Fikih

Menggagas Fikih Demonstrasi

3 Mins read

Demonstrasi merupakan tindakan menyuarakan aspirasi di depan umum. Dalam bahasa Indonesia, tindakan ini juga disebut unjuk rasa. Beberapa aksi demonstrasi yang cukup besar terjadi dalam kurun tahun 2019 dan 2020. Pada tahun 2019, meletus aksi reformasi dikorupsi di mana mahasiswa dan masyarakat memprotes pengesahan RUU KPK dan RUU KUHP. Tahun 2020, aksi massa kembali terjadi dalam rangka memprotes kebijakan DPR yang mengesahkan RUU Omnibus Law.

Dalam aksi demonstrasi tersebut, tak jarang diiringi insiden yakni vandalisme terhadap fasilitas umum. Kekerasan pun sulit dihindarkan, baik oleh aparat sebagai pelaku maupun demonstran. Tahun 2019, Immawan Randi dan Yusuf Kardawi harus menghembuskan nafas terakhirnya karena terkena tembakan polisi. Sampai hari ini, polisi yang dinyatakan sebagai terdakwa belum mendapatkan vonis hukuman. Proses peradilan masih berlangsung walaupun berjalan lambat.

Tahun 2020, masih hangat dalam ingatan personil dari Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) mengalami penganiayaan oleh polisi karena dituduh sebagai pelaku pengrusakan. Polisi tidak mempercayai pengakuan korban yang sudah mengatakan mereka adalah tim medis yang bertugas mengobati pelaku unjuk rasa yang memerlukan pertolongan. Muncul pula tuduhan bahwa ambulan yang disiapkan mereka berisi batu-batu untuk dipakai pelaku unjuk rasa. Jika memang ada oknum yang melakukan itu, maka ambulan Muhammadiyah tidak akan pernah melakukannya.

Demonstrasi Perspektif Fikih Islam

Dalam perspektif fikih Islam, ada setidaknya dua pendapat mengenai demonstrasi, yang mengharamkan dan membolehkannya. Mari kita uraikan satu per satu.

Syaikh Abdullah bin Baz seorang mufti dari Saudi mengharamkan demontrasi dan menyatakannya sebagai perbuatan yang melampaui batas. Demonstrasi juga menurutnya bisa mendatangkan kerusakan, kezaliman, dan musibah.

Beliau menyatakan bahwa cara menyampaikan pendapat yang benar kepada penguasa adalah dengan menyuratinya secara sembunyi-sembunyi. Atau dengan berbicara secara empat mata dengan penguasa. Hal ini menurutnya sudah diteladankan oleh para ulama salaf.

Baca Juga  Apakah Dinar dan Dirham Wajib Digunakan di Masa Kini?

Sementara itu, Syaikh Yusuf Qaradhawi mengatakan bahwa demonstrasi merupakan perbuatan yang sesuai dengan syariat Islam. Demokrasi menurut beliau adalah sarana untuk tawashaw bil haq (saling mengingatkan dalam kebenaran) juga termasuk bagian dari amar ma’ruf nahi munkar. Tentu saja dengan catatan dilakukan secara damai.

Dalam Al Qur’an, Allah SWT berfirman: “Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan tenang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Pendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nisa: 148). Ayat ini menjadi landasan kebolehan demonstrasi menurut Syaikh Yusuf Qaradhawi.  Asbabun nuzul ayat tersebut adalah seorang sahabat yang mengadu karena disakiti tetangganya. Rasulullah SAW menyuruhnya bersabar.

Setelah beberapa kali mengadu, Rasulullah SAW menyuruhnya melempar perabot rumahnya ke jalan. Hal ini memancing perhatian masyarakat di sekitarnya. Setelah massa berkumpul, sahabat tersebut ditanya mengapa dia melempar perabotannya. Sahabat tersebut mengatakan bahwa dia terus disakiti tetangganya. Kemudian masyarakat yang berkumpul mendoakan agar tetangga sahabat tersebut dilaknat.

Demonstrasi Menurut Konstitusi Indonesia

Dalam konstitusi yang merupakan sumber tertinggi perundang-undangan di Indonesia, demonstrasi merupakan bagian dari hak warga negara. Hal ini tercantum dalam UUD 1945 pasal 28E ayat 3 yang berbunyi: Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Hal ini pasal tersebut menegaskan bahwa kebebasan berpendapat dijamin konstitusi.

Dalam aturan turunannya berupa undang-undang, demonstrasi merupakan kegiatan yang diizinkan dengan memberikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada kepolisian dan tidak mengganggu ketertiban umum.

Kita bisa menilai bahwa konstitusi negara kita lebih cocok dengan fatwa yang membolehkan demonstrasi dibanding dengan yang mengharamkannya. Hal ini tentu dengan beberapa catatan yakni tidak menimbulkan mudharat. Hal ini karena demonstrasi dipahami sebagai tindakan penyaluran aspirasi, bukan tindakan makar. Adapun jika demonstrasi ditujukan untuk melakukan makar terhadap pemerintah, maka dalam hukum Islam hal ini termasuk bughat yang dilarang dan harus diberantas.

Baca Juga  Menghitung Waktu Shalat dengan Ilmu Miqat, Naskah Kuno

Fakta Aksi Demonstrasi di Lapangan

Dalam praktiknya, demonstrasi tidak semudah teori. Kita mudah mengatakan bahwa demonstrasi harus damai, tidak boleh rusuh. Hal ini berhasil dilakukan oleh gerakan 212 yang menuntut agar Ahok dihukum. Kenyataannya aksi mereka berlangsung dengan tertib dan damai.

Namun, dalam demonstrasi yang dilakukan oleh gerakan mahasiswa, seringkali ada beragam faktor yang menyebabkan kerusuhan. Kita mesti adil dalam melihatnya, bahwa di lapangan banyak sekali intel yang menyusup kemudian ingin membuat demonstrasi rusuh. Hal ini berarti jika dalam demo mahasiswa terjadi kerusuhan, bukan sepenuhnya salah mahasiswa.

Tentu saja pada kenyataannya demonstrasi damai bukanlah utopia, justru sudah banyak dilakukan. Contohnya, Aksi Kamisan yang di depan istana dan di berbagai daerah menuntut pengusutan tuntas kasus HAM dan persoalan lainnya. Sayangnya aksi damai ini tidak digubris. Saat aksi damai tidak digubris, maka akan menjadi pembenaran bagi adanya aksi yang tidak damai.

Oleh karena itu, jika memang negara menginginkan aksi damai dalam setiap unjuk rasa, hal ini juga harus dimulai dengan respon negara terhadap para pelakunya. Jika negara abai akan penyaluran aspirasi lewat jalur damai dan konstitusional, emosi massa akan meledak dan boleh jadi menempuh jalur non konstitusional dan anarkis.

Adanya demonstrasi juga bukti bahwa kualitas demokrasi kita masih sehat. Lord Acton mengatakan power tends to corrupt, absolute power absolutely corrupt. Kekuasaan cenderung sewenang-wenang, kekuasaan absolut pasti sewenang-wenang.

Demokrasi membuat kekuasaan tidak bisa sewenang-wenang dengan adanya oposisi. Oposisi bertugas mengontrol kekuasaan baik dari dalam kekuasaan berupa parpol maupun rakyat sendiri sebagai oposisi dari luar kekuasaan. Sekali lagi idealnya sikap oposisi dilakukan dalam jalur konstitusional dan damai.

Baca Juga  Islam Juga Hadir dalam Dunia Disabilitas

Editor: Yahya FR

Robby Karman
26 posts

About author
Dewan Redaksi IBTimes.ID
Articles
Related posts
Fikih

Mana yang Lebih Dulu: Puasa Syawal atau Qadha’ Puasa Ramadhan?

3 Mins read
Ramadhan telah usai, hari-hari lebaran juga telah kita lalui dengan bermaaf-maafan satu sama lain. Para pemudik juga sudah mulai berbondong meninggalkan kampung…
Fikih

Apakah Fakir Miskin Tetap Mengeluarkan Zakat Fitrah?

4 Mins read
Sudah mafhum, bahwa zakat fitrah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai puncak dari kewajiban puasa selama sebulan. Meskipun demikian, kaum muslim yang…
Fikih

Bolehkah Mengucapkan Salam kepada Non-Muslim?

3 Mins read
Konflik antar umat beragama yang terus bergelora di Indonesia masih merupakan ancaman serius terhadap kerukunan bangsa. Tragedi semacam ini seringkali meninggalkan luka…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *