Muhammadiyah sudah memasuki umur 113 tahun dalam hitungan Hijriyah. Pada November 2022 nanti akan berumur 110 tahun dalam hitungan masehi.
KH Ahmad Dahlan bersama murid-muridnya mendeklarasikan berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah pada 18 November 1912 Masehi yang bertepatan pada 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah.
Saat itu, Pemerintah Hindia Belanda belum memiliki program politik etis, yaitu politik balas budi, yang sejatinya hanya untuk memperbaiki hasil produksi pabrik-pabrik Kepulauan Nusantara untuk diekspor ke luar.
KH Ahmad Dahlan sepulang dari Makkah, beliau bedagang hingga ayah beliau KH Abu Bakar wafat, memimpin Langgar Kidul dan menjabat sebagai salah satu khatib di Masjid Gedhe. Akan tetapi beliau tetap bedagang.
Saat mendirikan Muhammadiyah, beliau juga masih bedagang. Hanya tidak sesering sebelumnya. Murid-murid beliau juga sama, tetap bekerja. Ada yang pengusaha seperti gurunya, ada juga yang bekerja sebagai pegawai pemerintahan.
KH Ahmad Dahlan Sebagai Teladan
Kehidupan KH Ahmad Dahlan dan para muridnya, diteladani oleh para penerusnya. KH AR Fachruddin saat menjabat sebagai ketua PP Muhammadiyah, menjadikan rumahnya sebagai kos untuk mahasiswa. Begitu juga Buya Ahmad Syafii Maarif. Banyak keteladanan yang beliau contohkan
Buya Ahmad Syafii Maarif tetap bekerja sebagai guru besar sejarah di perguruan tinggi. Tidak sedikti gaji yang beliau terima dari negara sebagai anggota dewan pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) digunakan untuk Persyarikatan Muhammadiyah, disumbangkan untuk membangun almamaternya Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta, atau membantu masyarakat di sekitarnya.
Para pemimpin Muhammadiyah dari zaman KH Ahmad Dahlan sampai saat ini, sudah selesai dengan dirinya. Maka dengan mudah mengamalkan pesan KH Ahamd Dahlah:
“Hidup-hidupilah Muhammadiyah, Jangan Mencari Hidup di Muhammadiyah.”
Semisal contoh, para aktivis Muhammadiyah yang bergerak di bidang sosial di panti asuhan anak yatim, para aktivis yang mencari donasi, sebelumnya telah memiliki pekerjaan sehingga tidak membebani amal usaha. Mereka hidup tidak dari aktifitas filantropi, akan tetapi dari pekerjaan mereka, baik itu guru, karyawan, pegawai, atau pedagang.
Kasus Lembaga Filantropi Selewengkan Dana Donasi
Belakangan ini, kita digemparkan dengan pemberitaan terkait lembaga filantropi yang pengurusnya hidup bergelimpangan kemewahan. Pemberitaan ini sebenarnya tidak mengejutkan karena kemewahan itu telah nampak sejak lama di depan mata masyarakat.
Banyak yang mengatakan jika aktivis filantropi tidak digaji besar, akan menghasilkan golongan fakir miskin atau mustahiq zakat, telah dibantah oleh Muhammadiyah.
Dibantah melalui aksi-aksi nyata kader-kadernya. Karena aktivis filantropi di Muhammadiyah tidak hidup dan menghidupi dirinya dari aktivitas filantropi akan tetapi dari pekerjaannya sendiri.
Target yang akan dijalankan sangat jelas. Program-program yang akan dijalankan juga sangat jelas. Pelaporannya juga jelas.
Syariat Islam Mengutuk Mereka yang Memakan Harta Orang Miskin
Syariat Islam sangat mengutuk mereka yang memakan harta anak yatim dan fakir miskin, yaitu harta-harta yang disedekahkan untuk fakir miskin. Mereka yang menggunakan narasi propaganda seolah-olah akan menerapkan syariat Islam, ternyata memakan hak-hak anak yatim dan fakir miskin.
KH Ahmad Dahlan sudah lama mewanti-wanti perbuatan tercela ini dalam kajian Surah Al Ma’un yang diulang berkali-kali. Menjadikan ibadah seperti sholat hanya untuk pencitraan akan tetapi memakan hak kaum fakir miskin.
Allah SWT secara jelas menamai mereka sebagai orang-orang yang berdusta atas nama agama.
Maka benar apa yang disampaikan Mantan Mufti Mesir Prof. Ali Jum’ah, bahwa mereka ini tidak memahami syariat Islam dan tidak akan mampu menerapkan syariah Islam.
Editor: Yahya FR