Perkembangan geopolitik global selama bertahun-tahun sejak tahun 2001 hingga kini selalu diwarnai oleh dua isu besar yang satu sama lain tidak terpisahkan, yakni isu jihad dan terorisme.
Kedau hal tersebuh seperti dijelaskan oleh Muhyiddin Arubusman (2006) bahwa ajaran jihad telah disalahartikan dan diaplikasikan dengan tindak kekerasan dengan sasaran utamanya adalah kepentingan-kepentingan tertentu. Sedangkan terorisme, yang dibungkus dengan kesadaran kosmis sebagai jihad, dijadikan alat untuk mecapai tujuan politik misalnya, dengan dalih patriotisme dan spirit keagamaan. Dalam cara pandang seperti ini, maka artikulasi politik yang santun, yang mendalahulukan dialog, negosiasi dan kompromi tidak lagi mendapatkan tempat.
Gerakan-gerakan radikal yang terus tumbuh dan berkembang menjadikan jihad sebagai landasan perjuangan mereka. Bentuk jihad yang mereka lakukan selalu dikemas dengan perjuangan menunjukkan kekerasan yang disemangati sebagai perjuangan yang disebut jihad.
Memang, tema jihad faktanya tak pernah kering untuk dibahas. Lebih-lebih bila dihubungkan dengan pergumulan cara pandang di kalangan muslim sendiri maupun di luar muslim dalam memahami substansi ajaran Islam. Kata jihad seolah dipahami begitu “angker”, sarat dengan pemahaman yang serba fisik, kekerasan, dan sikap-sikap insinuatif. Tetapi istilah jihad ini pula akhir-akhir ini yang selalu melambungkan nama Islam di pentas Internasional meski lebih banyak sisi negatifnya dibanding positifnya.
Apa Itu Jihad?
Lalu, apa sih jihad dalam kacamata Islam ? tulisan ini hanya akan menyoal itu.
Sebenarnya, jihad adalah kesungguhan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Berangkat dari tujuan Islam yang selalu dipersepsikan sebagai agama dengan kesungguhan untuk mengembangkan penyebaran wahyu Allah. Agar kebenaran sungguh-sungguh tegak serta terlaksana dalam kehidupan umat manusia maka perkembangan penyiaran dakwah itu terus menjadi sorotan.
Sementara tema perjuangan untuk penegakan kebenaran dan keadilan menjadi cita-cita semua umat manusia yang lahir dari pemikiran dan nalar yang sehat. Oleh sebab itu jihad menjadi salah satu tiang agung dari Islam yang artinya ketundukan kepada Allah untuk menegakkan kebenaran dalam berhadapan dengan yang batil.
Memang jihad telah diisyaratkan oleh Allah pada tahun-tahun pertama perkembangan Islam. Dan tidak benar jika ada pendapat yang mengatakan bahwa jihad diwajibkan baru pada tahun hijriah. Akan tetapi pengetahuan yang terbatas akan referensi Islam mengakibatkan tema jihad dipahami sebagai sebuah gerakan fisik yang berkonotasi kekerasan, kekejaman, kebrutalan, dan bahkan pertumpahan darah.
Trend pemaknaan jihad seperti ini makin diperparah dengan kemunculan beberapa tragedi kemanusiaan yang diklaim sebagai akibat dari gerakan “Islam garis-keras”. Opini dunia pun mengarah kepada Islam. Islam sebagai agama “rahmatan lil-alamin”, agama penabur kasih sayang bagi seluruh alam, lagi-lagi menjadi tergugat.
Rangkaian Jihad
Menurut Riwan Lubis (2017) Sebuah tindakan jihad pada dasarnya adalah rangkaian tahap ketiga dari panggilan kesejarahan bagi muslim. Tahap pertama adalah memperkaya kepekaan batin (mujahadah) agar dengan mudah menangkap sinyal kewahyuan serta wujud kepedulian terhadap orang-orang yang tertindas akibat ketidakadilan struktural. Demikian juga akibat dari kekeliruan persepsi manusia tentang kedudukan perbuatan seseorang hamba. Lahirnya mujahadah mendorong seseorang untuk tumbuh kesadaran serta berlanjut dengan kepedulian terhadap orang-orang yang tidak memperoleh perlakuan yang adil.
Selanjutnya kepekaan batin kemudian diperkaya dengan perluasan wawasan intelektual (ijtihad) akibat dari terjadinya berbagai perubahan sosial. Jawaban-jawaban Islam terhadap problematika kehidupan harus sejalan serta relevan dengan tuntutan perubahan sosial. Oleh karena itu, diperlukan keluasan wawasan sehingga respons Islam dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
Dalam hal ini, maka esensi jihad adalah kesungguhan tekad untuk menegakkan kebenaran. Tentunya dengan cara yang santun sebagaimana disebut dalam Al-Qur’an yaitu diawali dengan pendekatan himah, nasihat yang indah dan membangun dialog.
Menurut Ridwan Lubis (2017) bahwa dalam Islam jihad sesungguhnya hanyalah diwajibkan semata-mata untuk membela dakwah jika terjadi permusuhan, gangguan maupun fitnah terhadap pelaksanaan dakwah. Bukan untuk memerangi orang karena mereka tidak menganut Islam atau tidak sekelompok denganya. Jihad memiliki tujuan semata-mata untuk memastikan bahwa pelaksanaan dakwah berlangsung dengan baik.
Oleh sebab itu, hemat saya bahwa jihad tidak dapat diartikan sebagai tindakan yang sifatnya wujud langsung dari kekerasan. Karena ia diawali dengan sikap lemah lembut sebagai bentuk persuasi untuk menuju kebaikan tanpa merusak struktur sosial. Atas dasar itulah maka menjadi kewajiban semua pihak untuk mengatasi sebagai tindakan yang bersifat kekerasan itu. Karena tidak sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.
Dalam pada itulah, umat Islam selayaknya tidak berdiam diri dengan tindakan sementara pihak yang menyalahgunakan ajaran Islam untuk kepentingan yang bertentangan dengan ajaran Islam. Sikap berdiam diri adalah peluang terbukanya respons negatif dari kelompok lain terhadap Islam. Selain itu juga, akan membukakan peluang bagi kelompok yang gemar dengan tindakan kekerasan untuk menggunakan dalih Islam untuk berperilaku yang bertentangan dengan perikemanusiaan. Jangan biarkan itu! Tabik.
Editor: Dhima Wahyu Sejati