Bermain media sosial (medsos) merupakan suatu hal yang amat menyenangkan ditambah dengan kondisi pandemic Covid-19 yang masih berlanjut ini menuntut sebagian orang untuk tetap berdiam diri di rumah. Dengan bermedsos ria, akan mampu sedikit mengurangi rasa bosan selama berada di rumah. Akankah hal ini berhubungan dengan akhlak seseorang?
Dilansir dari halaman berita kompas.com menurut penelitian yang dilakukan We Are Social, perusahaan media asal Inggris yang bekerjasama dengan Hootsuite, rata-rata orang Indonesia menghabiskan 3 jam 23 menit sehari untuk mengakses media sosial.
Dari laporan berjudul “Essential Insights Into Internet, Social Media, Mobile, and E-Commerce Use Around The World” yang diterbitkan tanggal 30 Januari 2018, dari total populasi Indonesia sebanyak 265,4 juta jiwa, pengguna aktif media sosialnya mencapai 130 juta dengan penetrasi 49 persen.
Dapat kita amati bersama bahwa penggunaan media sosial ini sudah menjadi sebuah kebutuhan primer bagi warga +62 (baca: sebutan kaum millennial untuk orang Indonesia) begitu pun dengan warga di belahan dunia yang lain, kebiasaan mengakses media sosial ini sudah menjadi candu.
Sisi Positif dan Negatif Sosial Media
Salah satu fungsi dari adanya media sosial yaitu setiap orang dapat berkomunikasi dengan banyak orang dari berbagai belahan dunia. Selain itu juga terdapat banyak hal positif yang dapat dipetik dari medsos.
Namun tidak sedikit ada hal negatif yang menghantui pengguna medsos. Misalnya, ketika kita mengakses sebuah aplikasi sosial media baik Instagram, Facebook, Youtube atau yang lainnya, maka banyak sekali tampilan-tampilan yang bermunculan tanpa proses memfilter terlebih dahulu.
Tampilan-tampilan yang mempertontonkan pornografi misalnya, itu dengan mudah berseliweran di tampilan beranda sosmed. Sangat disayangkan bilamana anak yang masih di bawah umur diberikan akses untuk berselancar di media sosial tanpa adanya bimbingan dan pengawasan dari orang tuanya. Mau jadi apa generasi millenial sekarang?
Pada dasarnya, setiap orang bebas untuk mengakses sosial medianya, namun ada satu hal yang luput dari kita, yakni hilangnya budaya menjaga moral dan etika karena kecerdasan bermedia rendah (lower in media literacy).
***
Jika zaman dahulu orang menutup aibnya rapat-rapat, sekarang dengan terang-terangan bebas untuk diekspose. Belum lagi ditambah dengan jari jemari warga +62 saat ini dengan mudah saling menghujat satu sama lain hanya karena berbeda cara pandang, berbeda pilihan atau berbeda keyakinan.
Perilaku negatif lainnya dari bermain medsos adalah banyak generasi millenial yang dengan mudahnya membuat sebuah konten video hanya untuk mencari popularitas semata tanpa memikirkan terlebih dahulu konsekuensi yang bakal diperoleh.
Contoh sederhananya; banyak para youtuber yang melakukan aksi prank/candaan tanpa memandang bulu siapa korban prank-nya tersebut. Hal ini merupakan suatu perilaku yang tercela karena dapat merugikan orang banyak. Dimana setiap kasus prank ini ujung-ujungnya si pelaku meminta maaf dengan tertulis di atas materai dan kasus selesai.
Hal Dianggap Wajar karena Kebanyakan Orang Melakukannya
Perilaku amoral lain yang dapat kita jumpai di medsos adalah ada perempuan-perempuan muslimah yang dengan santainya berjoget ria dengan sadar atau tidak sadar mempertontokan aurat dan lekuk tubuhnya. Hal ini mungkin sudah dianggap suatu hal wajar karena pengaruh orang banyak yang melakukan hal yang sama atau dalam istilah psikologi sosialnya dinamakan dengan konformitas.
Setiap orang membutuhkan pengakuan, kasih sayang, perhatian yang cukup dan dukungan orang-orang terdekatnya. Namun, apabila hal tersebut tidak terpenuhi, akhirnya individu akan mencari sendiri perhatian dan pengakuan salah satunya mencari pengakuan via media sosial.
Dalam istilah psikologi ada yang dinamakan dengan perilaku narsistik. Narsistik merupakan suatu kondisi gangguan kepribadian di mana seseorang akan menganggap dirinya sangat penting dan harus dikagumi. Pengidap kepribadian narsistik biasanya ia merasa bahwa dirinya memiliki pencapaian yang luar biasa dan lebih baik dari orang lain dan merasa bangga secara berlebihan pada dirinya. Hal tersebut terjadi meskipun pencapaian yang dimiliki biasa saja.
Mencari pengakuan & perhatian via medsos dengan cara melanggar norma sosial yang berlaku. Hal ini bisa jadi merupakan salah satu bagian dari gejala kepribadian narsistik. Perilaku yang menyimpang dari norma sosial atau norma agama ini biasa dinamakan dengan istiliah plesetan generasi millennial-nya dengan “Gak Ada Akhlak”. Artinya tidak memiliki akhlak yang baik dan mengalami kemerosotan akhlak.
Hal demikian bisa diminimalisir dengan berbagai macam cara atau kegiatan lainnya, misalnya: mengisi kegiatan dengan hal yang positif, liburan bersama teman sebaya, melakukan kegiatan yang sesuai dengan hobi dan yang lainnya.
Kiat Istiqomah Berakhlaqul Karimah di Medsos
Pertama, find out our inner potentials (temukan potensi diri kita). Allah menganugerahkan potensi jasmani, rohani, dan ‘aqli. Kita diharapkan dapat memahami hakikat hidup, karena barang siapa yang mengenal dirinya, niscaya ia mengenal Rabbnya.
Kedua, overcome the obstacle (atasi kesulitan diri). Kesulitan dan kesusahan dalam belajar adalah wajar. Maka dibutuhkan kematangan untuk mengatasinya, ingat bahwa Allah tidak akan membebani seseorang, kecuali ia sanggup memikul/mengatasi beban itu.
Ketiga, concentrate in one direction (konsentrasi penuh pada tujuan). Sebagai generasi millenial, tugas kita adalah menebar kebaikan karena pada dasarnya kebaikan itu pula yang akan menolong kita di akhirat.
Keempat, unity and uniformity (kesamaan/egaliter). Menjadi generasi millenial harus dibarengi dengan akhlak terpuji, satu kata satu perbuatan.
Kelima, service minded (muhasabah) Senantiasa berdzikir di manapun kita berada dan cepat merasa puas. Kita harus selalu mengoreksi diri sendiri untuk ke depannya supaya lebih baik.
Editor: Wulan