Inspiring

Sumbangsih Keilmuan Albert Bandura

3 Mins read

Albert Bandura Meninggal Dunia

Rabu 28 Juli 2021 tepatnya pada malam hari saya lumayan dikejutkan oleh kabar duka dari dunia psikologi tentang kematian seorang psikolog kontemporer yang cukup tersohor. Albert Bandura.

Keterkejutan saya sebenarnya biasa-biasa saja karena kematian adalah hal yang wajar dan pasti di rasakan oleh setiap manusia. Namun pada keesokan harinya keterkejutan yang biasa-biasa saja itu di tambah dengan perasaan sanksi saya setelah melihat banyaknya status WA dan IG story teman saya yang “berduka” atas kepergian Bandura. 

Tentu beberapa teman saya yang mem-posting di platform mereka adalah orang-orang yang setidaknya tau siapa itu Bandura. Apalagi isu kesehatan mental saat ini sedang jadi primadona di kalangan intelektual muda.

Kesankian yang saya rasakan tidak serta merta hadir begitu saja. Perasaan ini adalah hasil kumulatif perasaan yang sudah lama saya rasakan tentang keilmuan psikologi, yang di mana menurut pengamatan saya, pengilhaman terhadap banyaknya teori psikologi hanya sebatas “depresi” “insecurity” “overthinking”. Yang mana, kebanyakan diromantisasi hingga timbul kata self-love.

Menuju kabar kematian Bandura, layaknya kita sebagai manusia perlu memberikan penghormatan setinggi-tingginya dan berduka sedalam-dalamnya akan kepergiaan seorang tokoh psikolog terbesar Abad ini. Namun tidak hanya sebatas di status WA atau IG story saja.

Adapun hal yang dapat dilakukan untuk menyambut kabar ini adalah melakukan refleksi mendalam terhadap teori dan ide cemerlang Albert Bandura.

Sebagaimana dalam teorinya tentang social learning theory atau lebih dikenal social cognitive theory, Bandura menjelaskan salah satu asumsi dasar perilaku dan kepribadian manusia adalah Reciprocal determinism and human agency.

Albert Bandura: Reciprocal Determinism and Human Agency Menurut Bandura

Reciprocal determinism and human agency menurut pandangan Bandura adalah sebuah status bahwa manusia adalah agen yang dapat merubah atau mempengaruhi kejadian yang hadir dengan aksi-aksinya.

Baca Juga  Ibnu Katsir: Mufassir Multidisiplin

Selanjutnya, Bandura juga menyatakan manusia adalah contributor utama bagi rangkaian hidupnya. Bahkan, bandura percaya bahwasannya manusia adalah pencipta terbaik atas sistem sosial. Yang pada perkembangannya, akan mempengaruhi keberfungsian dari manusia itu sendiri. Singkatnya, manusia lah yang secara penuh memegang kendali akan kehidupan pribadi maupun sosialnya.

Tidak hanya sampai di situ, Bandura menjelaskan secara rinci ada model dan mekanisme yang mengaktifkan pengaruh timbal balik perilaku atau disebut triadic reciprocal determinism.

Tiga faktor utamanya adalah lingkungan, individu dan perilaku. Ketiganya saling berkaitan yang mana perilaku dibentuk dari lingkungan sekitarnya, dan lingkungan sekitar mempengaruhi individu. Pun berlaku sama untuk individu.

Individu mempengaruhi lingkungan dan perilakunya sendiri juga pada akhirnya perilaku individu mempengaruhi lingkungan dan individu itu sendiri. Walaupun catatan utamanya adalah ketiga faktor ini memiliki intenstas dan tingkat pengaruh yang berbeda-beda.

Sebagai contoh, kematian Bandura adalah sebuah kondisi yang menyebabkan lingkungan sosial berduka sehingga munculah perilaku individu yang membuat status WA dan IG story ucapan duka.

Tentunya hal ini berpengaruh pada individu lain untuk berperilaku demikian dan terus berputar. Namun, kesanksian saya apakah ini hanya pola yang berputar dan berulang tanpa ada makna?

Meminjam istilah Descartes yaitu aku berpikir maka aku ada. Jadi, pemaknaan terhadap kematian bandura adalah hal yang seharusnya lebih dilakukan dan dirasakan ketimbang hanya sekedar mengunggah status WA dan IG story.

Bagaimana Cara Mengambil Kendali Diri Kita Secara Penuh?

Pertanyaan selanjutnya merujuk kepada refleksi kematian bandura adalah bagaimana akhirnya kita dapat memegang kendali penuh atas diri kita setelah penjabaran yang cukup kontraditif dari Bandura.

Pertama, perlu dipahami bahwasannya kontraditif bukan berarti tidak solutif. Selanjutnya, Bandura menjelaskan secara cerdas bahwa asumsi dasar perilaku manusia selanutnya adalah self-efficacy.

Asumsi ini menjelaskan bahwa self-efficacy merupakan penilaian terhadap kemampuan diri untuk melakukan hal tertentu hingga hal tersebut dilakukan.

Baca Juga  Konsep Pesantren Muhammadiyah

Bandura setelahnya, menempatkan bahwa perilaku manusia disebabkan oleh unsur self bukan psikis. Self di sini diejawantahkan menjadi sistem kognitif diri yang mengontrol tingkah laku dengan memberikan pedoman dan mekanisme ke struktur kognitif berupa fungsi-fungsi persepsi, evaluasi, dan pengaturan tingkah laku itu sendiri.

Singkatnya, perilaku kita hadir atas otonomi diri kita sendiri karena diri kita bisa menilai sejauh mana kita bisa bertindak dan proses penilaian tersebut utamanya tidak dikarenakan faktor psikis namun mekanisme kognitif kita.

Tentunya, Bandura secara realistis dan cerdas menyampaikan bahwa proses pembentukan self-efficacy ini tidak terjadi begitu saja, ada proses panjang nan reflektif. Menurutnya, prosesnya meliputi proses kognitif yang artinya kemampuan seseorang melakukan sesuatu hadir karena kemauan untuk menuju sebuah tujuan yang di proyeksikan lewat kognitifnya.

Selanjutnya proses seleksi, dalam proses ini individu akan dihadapkan dengan realita yang akan diproses kognitif mengenai tantangan yang akan dihadapi individu dalam melakukan sesuatu.

Jika seseorang memiliki selfefficacy rendah, ia akan cenderung untuk tidak melakukan hal tersebut dan payahnya ini akan berdampak pada kemampuannya yang berhenti pada batas seleksi yang ia proyeksikan sendiri.

Pembentukan self-efficacy melalui dua proses besar tersebut dan selanjutnya Bandura menekankan bahwa self-efficacy dibentuk dan terbentuk melalui pengalaman performasi yang berarti suatu capaian yang pernah dicapai individu sebelumnya.

Diterangkan selanjutnya adalah pengalaman vikarius yaitu pengalaman yang diperoleh lewat imitasi dan modelling terhadap suatu subyek.

Setelahnya adalah self-efficacy dibentuk dan terbentuk melalui persuasi sosial dan keadaan emosi dan fisik walaupun catatan pada poin ini menurut Bandura tidak terlalu memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan self-efficacy.

Tak Masalah Merayakan Duka

Mudahnya, dari teori yang dipaparkan oleh Bandura dan kaitannya dengan kematiannya, menurut hemat saya bahwa sebenarnya tidak ada masalah sama sekali untuk merayakan duka dengan mengunggah dan meramaikan status WA dan IG story dengan ucapan duka kepada Bandura.

Baca Juga  Tiga Pendekar Kemanusiaan: Gus Dur, Cak Nur, dan Buya Syafii

Namun, ada hal yang lebih baik lagi untuk kita menghormati jasa Bandura terhadap dunia keilmuan psikologi yaitu dengan menjadi human agency yang dimaksud Bandura yaitu dengan menjadi agen-agen intelektual yang memiliki kekuatan, kemampuan, dan otonomi diri untuk berprilaku bijak dan baik dilingkungan sosial kita dengan segala kondisinya yang dinamis. Selamat merayakan duka, terkenang untuk selamanya. Albert Bandura.

Editor: Yahya FR

Avatar
6 posts

About author
Rausyn Fikr. Sedang dalam proses menuntut ilmu di Universitas Negeri Yogyakarta.
Articles
Related posts
Inspiring

Imam Al-Laits bin Saad, Ulama Besar Mesir Pencetus Mazhab Laitsy

3 Mins read
Di zaman sekarang, umat Islam Sunni mengenal bahwa ada 4 mazhab besar fiqh, yang dinisbahkan kepada 4 imam besar. Tetapi dalam sejarahnya,…
Inspiring

Ibnu Tumart, Sang Pendiri Al-Muwahhidun

4 Mins read
Wilayah Maghreb merupakan salah satu bagian Dar al-Islam (Dunia Islam) sejak era Kekhalifahan Umayyah. Kebanyakan orang mengenal nama-nama seperti Ibnu Rusyd, Ibnu…
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds