Apa itu hikmah? hikmah merupakan puncak tertinggi dari pengetahuan. Setidaknya hal ini pernah diungkap oleh Suhrawardi dalam bukunya yang terkenal al-Hikmah al-Muta’aliyah (Puncak Pengetahuan). Buku ini sering dibaca atau dikaji oleh pemerhati isyraqiyyah (pancaran pengetahuan) yang fokus pada bahasan bahwa pengetahuan spiritual menjadi pendukung pada pencapaian hikmah.
Selain itu, al-Qur’an juga menyinggung isyarat tentang hikmah dengan representasi kata al-hikmah, al-hukm, dan al-hakim, dalam beberapa ayat. Baik al-Qur’an maupun penafsiran para ulama akhirnya turut mewarnai kajian tentang hikmah.
Pada artikel penulis sebelumnya, hikmah merupakan pengetahuan yang diikuti oleh aksi yang sesuai dengan pengetahuan tersebut. Hal ini berarti bahwa tampilan perilaku tertentu akan menjadi habituasi sehingga menjadi karakter bagi dirinya.
Hikmah dapat ditafsirkan sebagai kualitas diri yang diarahkan pada perilaku Nabi Muhammad Saw. Hikmah menjadi kombinasi dari kemampuan kognitif juga karakteristik pengetahuan dan kepribadian. Sebab, karakteristik kepribadian adalah ciri dari ilmu yang diamalkan.
Makna Hikmah dalam Pandangan Ulama
Kita bisa menemukan berbagai penjelasan para ulama tentang hikmah. Pada tulisan ini, setidaknya ada beberapa pendapat ulama yang akan dikemukakan.
Dalam al-Sihah, al-Asma’i mengungkap bahwa seorang muhakkam adalah orang tua yang penuh pengalaman. Beberapa orang yang memiliki hikmah merujuk kepadanya.
Dalam kamus terkenal, Taj al-Arus, Ibn Manzur menyebut, bahwa hikmah adalah keadilan dalam mempertimbangkan keputusan. Hikmah merupakan pengetahuan tentang pengalaman sesuatu berdasar pada kekuatan logika berbasis pengetahuan yang mapan. Hal ini juga telah didefinisikan sebagai pencapaian kebenaran dengan pengetahuan dan tindakan.
Pengertian ini senada dengan pendapat al-Fayumi dalam al-Misbah al-Munir, hikmah laksana pelana perak pada binatang tunggangan yang dapat merendahkan posisi binatang tunggangan bagi orang yang akan mengendarainya, mencegahnya menjadi liar, dan sebagainya.”
Selain pandangan di atas, dikemukakan pula pandangan para mufasir al-Qur’an. Pertama, ‘Abd al-Raḥman al-Sa’di (1999) dalam Taysir al-Karim al-Raḥman, hikmah adalah ilmu-ilmu yang bermanfaat, pengetahuan tentang fakta-fakta yang benar, logika yang kokoh, jiwa yang tenang, dan ketepatan dalam ucapan dan tindakan.
Semua urusan ini tidak dapat diperbaiki kecuali dengan ḥikmah, yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya, menempatkannya pada statusnya yang tepat, bersikap terbuka pada saat yang tepat, dan menahan diri pada saat yang tepat.
Kedua, Fakhr al-Din al-Razi dalam Tafsir ar-Razi, yang dimaksud dengan ḥikmah adalah pengetahuan atau melakukan apa yang benar.
Ketiga, Ibn ‘Asyur (1984) dalam al-Taḥrir wa al-Tanwir, hikmah adalah mengetahui segala sesuatu sebagaimana adanya, sebanyak mungkin. Dengan kata lain, hikmah adalah mengetahui sesuatu dengan apa adanya, sehingga seseorang tidak dibingungkan oleh berbagai kemungkinan yang bercampur aduk, dan tidak keliru dalam memahami mengapa sesuatu itu terjadi.
Keempat, Sayyid Quṭb (1994) dalam Fī Ẓilal al-Qur’an menyatakan bahwa hikmah merupakan ketepatan dan keadilan, realisasi alasan dan tujuan, dan wawasan yang terang yang menuntun seseorang pada apa yang benar dan tepat dalam tindakannya”.
***
Ulama hadis terkenal, Ibn Ḥajar (1993) dalam Fatḥ al-Bari mengemukakan:
“Berkenaan dengan hadis Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw bersabda: “Ya Allah! Ajarkanlah kepadanya ḥikmah!” Terdapat perbedaan pendapat mengenai makna ḥikmah di sini. Ada yang mengatakan bahwa ḥikmah adalah kebenaran dalam berbicara, pemahaman tentang Allah, sesuatu yang dikuatkan oleh logika, cahaya yang membedakan antara ilham dan bisikan setan, kecepatan dalam menjawab dengan benar, dan ada juga yang mengartikan ḥikmah di sini adalah Al-Qur’an”.
Begitu pula, Ibnu al-Qayyim (1998) dalam Madarij as-Salikin turut menjelaskan makna hikmah. Menurutnya, hikmah terdiri dari dua macam yaitu yang berhubungan dengan pengetahuan dan yang berhubungan dengan perbuatan. Ḥikmah yang berkaitan dengan pengetahuan adalah mengetahui hakikat sesuatu, dan memahami hubungan antara sebab dan akibat, seperti penciptaan, kejadian, takdir, dan syariat. Adapun ḥikmah yang berkaitan dengan perbuatan adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Hikmah: Pengetahuan dengan Multidimensi
Hikmah menampilkan kepribadian seseorang yang sesuai antara apa yang diucapkan dengan apa yang dilakukan. Hikmah mengantarkan seseorang untuk memahami diri, alam, seluruh makhluk, dan posisi dirinya di muka bumi ini.
Hikmah bukan hanya kecerdasan intelektual. Hikmah membalut seseorang dalam ruang penyadaran akan kesucian dan kekuasaan Yang Maha Menciptakan dengan beragam upaya untuk mendekati-Nya.
Hikmah dicapai ketika seseorang mempraktikkan pengetahuan hasil dari penggunaan pertimbanga yang baik dalam berpikir. Pertimbangan yang baik menjadi kecerdasan dengan potensi tertinggi. Akal budi pada potensi tertingginya adalah akal budi yang memahami secara rasional dan spiritual.
Untuk memiliki persepsi rasional dan spiritual, akal budi harus berpikir kritis dan kreatif baik secara etis maupun spiritual. Tak salah kiranya apabila dikatakan bahwa hikmah memiliki multi-dimensi yang terdiri dari pemikiran kritis, kreatif, etis dan pemikiran spiritual.
Editor: Soleh