh diselingi dengan kata-kata atau perbuatan lain yang dapat memisahkan kata di antara sighat ijab dan sighat kabul.

Ketiga, ucapan kabul hendaklah tidak menyalahi ucapan ijab. Contohnya jika wali mengatakan: Aku nikahkan kamu dengan putriku fulanah dengan mahar seratus ribu rupiah”. Lalu si mempelai pria menjawab:”Aku terima nikahnya dengan mahar dua ratu ribu rupiah”. Maka pernikahan itu tetap sah, karena kabul diucapkan lebih baik, dan telah mencukupi dari yang seharusnya.

Keempat, ijab dan kabul harus dilakukan dengan lisan dan didengar oleh masing-masing pihak, baik wali, mempelai maupun saksi. Keabsahan nikah itu adalah jika telah terpenuhi rukun nikah yatiu adanya dua orang mempelai, wali, dua orang saksi, sighat akad nikah (ijab kabul) dan mahar (maskawin)

Pernikahan di Tengah Pandemi

Adapun kebijakan pelayanan pernikahan di tengah pademi, Kementerian Agama melalui Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, belum lama ini mengeluarkan kebijakan terbaru terkait pelayanan nikah.

Dalam Surat Edaran tentang Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Nikah pada Masa Pandemi Covid-19 yang diterbitkan 10 juni 2020 ini, menyebetukan bahwa masyarakat diperkenankan untuk melaksanakan akad nikah di luar KUA. Direktur Jenderal Bimas Islam, Kamaruddin Amin, mengatakan, “Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi calon pengantin bila ingin melangsungkan akad nikah di luar KUA. Dengan terbitnya edaran ini, maka calon pengantin diperkenankan untuk melangsungkan akad nikah di KUA, rumah, masjid, atau pun gedung pertemuan.”

Surat edaran Direktur Jenderal ini, meliputi panduan dan ketentuan pelaksanaan pelayanan nikah pada masa pademi Covid-19 dengan tetap berpedoman pada Peraturan Menteri Agama Nomor 20 Tahun 2019 Tentang Pecatatan Pernikahan. Dengan tujuan melindungi pegawai KUA Kecamatan, serta masyarakat pada saat pelaksanaan tatanan normal baru pelayanan nikah. Dalam setiap pelayanan, penerapan protokol kesehatan yang ketat menjadi sebuah keharusan.

Baca Juga  Thawaf Wada’ bagi Jemaah Haji Sebelum Keluar Tanah Haram

Isi Surat Edaran

Adapun Isi Surat Edaran antara lain:

  1. Layanan pencatatan nikah di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan, dilaksanakan setiap hari kerja dengan jadwal mengikuti ketentuan sistem kerja yang telah ditetapkan.
  2. Pendaftaran nikah dapat dilakukan secara online antara lain melalui website simkah.kemenag.go.id, telepon, e-mail, atau secara langsung ke KUA Kecamatan.
  3. Ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada angka 1 dan angka 2 atau terkait proses pendaftaran nikah, pemeriksaan nikah, dan pelaksanaan akad nikah, dilaksanakan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan dan semaksimal mungkin mengurangi kontak fisik dengan petugas KUA Kecamatan.
  4. Pelaksanaan akad nikah dapat diselenggarakan di KUA atau di luar KUA.
  5. Peserta prosesi akad nikah yang dilaksanakan di KUA atau di rumah, diikuti sebanyak-banyaknya 10 orang.
  6. Peserta prosesi akad nikah yang dilaksanakan di Masjid atau digedung pertemuan, diikuti sebanyak-banyaknya 20% dari kapasitas ruangan dan tidak boleh lebih dari 30 orang.
  7. KUA Kecamatan wajib mengatur hal-hal yang berhubungan dengan petugas, pihak catin, waktu dan tempat agar pelaksanaan akad nikah dan protokol kesehatan dapat berjalan dengan sebaik-baiknya.
  8. Dalam hal pelaksanaan akad nikah di luar KUA, Kepala KUA Kecamatan dapat berkoordinasi dan bekerja sama dengan pihak terkait dengan aparat keamanan untuk pengendalian pelaksanaan pelayanan akad nikah. Dilaksanakana sesuai dengan protokol kesehatan yang ketat.
  9. Dalam hal protokol kesehatan ketentuan pada angka 5 dan angka 6 tidak dapat terpenuhi, penghulu wajib menolak pelayanan nikah disertai alasan penolakan secara tertulis yang diketahui oleh aparat keamanan sebagaimana form terlampir.
  10. Kepala KUA kecamatan melakukan koordinasi tentang rencana penerpan tatanan normal baru pelayanan nikah kepda Ketua Gugus Tugas Kecamatan.
  11. Kepala kantor Kementerian Agama Kabupaten dan Kota melakukan pemantauan dan pengendalian pelaksanaan tatanan new normal baru pelayanan nikah di wilayahnya masing-masing. (bimasislam.kemenag.go.id)
Baca Juga  Berqurban dengan Cara Arisan, Bagaimana Hukumnya?

Kemaslahatan Adalah Tujuan Syariat

Sebagaimana dalam sebuah kaidah ushul fiqh yang mungkin bisa menjadi landasan teoritis kita untuk berfikir menyikapi antara kepentingan kita pribadi dan keluarga dengan kepentingan umum masyarakat. “Tasharrafu al imam ‘ala ar raa’iyyah manuth bil al mashlahah”(tindakan imam terhadap rakyatnya harus dikaitkan dengan kemaslahatan), dalam kaidah ini paling tidak bisa diartikan bahwa keputusan seorang pemimpin suatu pemerintah, haruslah selalu berorientasikan kepada kemaslahatan dan kebaikan masyarakat.

Karena seorang pemimpin merupakan orang yang memiliki kekuasaan terhadap yang dipimpinnya. Namun, apakah himbauan pelayanan nikah di KUA atau luar KUA sebagai langkah pencegahan penyebaran Covid-19 di masa ini, sejalan dengan tujuan syariat dalam kaidah ushul fiqh “al ghayah as syari’ah al mashlahah” (tujuan syariat itu adalah maslahat bukan mafsadat)? Ibarat kata pepatah tak ada hujan yang reda, tak ada perang yang tak berhenti. Hanya perlu usaha kerja sama dan kebersamaan kita agar wabah virus ini segera berakhir.

Editor: Yahya FR

Avatar
12 posts

About author
Mahasiswa IAIN Surakarta Hukum Keluarga Islam
Articles
Related posts
Fikih

Mana yang Lebih Dulu: Puasa Syawal atau Qadha’ Puasa Ramadhan?

3 Mins read
Ramadhan telah usai, hari-hari lebaran juga telah kita lalui dengan bermaaf-maafan satu sama lain. Para pemudik juga sudah mulai berbondong meninggalkan kampung…
Fikih

Apakah Fakir Miskin Tetap Mengeluarkan Zakat Fitrah?

4 Mins read
Sudah mafhum, bahwa zakat fitrah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai puncak dari kewajiban puasa selama sebulan. Meskipun demikian, kaum muslim yang…
Fikih

Bolehkah Mengucapkan Salam kepada Non-Muslim?

3 Mins read
Konflik antar umat beragama yang terus bergelora di Indonesia masih merupakan ancaman serius terhadap kerukunan bangsa. Tragedi semacam ini seringkali meninggalkan luka…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *