Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) menggelar Seminar Pra-Muktamar Muhammadiyah & Aisyiyah pada hari Sabtu (7/3) di Aula A.K. Ansori, Gedung Rektorat UMP. Seminar ini mengangkat tema “Pendidikan Holistik: Ijtihad Muhammadiyah Abad Kedua”. Rektor UMP, Dr. Anjar Nugroho menjadi pembicara pertama dalam kegiatan tersebut.
Pendidikan yang Membahagiakan
Anjar menyampaikan bahwa pendidikan holistik adalah pendidikan yang membahagiakan dan membebaskan. Pendidikan yang mengantarkan anak didik menjadi orang yang bahagia. “Bahagia itu enak makan, enak tidur, nyaman, damai, dan lain-lain. Semua orang mendambakan itu. Anak didik juga ingin itu. Berangkat sekolah dengan senang hati. Jadi di hari Minggu anak didik malah sedih karena tidak sekolah, dan di hari Senin mereka justru bahagia” ujranya.
Di Finlandia, sebagaimana yang diceritakan oleh Anjar, suasana pembelajarannya sangat nyaman dan membahagiakan. Disana tidak terlalu banyak ujian. Di Finlandia, jam 6 pagi adalah waktu untuk ketenangan, tidak seperti di Indonesia, dimana jam 6 pagi adalah jam terburu-buru untuk berangkat sekolah dan berangkat kerja.
Menurut Anjar, ini adalah penyiksaan kepada anak didik dan orang tua yang mengantarkan, karena jam sekolah dimulai begitu pagi. Durasi belajar sekolah di Indonesia terlalu Panjang. Di Finlandia, anak didik berangkat agak siang, dan pulang tidak terlalu sore.
Dandengan gaya belajar seperti itu, Finlandia menjadi salah satu negara paling makmur di dunia. Contoh sederhana yang diberikan Anjar adalah bahwa disana tidak ada nyamuk dan lalat sama sekali. Baik di pasar, tempat wisata, sungai, dan lain-lain.
Pendidikan yang Membebaskan
Selain membahagiakan, Pendidikan holistik juga harus membebaskan. Bukan bebas untuk, namun bebas dari. Bebas dari artinya bebas dari kemiskinian, ketakutan, ancaman. Kalau bebas untuk bisa jadi negatif, karena anak didik berlaku sesuka hatinya sendiri tanpa aturan.
Dalam konteks Muhammadiyah, Anjar memberikan kritik bahwa Muhammadiyah belum mampu keluar dari problematika permasalahan pendidikan bangsa. Sekolah-sekolah alternatif yang dibuat belum tampak begitu nyata kiprahnya untuk bangsa. Padahal, model sekolah alternatif ini adalah upaya perlawanan terhadap arus utama pendidikan di Indonesia.
Pendidikan juga tidak akan lepas dari politik negara. Ada kaitan antara power and knowledge (kekuasaan dan pengetahuan). Pengetahuan anak bangsa berada dibawah kendali politik, termasuk Pendidikan Muhammadiyah. Padahal, banyak sekolah Muhammadiyah yang masih berada pada tataran berjuang untuk hidup.
baca juga: Manusia Kreatif menurut Filsuf Muhammad Iqbal
Sekolah-sekolah Muhammadiyah masih pada tahap permintaan bantuan fisik seperti bangku dan komputer. Tidak meminta bantuan untuk pengembangan seperti belajar di lab, penelitian bersama guru, dan riset. Masih ada sekolah yang gurunya tidak digaji selam 3 bulan. “Bagaimana guru akan membahagiakan siswa kalau gurunya saja tidak bahagia?” tanya Anjar.
Pria kelahiran Demak ini mengatakan bahwa pendidikan holistik mengembangkan manusia menjadi manusia seutuhnya, baik dari aspek jasmani maupun rohani. Ia menceritakan bahwa sekolah-sekolah di negara maju sangat memperhatikan sarana kesehatan.
Orang yang pintar dan cerdas namun memiliki banyak penyakit juga tidak terlalu banyak manfaatnya. Namun juga berlaku sebaliknya. badan sehat yang tidak memiliki kecerdasan intelektual dan spiritual juga kurang baik.
Ekosistem Pendidikan
Anjar, menyatakan bahwa sekolah tidak bisa lepas dari lingkungan kebudayaan dan tradisi. Anak didik harus diajarkan untuk dekat dengan lingkungan. Ia menceritakan suatu kisah dua orang mahasiswa Australia dan Somalia yang sama-sama sedang menempuh studi perguruan tinggi di Australia. Mereka berdua berangkat ke masjid masing-masing membawa mobil.
Mereka berdua beragama Islam. Namun, mahasiswa Somalia ini ketika akan kembali ke rumah, meninggalkan mobilnya di masjid. Ia memilih membonceng di mobil mahasiswa Australia. Mahasiswa Australia kemudian bertanya kenapa ia meninggalkan mobilnya di masjid.
Mahasiswa Somalia menjawab, “saya tadi ketika berangkat ke masjid begitu buru-buru sehingga lupa tidak membawa SIM. Karena tidak membawa SIM, saya tidak berhak membawa mobil sendiri.” Jawabnya.
Dari kisah diatas, Anjar ingin menekankan bahwa belajar tidak hanya di kelas saja. Realitas politik, sosial, hukum, etika, dan sopan santun harus dipahami dan dipelajari dengan benar. Sehingga hal ini menimbulkan rasa bahagia bagi anak didik dan masyarakat luas. Bahagia dan sejahtera menjadi kunci.
Ciri-ciri Pendidikan Holistik
Bahagia berarti harus keluar dari sekat-sekat kemiskinan. Bahagia berarti tidak lagi berfikir besok akan makan apa.
Anjar melanjutkan paparannya dengan ciri-ciri Pendidikan holistik. Pertama, anak didik harus sadar bahwa ia memiliki keunikan. Semua anak didik memiliki kelebihan masing-masing. Dalam mata pelajaran seni, tidak semua anak didik harus bisa menyanyi. Dalam mata pelajaran olahraga, tidak semua anak didik harus pandai bermain sepak bola.
Kedua, tidak hanya mengembangkan cara belajar linier, namun juga intuitif. Muhammadiyah mengembangkan 3 metode pengetahuan, yaitu: bayani, burhani, dan irfani. Sayangnya, menurut Anjar, kita jarang mengasah dan mengolah intuisi.
Ketiga, mengembangkan transdisiplin ilmu. Tidak memisahkan antara ilmu agama dan sains. Misalnya, seorang anak didik pintar menghitung ilmu waris namun tidak pintar matematika. Ini adalah hal yang kurang baik. Keempat, belajar dengan kreatif.
Anjar mengutip perkataan Rudolf Steiner, seorang filosof dan penggerak pendidikan yang pemikiran pendidikannya menginspirasi berdirinya sekolah-sekolah di seluruh dunia, terutama PAUD. Inti dari pemikiran Steiner yang dikutip oleh Anjar adalah:
“Kembangkan anak sesuai dengan keunikannya, didik mereka dengan cinta, antarkan mereka ke masa depan sesuai dengan pilihannya.”
Anjar menutup paparannya dengan memberikan solusi bahwa Muhammadiyah harus mengembangkan sekolah model. Prof. Munir Mulkhan misalnya menyampaikan bahwa UMP harus merubah SMP Muhammadiyah Butuh, Purworejo, yang belakangan viral karena kasus perundungan, menjadi sekolah kader bangsa yang unik, yang memiliki model. Entah sekolah peduli bencana, sekolah Al-Maun, atau yang lain.
Cara baru membangun AUM dengan cepat adalah adanya koneksi dengan AUM yang sudah besar. Sekolah memang harus dimodali agar dapat menjadi bagus dengan cepat. Dan yang bisa memberikan modal tentu saja AUM yang besar. Dulu, AUM itu berkembang dari umat, sehingga prosesnya lama. Sekarang, AUM dapat berkembang dari AUM yang sudah besar, sistem cangkok ini lebih cepat daripada sistem lama.