Kita mulai pembahasan kali ini dengan kalimat “al ‘ilmu nuurun wal jahlu dlaarun”, yang berarti ilmu adalah cahaya, dan kebodohan adalah bahaya. Sebuah ungkapan dari Imam Syafi’i yang juga berbunyi “Al ilmu nurun, wa nuurullahi la yuhda lil ‘ashy” (Ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak diberikan kepada orang yang bermaksiat). Adapula kalimat “tuntutlah ilmu sampai ke Negeri Cina”, menandakan bahwa ilmu sangatlah penting bagi kita, meskipun jauh, sebisa mungkin kita cari walau sampai ke negeri lain. Tetapi apakah ilmu itu bisa di turunkan (di wariskan) kepada orang lain, atau anak cucu kita sendiri? Lalu, Al-Ilmu itu Nuurun atau Nurun?
Ilmu itu Nuurun
Mungkin kita semua sering mendengar dan mengerti, bahwa Allah akan mengangkat derajat orang yang berilmu (QS. Al Mujadilah : 11).
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا۟ فِى ٱلْمَجَٰلِسِ فَٱفْسَحُوا۟ يَفْسَحِ ٱللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟ يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Wahai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Dari sini kita memahami bahwa ilmu itu sangat penting bagi setiap manusia, apalagi seorang muslim. Sebab dalam sebuah hadis yang berbunyi;
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
”Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224.)
Maka tidak heran, jika ilmu menjadi modal utama manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia. Namun sesungguhnya untuk menggapai kebahagiaan di akhirat juga harus mempunyai ilmu,
مَنْ أَرَا دَالدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِا لْعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَالْاآخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ
”Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan Akherat, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu”. (HR. Turmudzi).
Oleh sebab itu, ilmu akan menjadi senter (penerang), sebagai cahaya manusia di kala sedang mengalami kegelapan (kesulitan), dan segalanya akan terasa mudah kalau memiliki ilmunya. Ilmu juga dapat menyelamatkan kita bukan hanya saat masih di dunia, bahkan ketika ilmu yang kita punya bermanfaat bagi orang lain, maka akan menjadi amal jariyah yang terus mengalir pahalanya meski kita berada di liang lahat (alam kubur). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seorang manusia mati, maka terputuslah darinya semua amalnya kecuali dari tiga hal; dari sedekah jariyah atau ilmu yang diambil manfaatnya atau anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim no. 1631).
Maka, ilmu merupakan penerang (cahaya) bagi manusia itu sendiri. Jikalau hidupnya tanpa ilmu, manusia akan merasakan kegelapan dalam mengarungi kehidupan. Oleh sebab itu, ketika kita memiliki iman, maka hidup kita akan terasa nyaman. Dan ketika kita memiliki ilmu, hidup kita akan lebih mudah dan terarah.
Mungkin ini yang bisa disebut sebagai ilmu nurun, yang dalam bahasa Jawa berarti mengikuti, mewarisi. Apakah ilmu bisa nurun? Nurun ke anak, saudara, atau orang lain yang bukan saudara kita?
Ilmu bisa Nurun?
Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang bisa berguna bagi orang lain, bukan malah ilmu itu kita simpan sendiri untuk kepentingan kita sendiri. Maka ilmu yang kita dapat akan sia-sia, karena tidak dapat memberikan manfaat bagi sekitar kita. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
بلِّغُوا عَنِّي ولَوْ آيَةً، وحَدِّثُوا عنْ بَنِي إسْرَائيل وَلا حَرجَ، ومنْ كَذَب علَيَّ مُتَعمِّداً فَلْيتبَوَّأْ مَقْعَدهُ مِنَ النَّار
“Sampaikanlah petunjuk dariku meskipun satu ayat dan ceritakanlah tentang Bani Israil dan tidak mengapa. Dan barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, hendaknya dia menempatkan tempat duduknya dari api neraka.” (HR. Bukhari Muslim).
Dari hadis tersebut kita bisa mengambil kesimpulan, bahwa menyampaikan ilmu sangat dianjurkan bagi setiap muslim. Dan mengajarkan ilmu kepada orang lain merupakan jihad fi sabilillah. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman,
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Q.S. At-Taubah: 122).
Oleh karenanya, menyampaikan ilmu adalah sama halnya kita berdakwah. Ketika ilmu tadi nurun (diikuti) oleh orang lain, maka akan menjadi amal jariyah bagi kita nantinya di kehidupan berikutnya (alam kubur). Rasulullah juga menyampaikan dalam sebuah hadis yang artinya,
“Dari Abu Hurairah berkata, “Rasuulullaah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Barang siapa ditanya mengenai suatu ilmu lalu ia menyembunyikannya, maka ia akan dicambuk dengan cambuk dari api neraka pada hari kiamat.” (H.R. Abu Daud).
Hadis di atas menegaskan bahwa seseorang yang mempunyai ilmu, hendaknya mengajarkan ilmu yang ia punya kepada orang lain. Namun ketika orang yang berilmu terseut tidak mau mengamalkan ilmunya atau bahkan menyembunyikannya, maka orang yang berilmu tersebut akan berdosa dan mendapat siksa. Naudzubillah min dzalik. Ilmu itu sebenarnya bisa nurun ke anak cucu kita ataupun orang lain. Tinggal bagaimana kita dalam menyampaikan, dan dari pribadi manusia itu sendiri.
Karena terkadang, ilmu seorang anak tidak selalu berasal (nurun) dari orang tuanya. Karena setiap anak atau individu memiliki passion atau kelebihan dan kekurangan, serta bakat minat sendiri-sendiri.
Jadi, ketika kita memiliki sebuah nikmat berupa ilmu, kita harus me-nurun–kan, mengamalkan, atau menularkan ilmu yang baik tersebut kepada orang lain. Agar ilmu yang kita miliki dapat memberikan manfaat bagi sesama, dan tidak akan membuat kita rendah ketika kita menularkan ilmu yang kita punya kepada orang lain.
***
Maka, ilmu merupakan nuurun (cahaya) bagi setiap manusia yang memilikinya, dapat menerangi kita dalam mengarungi kehidupan. Segala urusan harus dilakukan dengan dasar ilmu, ilmu agama dan juga ilmu pengetahuan (umum). Sesuatu yang dipegang oleh orang yang bukan ahlinya (tidak memiliki ilmu), akan mengalami kehancuran sebagaimana hadis Rasulullah yang berbunyi;
إِذَا وُسِدَ الأَمْرُ إلى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ
“Apabila suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya” (HR. Muslim.)
Oleh sebab itu, ilmu sangatlah penting dalam kehidupan, bukan hanya di dunia, tetapi juga di akhirat kelak. Ilmu juga haruslah kita turunkan (amalkan, tularkan) kepada orang lain, tidak perlu menunggu menjadi guru, ustadz, atau lainnya.
Apapun profesi kita, kita masih bisa berdakwah dan mendakwahkan ilmu, terutama ilmu agama. Sebagai seorang yang beriman, kita tidak saja mendalami ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum. Sehingga kita menjadi umat Islam yang berkemajuan, mampu menjawab tantangan zaman.