Aksi teror dipandang sebagai bentuk jihad dalam wacana Islam oleh banyak kelompok seiring dengan perkembangan aksi-aksi teror yang terjadi. Dalam tradisi Islam, jihad memiliki makna beragam. Namun, secara garis besar dibagi menjadi dua konsep. Yaitu konsep moral yang dimaknai sebagai perjuangan melawan hawa nafsu juga konsep politik yang diartikan dengan konsep perang yang adil.
Bonney menegaskan bahwa seiring berjalannya zaman, konsep jihad pada masa awal Islam yang diartikan dengan “perang”, sangat berbeda dengan pemaknaan pada era modern Islam. Hal ini merupakan suatu hal yang anakronistis bahkan sampai merusak reputasi Islam.
Bentuk-bentuk aksi yang banyak terjadi pada masa ini sebagaimana gerakan-gerakan yang diluncurkan oleh sekelompok teroris yang berjuang atas nama Islam.
Definisi Terorisme dalam Berbagai Perspektif
Secara definisi, terorisme menurut Ismatu Ropi diartikan sebagai instrumen dari sebuah proyek politik atau agama. Di mana para pelakunya terus berupaya mencari dukungan dengan melakukan serangkaian aksi kekerasan secara demonstratif yang diikuti oleh berbagai ancaman. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk menekan, mengintimidasi atau memaksa dengan kekerasan atas target atau sasaran.
Adapun menurut konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa, terorisme didefinisikan sebagai segala bentuk tindakan kejahatan yang ditujukan langsung kepada negara. Memiliki maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas.
Sementara menurut Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, terorisme adalah perbuatan melawan hukum secara sistematis dengan maksud untuk menghancurkan kedaulatan bangsa dan negara dengan membahayakan bagi badan, nyawa, moral, harta benda, dan kemerdekaan orang atau menimbulkan kerusakan umum atau suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas, sehingga terjadi kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, kebutuhan pokok rakyat, dan lain-lain.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat diketahui bahwa terorisme adalah aksi atau gerakan tertentu yang menggunakan cara kekerasan dan ancaman untuk menciptakan ketakutan publik yang ditujukan kepada satu atau beberapa negara atau masyarakat atau kelompok masyarakat tertentu atau individu.
Politik Teror
Berdasarkan literatur ilmu politik, politik teror memiliki 4 komponen. Di antaranya kental dengan kekerasan. Di mana kekerasan adalah bagian yang dibutuhkan dalam membuat aksi politik menghalalkan segala cara. Karena mereka berpandangan bahwa tujuan dari aksinya ialah bagian dari perjuangan mereka untuk dapat meraih apa yang menjadi hak mereka.
Gerakannya pun berupa suatu gerakan terselubung, sehingga kasus politik teror ini selalu berpotensi menjadi misteri yang tak pernah terungkap. Kemudian berbentuk militansi dan fanatisme pelaku yang artinya mereka sangat bersemangat dan fanatik dalam membela golongannya.
Selain itu, apabila misi utama kelompok itu berbau keagamaan atau kemerdekaan sebuah bangsa, aksi nekat yang dilakukan oleh para pelaku sampai pada aksi bunuh diri merupakan hal yang biasa. Bagi mereka pelaku teror, nyawa menjadi pengorbanan tertinggi dari perjuangan mereka.
Ayat Al-Qur’an Landasan Gerakan Terorisme
Dengan aksi-aksi yang dilakukan oleh kelompok terorisme ini, terdapat beberapa kelompok yang menjadikan dalil-dalil ayat Al-Qur’an sebagai landasan dari gerakannya. Mereka hanya mendasarkan dalil-dalil tersebut dengan keterbatasan kemampuan subjektif dan kepentingan. Jadi, mereka hanya memahami secara literal dan hanya mengambil satu makna dari sekian banyaknya penafsiran. Salah satu ayat Al-Qur’an yang dijadikan dalil dari aksi-aksinya, yaitu QS. al-Taubah ayat 5 yang berbunyi :
فَإِذَا انْسَلَخَ الأشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya: Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian. Jika mereka bertobat dan mendirikan salat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Berdasarkan ayat diatas, as-Sa’di menjelaskan apabila sudah habis bulan-bulan yang padanya diharamkan memerangi orang-orang musyrik sebagaimana dalam perjanjian, yakni empat bulan. Lalu apabila telah selesai waktu tersebut maka tanggung jawab telah terbebas dari mereka.
Kemudian diperintahkan untuk membunuh orang-orang musyrik di tempat dan waktu apapun juga menangkap mereka sebagai tawanan. Selain itu juga mengepung mereka dengan mempersempit gerak mereka atau tidak membiarkan mereka bergerak leluasa di muka bumi. Karena mereka tidak layak untuk tinggal didalamnya dan tidak berhak atasnya sejengkalpun karena bumi ini adalah bumi Allah.
Di setiap kesempatan dan tempat yang mereka lewati untuk selalu bersiap siaga dalam berjihad melawan mereka juga selalu keluarkan usaha dalam hal ini dan terus bersikap demikian sehingga mereka bertaubat dari kesyirikan mereka. Apabila orang-orang musyrik tersebut bertaubat dari kesyirikan, mendirikan shalat serta menunaikan zakat maka mereka akan mendapatkan kebebasan, serta mendapatkan hak dan beban sebagaimana orang-orang muslim.
Tafsir Al-Azhar tentang QS. al-Taubah Ayat Lima
Hal ini kemudian diperjelas oleh Prof. Hamka dalam tafsirnya, Al-Azhar bahwa turunnya ayat tersebut dilatar belakangi dengan peristiwa penaklukkan kaum musyrikin oleh pasukan Islam. Kemudian mereka mengadakan sebuah perjanjian.
Pada ayat diatas, telah disebutkan bahwasanya perjanjian tersebut ialah dalam jangka waktu 4 bulan. Yakni sejak 10 Dzulhijjah tahun kesembilan sampai 10 Rabi’ul Akhir tahun kesepuluh untuk tidak melakukan peperangan. Selama 4 bulan ini, kaum musyrikin diberi kebebasan untuk berjalan kemana-mana juga diizinkan masuk negeri makkah dan negeri mana saja.
Pada masa 4 bulan ini juga, kaum musyrikin diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berpikir menentukan sikap bertaubat atau bahkan menyusun strategi untuk memerangi Islam. Selepas dari 4 bulan, dianjurkan bagi umat Islam untuk kembali waspada, memerangi mereka dan membunuh mereka dimanapun mereka berada.
Karena sudah jelas, apabila mereka tidak mengambil kesempatan taubat dalam masa 4 bulan tersebut, tandanya mereka telah memilih untuk menyusun kekuatan dalam melawan umat muslim.
Dalam Tafsir Al-Azhar juga dijelaskan bahwasanya ibadah itupun wajib dijaga dengan senjata. Artinya, apabila hendak menghalangi beribadah lalu diperangi maka wajib bagi kaum muslimin untuk memerangi pula. Akan tetapi, syaratnya ialah agar dalam peperangan tersebut tidak melampaui batas.
Dengan ketentuan pertama ialah tidak memulai terlebih dahulu. Kedua, tidak membunuh orang tua, perempuan, anak-anak, dan tidak merusak tempat ibadah juga agar tidak membunuh orang yang telah menyerah, ataupun mencincang orang mati. Kepada mereka yang melakukan ibadah, diperintahkan untuk selalu siap sedia karena telah diizinkan untuk berperang apabila mereka diperangi.
Editor : Revoluna Zyde