Tafsir

Apa Pengertian Taufik dan Hidayah?

3 Mins read

Dua kalimat taufik dan hidayah sering muncul bersamaan dalam khotbah. Apakah ada perbedaan makna kedua kata itu? Semoga tulisan singkat ini bisa menambah berkah kepada kita semua.

Pengertian Taufik

Taufik adalah kemampuan untuk melaksanakan hidayah sesuai kehendak Allah. Kata taufik berasal dari kata wafaqa yang berarti kesesuaian antara dua hal, maksudnya ada kesesuaian antara iradah (kemauan, ketentuan) Alkhaliq dan perbuatan makhluknya.

Allah berfirman:

وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا

Artinya: Dan jika kalian khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakim dari keluarga laki-laki dan seorang hakim dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakim itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Qs. An-Nisa: 35)

Jika ada rasa khawatir perselisihan pendapat antara suami-istri akan menimbulkan perceraian, maka Allah memberi hidayah untuk menghadirkan dua hakim (juru damai), seorang dari keluarga suami dan seorang lagi dari pihak istri. Jika kedua hakim bermaksud baik, maka Allah akan memberi taufik (kesesuaian pendapat) di antara kedua suami istri itu.

إِنْ أُرِيدُ إِلا الإصْلاحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ

“Aku tidak ber­maksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali” (Qs. Hud: 88)

Pengertian Hidayah

Hidayah adalah petunjuk, bimbingan untuk tahu terhadap kebenaran, atau berbuat sesuatu. Hidayah itu lebih khusus daripada ilmu. Hanya Allah yang berhak memberikan hidayah kepada manusia, atau kepada siapa saja yang dikehendaki, tidak diberikan kepada setiap orang. Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya kewajiban Kami memberi petunjuk (Al-Lail: 12) yakni menerangkan yang halal dan yang haram.  Selain Qatadah mengatakan bahwa barang siapa yang menempuh jalan petunjuk, akan sampailah ia kepada Allah.

Baca Juga  Ketika Allah Melarang Manusia untuk Berputus Asa

مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

Artinya: “Barang siapa diberi hidyah oleh Allah maka baginya tidak akan tersesat, dan barangsiapa disesatkan oleh Allah maka tidak ada yang bisa memberinya hidayah.”

Dalam hidayah terkandung keinginan/motivasi diri untuk berbuat. Tidak semua ilmu menjadi hidayah

قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ

Artinya: “Katakanlah, ‘Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya).’ Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (Qa. Albaqarah” 120)

Dalam hidayah terkandung unsur inayah (pemberian/pertolongan) Allah dan usaha manusia. Demikian halnya dengan doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW:

(اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ (رواه ابو داود

Artinya: “Ya Allah, mohon Engkau beri pertolongan kepadaku untuk berdzikir kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu dan beribadah kepada-Mu dengan Ihsan” (H.R. Abu Dawud).

Dua Macam Hidayah

Ada dua macam hidayah, yaitu hidayah informasi dan hidayah kemampuan. Hidayah kemampuan itu hak mutlak Allah, karena Dialah yang kuasa membolak balik hati manusia. Hidayah kemampuan adalah hidayah berupa potensi, kekuatan atau kemampuan yang menjamin kepada keberhasilan. Hidayah informasi adalah petunjuk yang memberi informasi baik-buruk, benar salah tetapi masih berupa informasi. Ayat-ayat Allah dan hadits itu sendiri masih berupa hidayah informasi, sedangkan yang kuasa membuka hati untuk berbuat adalah Allah semata.

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

“Tunjukilah kami jalan yang lurus.” Doa kita dalam Qs. Alfatihah ayat 6 adalah permohonan umat untuk medapatkan hidayah kemampuan. Inilah doa pertama kali yang diajarkan dalam Al-Qur’an.  

Baca Juga  Orang Beriman itu Pasti Punya Ketenangan Jiwa

عَنْ أَبِي مُوسَى عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ مَثَلَ مَا بَعَثَنِيَ اللَّهُ بِهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَتْ مِنْهَا طَائِفَةٌ طَيِّبَةٌ قَبِلَتْ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتْ الْكَلَأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا مِنْهَا وَسَقَوْا وَرَعَوْا وَأَصَابَ طَائِفَةً مِنْهَا أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ بِمَا بَعَثَنِيَ اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ

Artinya: Dari Abu Musa Al Asy’ari RA, bahwasanya Rasulullah Saw telah bersabda, “Sesungguhnya perumpamaan petunjuk dan ilmu yang aku diutus oleh Allah Azza wa Jalla untuk menyampaikannya adalah seperti hujan yang turun ke bumi. Ada tanah subur yang langsung menyerap air itu, lalu menumbuhkan tanaman dan rerumputan yang rimbun.

“Ada pula tanah keras yang menahan air, sehingga dengannya Allah memberikan manfaat kepada manusia, di mana mereka dapat minum, menyiram tanaman, dan beternak dengan air tersebut. Ada pula hujan yang jatuh di tanah tandus yang tidak dapat menahan air dan tidak bisa menumbuhkan tanaman. Itulah perumpamaan orang yang memahami dan mempelajari agama Allah Azza wa Jalla serta mengambil manfaat darinya melalui apa yang Allah utus kepadaku. Kemudian ia memahami dan mengajarkannya {kepada orang lain). Juga perumpamaan orang yang tidak berkeinginan untuk mempelajari agama Allah dan tidak menerima petunjuk-Nya yang aku diutus karenanya.” {Muslim 7/63}

Seperti Air Hujan

Menyambung dalil di atas, Keberadaan hidayah (dan ilmu) itu seperti air hujan yang jatuh dari langit yang menyirami bumi. Bumi/ tanah adalah hati manusia. Ada tanah yang subur (hati yang sehat atau qalbus salim), yaitu hati yang mudah menerima hidayah dan sanggup mengamalkannya. 

Baca Juga  Apa Perbedaan Makna Asy-Syukru dan Al-Hamdu?

Ada tanah yang keras (hati yang sakit/qalbu maridh), yaitu hati manusia yang secara ilmu dia bisa memahami hidayah itu tetapi tidak mau melaksanakan hidyah tersebut. Ada juga  tanah yang tandus (atau hati yang mati/qalbu mayyit) yaitu hati yang menolak hidayah tersebut. Jangankan melaksanakan, merima hidayah saja tidak mau. Inilah gologan kafir baik itu dari golongan ahlul kitab atau golongan musyrik.

Allah mampu dan berkuasa  membolak-balikkan maksud hati manusia dengan hidayah dan taufiknya tersebut.

حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ ابْنِ الْمُبَارَكِ عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ عَنْ سَالِمٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ أَكْثَرُ مَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَحْلِفُ لَا وَمُقَلِّبِ الْقُلُوبِ

Telah menceritakan kepadaku Said bin Sulaiman dari Ibnul Mubarak dari Musa bin Uqbah dari Salim dari Abdullah berkata, “Sumpah yang paling sering dipergunakan oleh Nabi ShallAllahu ‘alaihi wa Salam adalah “Tidak! Ya Muqallibal quluub (Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati)” (HSR Bukhari No. Hadist: 6842 ). Semoga kita selalu diberi qalbus salim yang selalu siap menerima hidayah dan taufik-Nya.

Editor: Dhima Wahyu Sejati

Avatar
77 posts

About author
Majelis Pustaka PCM Semin
Articles
Related posts
Tafsir

Apakah Allah Bisa Tertawa?

4 Mins read
Sebagaimana menangis, tawa juga merupakan fitrah bagi manusia. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah dalam QS. al-Najm [53]: 43 mengenai kehendak-Nya menjadikan…
Tafsir

Kontroversi Tafsir Ayat Pernikahan Anak dalam Qur’an

4 Mins read
Pernikahan, yang seharusnya menjadi lambang cinta dan komitmen, kerap kali terjebak dalam kontroversi. Salah satu kasus terbaru yang menarik perhatian publik adalah…
Tafsir

Sepintas Sejarah Gagasan Tafsir Modern di Indonesia

4 Mins read
Pada subbab yang ditulis oleh Abdullah Saeed berjudul “The Qur’an, Interpretation, and the Indonesian Context” merupakan bagian dari bukunya Saeed sendiri, yaitu…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds