Akhlak

Amal Saleh yang Diterima: Tanda-tanda yang Terlihat

4 Mins read

Sebelumnya telah dibahas cara mendeteksi amal saleh yang diterima bagian pertama. Ditutup dengan kisah Hasyim, sahabat Nabi yang diberitahu malaikat akan pentingnya amal saleh terhadap manusia.

Mendengar hal tersebut, Hasyim bagaikan tersambar petir di siang bolong. Hasyim seketika tersadar bahwa hubungan ibadah manusia ternyata tidak cukup hanya kepada Allah SWT saja (hablum minallah), namun juga hubungan sesama manusia (hablum minannas) dan alam (hablum minal’alam).

Himah yang Dipetik

  1. Jangan pernah merasa bangga dengan keshalihan individual yang selama ini kita kerjakan; seperti shalat, puasa, dzikir, sedekah, dan lain-lainnya, jika tidak dibarengi dengan keshalihan sosial, seperti rasa solidaritas pada sesama manusia dan makhluk ciptaan-Nya.
  2. Kisah ini mengajarkan bahwa ibadah ritual (seperti shalat, puasa, zakat dan yang lainnya) tidak ada artinya jika pelakunya tidak melakukan amal sosial.
  3. Bahkan mereka yang mengabaikan anak-anak yatim dan tidak mau memberi makan kepada fakir-miskin oleh Allah SWT disebut sebagai ‘pendusta agama’ (Q.S. Al-Maun).
  4. Di musim pandemi seperti saat ini, keshalihan dan rasa kemanusiaan kita benar-benar sedang diuji. Di luar sana banyak saudara kita yang membutuhkan uluran tangan kita. Ini adalah kesempatan terbaik kita untuk saling membantu sesama.
  5. Saat ini fisik kita memang harus berjauhan, namun hati dan pikiran kita harus tetap saling bertautan.

Dimudahkan Mengerjakan Amal Saleh Berikutnya

Tanda bahwa amal kita diterima yaitu dimudahkan oleh Allah SWT untuk mengerjakan amal-amal saleh berikutnya. Artinya, jika suatu amal kebaikan melahirkan kebaikan-kebaikan lainnya itu artinya amal yang kita kerjakan tersebut diterima  Allah SWT.

Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَآتَاهُمْ تَقْواهُمْ

“Dan orang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan balasan ketaqwaannya.” (QS. Muhammad 47 : 17)

Baca Juga  Ketika Pilihanmu Surga

Imam Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata:

“Sesungguhnya diantara balasan amalan kebaikan ialah (dimudahkan Allah) melaksanakan kebaikan setelahnya. Dan diantara hukuman atas perbuatan buruk ialah melakukan keburukan setelahnya. Maka, apabila Allah telah menerima (amalan dan taubat) seorang hamba, niscaya Allah akan memberinya taufiq untuk melaksanakan ketaatan (kepada-Nya), dan memalingkannya dari perbuatan maksiat (kepada–Nya).”

Jika amal-amal shalih seperti puasa, shalat, haji dan lain-lain tidak berbuah amal shalih dan menambah kebaikan pada seseorang atau malah ia terjatuh dalam berbagai kemaksiatan, maka itu merupakan tanda tidak diterimanya amal-amal shalihnya.

Contoh bahwa amal kebaikan melahirkan kebaikan-kebaikan lainnya adalah ketika kita selesai mengerjakan shalat wajib, maka salah satu tanda bahwa shalat wajib yang kita kerjakan diterima adalah diiringi dengan shalat-shalat sunnah yang lainnya, seperti shalat qabliyah dan ba’diyah, shalat dhuha, qiyamullail dan lainnya.

Contoh lainnya, tanda bahwa puasa ramadhan kita diterima adalah Allah memberikan taufik kepada kita untuk mudah dan ringan sekali menjalankan puasa-puasa sunnah lainnya setelah ramadhan berlalu, seperti puasa syawal, senin-kamis, ayyamul bidh dan lainnya.

Contoh lagi, tanda haji seseorang mabrur adalah setelah melaksakan ibadah haji ia menjadi pribadi yang lebih baik lagi; lebih rajin dan taat beribadah, lebih sabar, lebih ikhlas, lebih banyak sedekahnya, lebih bijaksana dan lain-lainnya. Allah memberikan taufik, sehingga kita merasa mudah, ringan dan ikhlas dalam menjalankan amalan-amalan sunnah setelah amalan wajib yang kita kerjakan.

Karena setiap kebaikan sesungguhnya dapat melahirkan kebaikan-kebaikan lainya, begitupun sebaliknya. Inilah yang dimaksud bahwa buah keimanan adalah akhlak.

Benci Kemaksiatan dan Cinta Ketaatan

Ada beberapa tanda-tanda nyata bahwa suatu amal diterima, yaitu pelakunya benci pada kemaksiatan dan cinta kepada ketaatan. Tanda bahwa seseorang benci kemaksiatan dan cinta ketaatan adalah tampak nyata adanya perubahan yang besar pada dirinya.

Baca Juga  Empat Hal untuk Keselamatan Seorang Muslim

Perubahan tersebut bukan hanya dirasakan oleh palakunya, namun orang-orang yang ada disekelilingnya, seperti keluarganya, tetangganya dan sahabatnya juga ikut merasakan perubahan tersebut. Apakah perubahan besar tersebut? Yaitu berupa taubatan nashuha.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” (QS. At-Tahrim [66]: 8).


Apa yang dimaksud taubatan nashuha? Secara bahasa kata نصوح ‘nashuha’ berasal dari kata نصح (nashaha) artinya sesuatu yang bersih atau murni (tidak bercampur dengan sesuatu yang lain). Sesuatu disebut (الناصح) (an-naashikh), jika sesuatu tersebut tidak bercampur atau tidak terkontaminasi dengan sesuatu yang lain, misalnya madu murni atau sejenisnya. (Lihat Lisaanul ‘Arab, 2/615-617).

Berdasarkan makna bahasa ini, suatu taubat disebut dengan taubat nashuha adalah jika pelaku taubat tersebut memurnikan, ikhlas (hanya semata-mata karena Allah), dan jujur dalam taubatnya. Dia mencurahkan segala daya dan kekuatannya untuk menyesali dosa-dosa yang telah diperbuatnya di masa lalu dengan taubat yang sungguh-sungguh (jujur).

Taubat Nasuha

Ibnu Katsir rahimahullah berkata ketika menjelaskan pengertian taubatan nashuha yang disinggung pada ayat di atas dengan mengatakan:

“taubat yang jujur yaitu taubat yang didasari atas tekad yang kuat, yang menghapus kejelekan-kejelekan di masa silam, yang menghimpun dan mengentaskan pelakunya dari kehinaan (kemaksiatan, pen.)(Tafsir Al-Qur’anul ‘Adzim, 4/191).

Jalaluddin Mahalli dan Jalaluddin Syuyuthi, dalam kitab Tafsir Jalalain berkata,

“Taubat yang jujur, yaitu dia tidak kembali (melakukan) dosa dan tidak bermaksud mengulanginya.” (Tafsir Jalalain, 1/753).

Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata:

“Adapun jika seorang hamba ingat akan perbuatan dosanya, lalu ia merasa senang dan menikmatinya, maka (taubatnya) tidak akan diterima Allah meskipun ia hidup selama 40 (empat puluh) tahun dalam keadaan demikian.” (dalam Madaariju As-Saalikiin)

Yahya bin Mu’adz rahimahullah berkata:

Baca Juga  Etika Masyarakat Dilihat dari Teori Etika Ibnu Bajjah

“Barangsiapa meminta ampunan (kepada Allah) dengan ucapan lisannya, sementara hatinya merasa terikat dengan perbuatan maksiat, dan bahkan ia berkeinginan kuat untuk mengulangi lagi perbuatan maksiatnya, maka puasanya ditolak Allah, dan pintu diterimanya (amal dan taubat) tertutup baginya.”


Setidaknya, ada emapt tanda taubatan nashuha, yaitu:

  1. Ia sungguh-sungguh menyesali perbuatannya
  2. Ia berjanji tidak akan pernah mengulanginya lagi
  3. Ia benci kepada kemaksiatan yang pernah ia lakukan, dan
  4. Ia mengirinya dengan perbuatan baik

Tanda bahwa seseorang benci maksiat dan cinta ketaatan adalah seseorang yang tadinya suka maksiat, ia berhenti total tidak maksiat lagi; yang tadinya tidak shalat, sekarang ia rajin shalat, yang tadinya tidak pernah puasa menjadi senang dengan puasa; yang tadinya malas beribadah menjadi rajin beribadah; yang tadinya berani membangkan kepada kedua orang tua berubah menjadi patuh; yang tadinya suka minum-minuman keras, narkoba, judi dan lain-lainnya, semua ia tinggalkan dan ia benci.

Ia berubah menjadi senang dengan amal saleh. Perubahan besar inilah yang bukan hanya dirasakan oleh dirinya sendiri, tapi juga dirasakan oleh orang lain. Inilah tanda bahwa amalnya diterima.

Editor: Nabhan

Avatar
22 posts

About author
Dosen Universitas Aisyiyah Yogyakarta.
Articles
Related posts
Akhlak

Mentalitas Orang yang Beriman

3 Mins read
Hampir semua orang ingin menjadi pribadi yang merdeka dan berdaulat. Mereka ingin memegang kendali penuh atas diri, tanpa intervensi dan ketakutan atas…
Akhlak

Solusi Islam untuk Atasi FOPO

2 Mins read
Pernahkan kalian merasa khawatir atau muncul perasaan takut karena kehilangan atau ketinggalan sesuatu yang penting dan menyenangkan yang sedang tren? Jika iya,…
Akhlak

Akhlak dan Adab Kepada Tetangga dalam Islam

3 Mins read
Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadis berikut ini: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds