Perspektif

Aksi Demonstrasi Pertama dalam Sejarah Islam: Bagaimana Hukumnya?

2 Mins read

Saat mendengar kata demonstrasi, secara sadar atau tidak, pasti akan muncul frame negatif yang tergambar dalam benak kita. Hal ini dikarenakan dalam aksi demonstrasi kerap kali terjadi hal-hal anarkis yang tidak diinginkan. Pada umumnya, demonstrasi merupakan kritikan atas kebijakan pemerintah. Demonstrasi menjadi sebuah cara bagi masyarakat biasa yang menyuarakan aspirasi kepada pihak pemerintah. Kegiatan demonstrasi ini dialami oleh berbagai negara di penjuru dunia, termasuk juga di Indonesia.

Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi. Salah satu produk sistem demokrasi adalah legalnya demonstrasi. Seperti yang terjadi pada akhir-akhir ini, berita-berita di stasiun televisi Indonesia dipenuhi dengan aksi demonstrasi yang dilakukan oleh ribuan mahasiswa di berbagai daerah. Masyarakat Indonesia beramai-ramai turun ke jalan untuk melakukan demonstrasi sebagai respon terhadap seruan ‘Peringatan Darurat’. Aksi demonstrasi ini dipicu sebagai bentuk protes atas polemik revisi UU Pilkada oleh DPR. Hal ini dianggap sebagai tindakan inkonstitusional terhadap putusan Mahkamah Konstitusi.

Namun, aksi-aksi demonstrasi yang terjadi sekarang ini bukanlah demonstrasi yang pertama kali terjadi pada manusia. Dalam sejarah Islam sudah ada aksi demonstrasi yang dilakukan oleh kelompok Islam itu sendiri kepada pemimpinnya. Siapakah itu?

Demonstrasi Pertama dalam Islam

Dalam sejarah Islam, aksi demonstrasi pertama kali dilakukan oleh kelompok pemberontak yang ingin menggulingkan kepemimpinan Utsman bin Affan sebagai khalifah yang ketiga. Hal ini terjadi karena munculnya fitnah terhadap Utsman bin Affan yang dilakukan oleh seorang Yahudi bernama Abdullah bin Saba. Lelaki tersebut berpura-pura masuk Islam, padahal ia sangat membenci ajaran Islam dan kaum muslimin. Dia menyebar berita bohong tentang Utsman bin Affan yang telah mengubah syariat Allah. Sayyidina Utsman dituduh berbuat zalim dengan mengangkat pemimpin-pemimpin dari keluarganya dan memecat gubernur yang telah diangkat oleh Umar bin Khattab. Hal ini kemudian menimbulkan kekacauan.

Baca Juga  Ma Kyal Sin, Demokrasi, dan Restu Ayah

Para pemberontak terpengaruh dengan fitnah tersebut, kemudian mereka datang ke rumah Sayyidina Utsman dan mengepungnya. Para pendemo mengultimatum Sayyidina Utsman untuk mengundurkan diri dari jabatannya atau dibunuh. Sayyidina Utsman tidak menanggapi fitnah tersebut dan tetap pada pendiriannya tidak akan mundur dari jabatannya. Beliau teringat pesan Rasulullah yang memang sudah diketahui bahwa nanti akan datang fitnah yang menimpanya. Rasulullah berpesan agar Sayyidina Utsman tetap berada pada jabatannya dan tetap bersabar menghadapinya. Rasulullah juga memberitahu Sayyidina Utsman bahwa nanti beliau akan dibunuh.

Para pendemo terus menerus melancarkan aksinya mengepung rumah Sayyidina Utsman selama 40 hari. Sedangkan Sayyidina Utsman tetap bersabar dan berpegang teguh pada pendiriannya yang tidak mau melawan dan tidak meninggalkan jabatannya. Hal ini dilakukan semata-mata karena pesan dari Rasulullah. Sampai suatu hari, di akhir hari pengepungan, Sayyidina Utsman membuka dan membiarkan pintu rumahnya terbuka. Sayyidina Utsman duduk dan membaca al-Qur’an. Para pendemo pun melihat Sayyidina Utsman yang sedang membaca al-Qur’an melalui bilik pintu rumahnya. Kesempatan ini dimanfaatkan para pendemo untuk masuk ke dalam rumah dan membunuhnya. Sayyidina Utsman gugur syahid di tangan para pendemo. Sayyidina Utsman gugur dalam keadaan berpuasa dan sedang membaca al-Qur’an.

Pandangan Ulama Tentang Demonstrasi

Perdebatan tentang boleh tidaknya mengkritik pemerintah terjadi di kalangan umat Islam. Ada yang berpendapat bahwa mengkritik pemerintah adalah suatu hal yang dilarang. Sedangkan yang lain berpendapat bahwa kritik terhadap pemerintah, terutama jika dianggap zalim, maka mengkritik adalah sebuah keharusan.

Dikutip dari NU Online Jabar, Gus Baha mengatakan bahwa demonstrasi dilihat dari sudut pandang Islam itu bersifat fleksibel. Selama demonstrasi tidak merugikan orang lain, tidak anarkis, dan tidak membahayakan kelompok lain, maka itu diperbolehkan. Bahkan jika kita tidak ikut menyuarakan maka kita bisa disalahkan karena tidak bertanggung jawab atas proses bernegara. Demonstrasi yang diharamkan oleh mayoritas ulama adalah demonstrasi yang anarkis. Demonstrasi yang halal itu adalah demonstrasi yang tertib.

Baca Juga  Milenialisasi Gerakan Mahasiswa Masa Kini

Dengan demikian, melakukan demonstrasi sebagai bentuk kritik terhadap pemerintah bukanlah tindakan yang dilarang dalam Islam selama dilakukan dengan cara yang baik dan dengan tujuan untuk kebaikan bersama. Kritik yang disampaikan oleh rakyat kepada pemerintah merupakan bentuk partisipasi dalam menjaga agar pemerintahan dapat berjalan dengan baik dan tidak menyimpang dari tugasnya untuk melayani rakyat. Dalam hal ini, mengkritik dapat menjadi sarana yang efektif untuk memastikan bahwa pemerintah tetap berada pada jalan yang benar dan bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.

Sindi Wulan Aprilia
28 posts

About author
Mahasiswi UIN Sunan Ampel Surabaya Peminat Kajian Tarikh
Articles
Related posts
Perspektif

Paradoks: Salah Kaprah Memaknai Glorifikasi dan Kesederhanaan

4 Mins read
“Tempat paling berbahaya adalah tempat yang paling aman.” Kalimat di atas merupakan contoh sederhana untuk mengerti bagaimana atau apa itu paradoks. Secara…
Perspektif

Teknologi dan Inovasi Digitalisasi Pendidikan

4 Mins read
Dalam beberapa tahun terakhir, digitalisasi pendidikan di Indonesia telah mengalami lompatan besar, terutama berkat berbagai inovasi yang diperkenalkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan,…
Perspektif

Pendidikan Muhammadiyah untuk Semua

4 Mins read
Sejak berdirinya, Muhammadiyah telah menempatkan pendidikan sebagai salah satu pilar utama dalam perjuangan dakwahnya. Salah satu momen penting dalam sejarah perjalanan ini…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds