Tamantirto-Jogja, Kamis 10 Maret 2022. Pukul tujuh pagi si kecil sudah selesai mandi. Tetapi setelah memakai baju dia tiduran lagi. Sambil memeluk bantal dia letakkan kepala di depanku. Akupun mengelus rambutnya sepenuh sayang. Onti yang berada di samping dan ingin membelai tidak diizinkannya. Beberapa menit kemudian dia minta digendong ke halaman belakang.
Di depan Ayah, Bunda, Uti, Nino, Onti, Oo, dan beberapa keluarga dekat yang datang menghantarkan keberangkatannya si kecil tidak mau turun dari gendonganku. Rupanya ini waktu untukku si-Kakek. Giliran Nino sudah diberikan sepanjang malam sebelumnya. Sedangkan untuk Onti sudah diberikan pada hari sebelumnya. Si kecil yang belum genap berumur empat tahun ini sudah membagi waktu melepas rindu pada orang-orang satu rumahnya. Dia akan terbang jauh. Menuju Norwegia. Mengikuti Bundanya yang studi lanjut S-3 disana. Si kecil ini bernama Alia. Cucu pertama kami.
Alia si Cucu Global
Lima tahun sebelumnya, pada 2017, Dilla anak pertama kami, diterima sebagai mahasiswa S2 di Manchester University. Dia berangkat bersama Ridwan suami yang menikahinya dua tahun sebelumnya. Dilla lalu mengikuti suaminya yang programer di Samsung Jakarta. Dalam masa ini Dilla berburu beasiswa luar negeri. Alhamadu lillah Dilla diterima di beberapa perguruan tinggi, satu di Taiwan dan dua di Inggris.
Tentang ini aku sudah tuliskan dalam “CINTA BACA Menembus Cakrawala.” Dilla berhasil menyelesaikan studinya tepat waktu. Ketika dia wisuda aku dan istri kecipratan rezeki menginjakkan kaki dan berkeliling Inggris. Dilla kemudian pulang ke tanah air dalam kondisi mengandung lima bulan anak pertamanya. Anak ini kemudian lahir di Jogja dan diberi nama Alia. Jadi Alia direncanakan di Inggris dan lahir di Indonesia. Maka aku menyebut Dilla, suaminya, serta Onti sebagai si Anak global. Dan Alia bisalah disebut sang Cucu Global.
Sebagai cucu global, kelahiran Alia memunculkan beberapa keunikan. Khususnya pada penyebutan orang-orang terdekatnya. Dua orang tuanya dipanggil Ayah dan Bunda. Panggilan kakek-nenek dari jalur ayahnya yang orang Jawa adalah Eyang Kakung-Eyang Putri, disingkat Akung-Uti. Panggilan kakek-nenek dari jalur ibunya adalah Nakek-Nino. Ini sebutan kakek-nenek bagi orang Kerinci, kampung halamanku. Dalam hal ini istriku yang orang Jepara memilih menggunakan bahasa Kerinci.
Menurutnya sebutan Nino itu unik dan enak didengar. Sedangkan panggilan bibinya adalah Onti. Ini kesepakatan tidak tertulis antara Dilla dengan Fia adiknya, anak bungsu kami. Ketika Alia masih dalam kandungan ibunya di Manchester, Fia sempat berkunjung kesana. Lalu mereka bersepakat menggunakan kata Onti untuk si adik bayi ketika nanti memanggil bibinya. Onti dari akar kata aunt (Inggris) yang berarti bibi. Rupanya dalam hal ini beda generasi beda pula rasa bahasa.
Bahasa dan Komunikasi Keluarga
Selanjutnya di rumah Alia dilatih berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Ini merupakan bahasa sehari-hari keluarga kami. Kami juga menggunakan bahasa Jawa. Ketika bermain sesama anak kecil di kampung kami Alia juga menggunakan campuran bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Demikian juga dengan para anak dan menantuku. Uniknya antara Dilla dan Fia sering berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Rupanya ini bagian dari strategi mereka menguasai bahasa bahasa global tersebut.
Sedangkan bahasa Kerinci digunakan ketika ada saudara atau tamuku orang Kerinci berkunjung. Jadi satu-dua kalimat dalam Bahas Kerinci difahami anggota keluargaku. Untuk Alia, buku-buku bacaan yang disiapkan Ayah-Bundanya sebagian besar berbahasa Indonesia dan sebagian berbahasa Inggris. Jadi meski disiapkan menjadi anak global kepada Alia tetap ditanamkan kecintaan pada asal usul. Khususnya pada bahasa Ayah-Bunda dan bahasa Nakek-Ninonya.
Pada usia tiga bulan Alia masuk program baby class di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Kebetulan Nino si Alia merupakan pimpinan Nuraini, PAUD unggulan nasional untuk propinsi DIY. Karena itu di rumah Alia dimanjakan oleh banyak buku dan alat permainan edukatif. Untuk itu aku membuatkan banyak rak sebagai tempat menata buku dan alat bermain Alia.
Kebetulan sejak pandemi Covid-19 mewabah aku menemukan kebiasaan baru yang sangat mengasyikkan, yaitu menjadi tukang kayu. Untuk ini aku sekarang sudah memiliki perlengkapan standar yaitu bor listrik, jigsaw, mesin serut, dan gerinda listrik. Untuk ini juga aku memiliki ruang khusus di halaman belakang rumah kami. Lebih dari tiga puluh item sudah aku buat. Paling banyak rak dan meja indah tempat menata buku dan mainan Alia. Maka, kini tepi dan sudut dinding ruang tengah dan belakang rumah kami dan dan tentu saja kamar Alia dipenuhi rak, meja buku, dan mainan Alia.
Pandemi dan Prokes
Alia berumur dua tahun ketika pandemi Covid-19 mewabah. Maka acara bermain dan jalan-jalan bersama Alia menjadi terbatas. Apalagi kemudian aku harus menjalankan amanat baru memimpin Lazismu yang berkantor di Jakarta. Ketua sebelumnya diangkat menjadi Dirjen di Kemenag. Maka protokol kesehatan (prokes) berlaku di rumah kami. Termasuk interaksi langsung antara Nakek dan Nino dengan Alia.
Sesampai di rumah setelah keluar kota, misalnya, aku harus membersihkan diri sedmikian rupa sebelum bermain dengan Alia. Itupun harus memakai masker. Ini semua untuk menjaga sang cucu yang belum divaksin tidak terpapar virus corona. Aku juga membatasi interaksi dengan para tetangga dekat maupun jauh. Maka Mas Gito, pak RT sahabat dekatku, setengah bergurau pernah berucap, “Pak Mahli sekeluarga saiki lagi ndelik.”
Seiring dengan mengendurnya pandemi, kami tetap menjaga prokes. Berita gembiranya ibunda Alia diterima S3 di Norwegia. Maka kami makin waspada. Akan sangat repot bila saat berangkat Alia dan Ayah-Bundanya terpapar Corona. Jadwal keberangkatan, tiket pesawat Jogja-Norwegia yang sudah di tangan, dan berbagai urusan lainnya tentu menjadi tidak mudah.
Untungnya dua hari menjelang keberangkatan keluar pengumuman pemerintah. Bahwa semua tes PCR maupun antigen tidak diperlukan lagi. Maka, situasinya menjadi lebih longgar. Alia bersama Ayah-Bundanya tidak harus menunjukkan hasil tes antigen untuk bisa terbang ke Jakarta. Demikian juga ketika naik pesawat lanjutan Jogja-Amsterdam-Norwegia. Di Norwegia sendiri sudah tidak ada masalah pandemi. Segala macam tes dan karantina tidak lagi menjadi syarat keluar-masuk. Bahkan sehari-hari warga di sana sudah tidak memakai masker.
Penerbangan Pertama Alia
Pada sisi lain kami kuatir Alia akan mengalami kesulitan dalam perjalanan ini. Pertama, ini penerbangan perdana bagi Alia. Perjalanan lainnya Alia baru naik mobil dan kereta api. Kedua, ini penerbangan sangat panjang. Alia terbang dari Jogja menuju Jakarta Kamis, jam 11.30. Di Jakarta Alia harus transit di hotel bandara menunggu penerbangan lanjutan pada pukul 23.00 WIB.
Selanjutnya, Alia akan terbang 12 jam nonstop menuju Amsterdam. Disini Alia kan transit lagi selama beberapa jam menunggu penerbangan terkahir menuju Torndheim-Norwegia. Maka kami menyiapkan banyak mainan favorit Alia untuk dibawa ke kabin. Harapannya Alia tidak bosan selama penerbangan. Kekhawatiran kami ternyata tidak terbukti. Alia menikmati seluruh perjalanannya. Ini karena sosialisasi yang baik sudah dilakukan pada Alia sejak jauh hari sebelumnya. Misalnya Alia dilibatkan dalam membeli berbagai perlengkapan di negeri dingin. Khususnya sepatu dan penghangat untuknya.
Jumat pagi, 11 Maret 2022 aku si Nakek dan istriku si Nino meluncur ke Cepu. Perjalanan ini akhirnya menjadi bagian dari usaha si kakek-nenek ini agar tidak larut dalam sedih ditinggal cucu tersayang. Kebetulan si Nakek ada agenda membuka Rakerwil Lazismu Jawa Tengah besok harinya. Perjalanan dengan menyopir mobil sendiri melalui Solo, kota di mana pertama kali Nakek bertemu Nino tiga puluh enam tahun sebelumnya.
Kami pun makan siang di seberang gedung Rektorat UMS almamater tercinta. Menjelang magrib kami memasuki Hotel Kyriad Anna Cepu. Sebuah video pendek masuk ke grup WA keluarga. Alia berlari-lari gembira diikuti Ayah-Bundanya di tengah ramai lalu lalang pengunjung Bandara Schipol, Amsterdam. Dia sudah menggunakan baju hangat tebal yang dibelinya sendiri di Jogja. Alia nampak sangat ceria. Empat jam berikutnya sebuah pesan WA masuk dari Dilla Bunda Alia “Alhamdu lillaah landing di Trondheim.. “
***
Perasaanku campur aduk menyaksikan foto dan video demi video perjalanan Alia Si Cucu Global ini. Tentu saja kami bersyukur pada Allaah dan senang dengan keberangkatan anak-anak muda generasi global ini. Setelah sebelumnya di Inggris, kini Alia bersama Ayah Bundanya kembali menyongsong masa depan di Norwegia. Sesudah itu entah kemana lagi.
Kami memang menangis ketika menghantarkan mereka di bandara Yogyakarta International Airport dua hari yang lalu. Tetapi itu adalah tangis bahagia. Semoga Alia si Cucu Global selalu sehat dan ceria. Demikian juga dengan Ayah dan Bundanya. Sampai beberapa tahun ke depan kita berjumpa lagi di tanah air. Atau, kalau ada cukup rezeki, Nakek dan Nino mengunjungi Alia di negeri yang berbatasan langsung dengan kutub utara ini. Insya Allaah.
KA Argo Lawu, dalam perjalanan Tugu-Gambir, 15-03-22
Editor: Nabhan