Fikih

Jemaah Haji Lansia: Shalat di Hotel Lebih Utama dari Masjidil Haram

3 Mins read

Salat di Masjidil Haram memiliki kemuliaan karena pahalanya dilipatgandakan hingga seratus ribu kali lipat di banding dengan shalat ditempat lainnya. Hal ini sebagaimana hadits Nabi yang artinya:

“Dari Jabir RA, Rasulullah SAW bersabda: “Salat di masjidku (masjid Nabawi) lebih utama daripada seribu salat di tempat yang lain, kecuali Masjidil Haram, dan salat di Masjidil Haram lebih utama daripada seratus ribu shalat di tempat yang lain.”” (HR. Ibnu Majah dalam Ibnu Mâjah, Sunan Ibnu Mâjah, hlm. 147 hadits no. 1406 shahih).

Hadis ini telah memotivasi jemaah sehingga berbondong-bondong mendatangi Masjidil Haram, siang maupun malam. Mereka berusaha datang ke Masjidil Haram dalam kondisi apapun, untuk mendapatkan pahala salat itu.

Meninggalkan Salat di Masjidil Haram

Meski pahala salat di Masjidil Haram dilipatkan 100.000 kali dibanding shalat di masjid lain, namun demikian shalat berjamaah di Masjidil Haram hukumnya adalah sunah. Tidak bersosa jika tidak salat berjamaah di Masjidil Haram, apalagi jemaah haji lansia yang memiliki keterbatasan, sakit, dan resiko tinggi (risti).

Dalam buku Moderasi Manasik Haji dan Umroh, Kemenag (2022) dijelaskan bahwa salat berjamaah bisa dilakukan di mana saja di tanah haram. Baik di hotel atau di masjid terdekat hotel. Jemaah lansia tetap mendapatkan keutamaan pahala salat sebagaimana di masjidil haram, sebab seluruh tanah haram adalah Masjidil Haram sebagaimana penjelasan Ibnu Abbas sebagi berikut:

Dari Ibnu Abbas berkata: “Tanah haram seluruhnya adalah Masjidil Haram”. (Lihat Ibnu Abi Hatim, Tafsir Ibnu Hatim, juz 7, hlm 218, Maktabah asy-Syamilah).

Imam at-Thabari, menjelaskan, ketika Rasulullah Saw melakukan isra’, beliau tidur di rumah Ummi Hani’ binti Abi Thalib. Namun dalam surah al-Isra'[17]:1, disebutkan bahwa perjalanan itu dimulai dari Masjidil Haram menuju Masjid al-Aqsa. Hal ini bermakna seluruh tanah haram adalah Masjid (Lihat Ath-Thabari, Jami‟ Albayan, juz 9 h. 282).

Baca Juga  Saat Haji, Nabi Saw Tidak Pernah Umrah Berkali-Kali

Bagaimana Nabi Muhammad SAW?

Ketika Rasulullah Saw melaksanakan haji wada’, dan saat tiba di Makkah, setelah selesai tawaf dan sa’i, Nabi SAW menunggu haji dengan tinggal di Abthah. Selama di Abthah, Rasulullah tidak pernah ke Ka’bah hingga selesai wukuf di Arafah.

Perbuatan Nabi ini dijadikan dasar oleh para ulama bahwa seluruh tanah haram Makkah memiliki keutamaan sebanding dengan Masjidil Haram. Nabi Saw selama di Makkah tinggal di Hujun atau Abthah berdasarkan hadits yang artinya sebagai berikut:

“…Kemudian beliau tinggal di bagian atas Makkah pada al-Hajun, sementara beliau telah berihram haji. Beliau tidak pernah mendekati Ka’bah selesai tawaf hingga kembali dari Arafah.…” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, hlm. 186, nomor hadis 1545).

Nabi tinggal di Abthah sebelum haji selama empat hari. Yaitu pada hari Ahad, Senin, Selasa dan Rabu. Pada hari Kamis, beliau meninggalkan Makkah menuju Arafah dengan terlebih dulu singgah di Mina. Hal ini berdasarkan riwayat Ibnu ‘Abbas ra. yang artinya sebagai berikut;

“Dari Ibnu Abbas Ra berkata: Sesungguhnya Rasulullah Saw singgah di Abthoh, di dekat Makkah bermukim bersama para sahabat selama empat hari; Ahad, Senin, Selasa dan Rabu.” (Lihat Fakhruddin az-Zubair bin, Ali al-Muhsi, Syarh Manasik al-Hajj wa al-‘Umrah lil al-Banin, h. 343).

Setelah selesai haji, Nabi Saw pun tidak tinggal di Makkah. Ketika beliau telah menyelesaikan mabit di Mina pada hari tasyriq ke tiga (nafar tsani), Nabi Saw menuju Masjidil Haram untuk melaksanakan tawaf wada’ dan setelah itu beliau langsung berangkat bersama rombongan kembali ke Madinah.

Mengapa Jemaah Haji Lansia Lebih Baik Shalat di Hotel?

Berdasar keterangan bahwa seluruh tanah haram Makkah adalah Masjidil Haram, maka shalat di pondokan, di hotel atau di masjid sekitar pondokan, keutamaannya sama dengan shalat di Masjidil Haram.

Baca Juga  Maaf, Kami Tidak Tarawih Tapi Qiyamu Ramadhan

Ini berarti, Jemaah haji lansia yang selalu berada di hotel dan tidak sempat shalat di Masjidil Haram karena udzur juga masih mendapat keutamaan mengikuti sunnah Rasul Saw dimana selama menunggu haji beliau tidak pernah mendekati Ka’bah.

Selain mengikuti Nabi Saw, juga senada dengan kaidah fikih “Dar’ul mafasid muqaddamun ‘ala jalbil masholih” (mencegah keusakan lebih utama daripada meraih kebaikan). Dalam kasus jemaah lansia, menghindari resiko fisik jauh lebih diutamakan daripada keinginan mengejar pahala berlipat di Masjidil Haram. Inilah yang menjadi alasan mengapa salat di hotel bagi jemaah lansia lebih utama.

Pada musim haji, Masjidil Haram sangat padat. Jamaah sulit mendapatkan tempat duduk dan jaraknya jauh, sehingga menguras tenaga dan melelahkan. Belum lagi tata ruang masjid yang sulit dikenali, sehingga memungkinkan jamaah untuk kesasar. Hal ini sangat beresiko bagi jemaah haji lansia, lemah, dan resiko tinggi.

Penjelasan di atas sangat bermanfaat bagi Jemaah haji lansia yang lemah dan resiko sakit, sebab meskipun hanya melaksanakan kegiatan ibadah di hotel dan tidak sempat melaksanakan ibadah di Masjidil Haram, namun tetap memiliki keutamaan yang sebanding dengan di Masjidil Haram.

Bagaimana dengan Keutamaan Madinah?

Hal yang sama bisa dipahami berlaku di Madinah. Madinah adalah tanah haram yang keharamannya diproklamirkan oleh Rasulullah SAW. Sedangkan Makkah keharaman diproklamirkan oleh Ibrahim AS.

Kedua kota tersebut sama-sama berkedudukan sebagai tanah haram. Oleh karenanya, sangat wajar jika ditarik kesimpulan bahwa jika tanah haram Makkah seluruhnya adalah masjid, bisa juga dimaknai bahwa seluruh tanah haram Madinah juga masjid.

Dengan demikian, bagi Jemaah haji lansia lemah dan resiko sakit yang salat di hotel ataupun di pelataran Masjid Nabawi akan memiliki keutamaan yang sebanding dengan salat di Masjid Nabawi.

Baca Juga  Hukum Pernikahan Anak di Bawah Umur

Atas dasar penjelasan ini, seyogyanya jemaah haji lansia lemah dan sakit tidak memaksakan diri shalat fardhu di Masjidil Haram, sehingga bisa berdampak menambah berat sakitnya. Hal ini semata-mata untuk menjaga kesehatan, agar tidak timbul resiko kelelahan yang cenderung mengakibatkan sakit. Sebagai gantinya, kegiatan salat bagi jamaah haji lansia yang lemah dan risti, dapat dilakukan di masjid hotel atau masjid terdekat dengan hotel.

Editor: Azaki

Avatar
1343 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Fikih

Mana yang Lebih Dulu: Puasa Syawal atau Qadha’ Puasa Ramadhan?

3 Mins read
Ramadhan telah usai, hari-hari lebaran juga telah kita lalui dengan bermaaf-maafan satu sama lain. Para pemudik juga sudah mulai berbondong meninggalkan kampung…
Fikih

Apakah Fakir Miskin Tetap Mengeluarkan Zakat Fitrah?

4 Mins read
Sudah mafhum, bahwa zakat fitrah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai puncak dari kewajiban puasa selama sebulan. Meskipun demikian, kaum muslim yang…
Fikih

Bolehkah Mengucapkan Salam kepada Non-Muslim?

3 Mins read
Konflik antar umat beragama yang terus bergelora di Indonesia masih merupakan ancaman serius terhadap kerukunan bangsa. Tragedi semacam ini seringkali meninggalkan luka…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *