Perspektif

Apakah Benar Islam di Turki Dipolitisasi?

4 Mins read

Hasil survey lembaga poling Turki, Konda, bahwa dari 2008 ke 2018 orang Turki yang mengatakan diri “relijius, taat beragama”, Turki; “Dindar” jumlahnya turun dari 55 menjadi 51%, namun tidak berarti bahwa lebih dari setengah warga Turki ateis. Tetapi, 51% itu yang mengkonfirmasi bahwa dirinya relijius, taat beragama.

Pada hasil survei yang sama, ditunjukkan bahwa ateis meningkat dari 1% menjadi 3%, serta orang yang melaksanakan salat secara reguler meningkat dari 41% menjadi 43%. Tulisan ini mengajak kita semua agar tidak terburu-buru menyimpulkan hasil survey, apalagi menjadikannya sebagai cerminan keseluruhan kehidupan beragama masyarakat Turki.

Survey Ateisme di Turki

Banyak hal yang bisa mempengaruhi deisme dan ateisme. Contoh fenomena ketidaksukaan pada ketatnya aturan agama keluarga, sebagaimana dimuat oleh The Guardian, serta sikap beberapa pelajar putri memilih jadi ateis dan kegagalan anak pelajar menemukan logika dalam Islam, sebagaimana dimuat dalam BBC, adalah fenomena yang bisa disebabkan oleh banyak hal.

İni pekerjaan rumah bagi politisi Islam, ulama, cendekiawan, dan para da’i. Bukan hanya di Turki, bahwa counter  budaya untuk melawan masifnya kampanye budaya pop harus terus dilakukan secara sistematis dan kreatif. Retorika dakwah melalui berbagai media dituntut bisa “berargumen secara memuaskan” di tengah budaya hedonisme, serta cara berfikir materialisme dan sekulerisme. Selain itu, fakta bahwa masyarakat Turki dijauhkan dari nilai-nilai Islam selama puluhan tahun bisa juga dijadikan variabel yang mempengaruhi deisme dan ateisme.

Seputar Fethullah Gülen

Memahami Fethullah Gülen hanya sebagai aktivis kemanusiaan, dikhawatirkan akan mengabaikan hal yang lain. Di Turki, banyak organisasi sosial berbasis doktrin Islam dalam menjalankan aktivitasnya. Selain itu, kelompok-kelompok dengan orientasi doktrin keislaman internal tersebar di wılayah-wilayah Turki.

Baca Juga  Muhammadiyah: Semangat Pembaharuan untuk Kebangsaan dan Kemanusiaan

Gülen Community, yang mana salah satu aktivitasnya adalah mendirikan sekolah-sekolah bahkan sampai di luar Turki, boleh dikatakan termasuk kelompok dengan pola konsolidasi yang unik. Martin van Bruinessen menuliskan bahwa di Gülen Community, tidak ada kongres berkala di mana kebijakan dibahas dan pemimpin dipilih.

Semua kegiatan diawasi oleh dewan yang bertemu secara reguler, tetapi anggota dewan ini hanya diketahui oleh orang dalam yang sebenarnya; mereka tidak dipilih dan bahkan mungkin tidak dikenal oleh pengikut biasa. Fakta ini setidaknya menggambarkan adanya semacam konsolidasi internal yang unik.

Gerakan Gülen Community dengan segala aktivitasnya juga ditulis oleh penulis lain yang bisa diakses di internet. Tanpa bermaksud ikut menghakimi Gülen dan ikut mencampuri urusan politik dalam negeri Turki, bahwa melihat Gülen hanya sebagai “aktivis kemanusiaan”, dikhawatirkan akan terlalu menyederhanakan masalah, Wallahu A’lam.

Memahami Islam dan Politik di Turki

Apakah survey di atas mewakili keseluruhan Islam di Turki? Diyanet, direktorat keagamaan Turki, merilis survey tahun 2014, bahwa jumlah umat Islam di Turki mencapai 99,2%. Surveynya juga menunjukkan beberapa hasil yang agak berbeda dengan survey di atas. Berdasarkan beberapa fakta di lapangan, masyarakat Islam di Turki sangat kental budaya memberinya.

Membantu para pengungsi dan pendatang dilakukan secara sukarela oleh masyarakat dan imam masjid sekitar. Turki juga menjadi negara pendonor kemanusian tertinggi di dunia pada tahun 2017 dan 2018. Jamaah salat 5 waktu terbiasa datang lebih awal menunggu azan di mesjid. Orang memegang tasbih di tempat umum di luar masjid adalah pemandangan yang begitu lumrah. Label halal pada makanan ditemukan terstandar menurut 4 mazhab, jauh dari kesan pemilihan standar berdasarkan mayoritas mazhab yang dianut. Bayangkan orang disekulerkan secara paksa puluhan tahun, tetapi kultur keislamannya masih bisa seperti itu.

Baca Juga  Runtuhnya Khilafah, Munculnya Gerakan Islam

Apakah pemihakan pada isu-isu Islam oleh Erdoğan dan partai AKP otomatis tertuduh sebagai “politisasi agama”? Erdoğan dan AKP menghadapi Islam yang “terasing” di negerinya sendiri. Negeri yang dulunya pusat imperium Islam, dan jilbab dilarang di fasilitas publik, ditambah begitu susah mendidik anak menjauhi alkohol karena peredarannya tidak terkontrol.

Pendekatan kekuasaan yang “memaksa dengan aturan-aturan” tentu tidak akan sepenuhnya efektif mengembalikan kultur Islam yang berkurang. Pendekatan “menjamin hak” warga untuk menjalankan ajaran Islam, seperti mencabut larangan jilbab di fasilitas publik, menambah jumlah sekolah agama Imam Hatip dan meningkatkan kualitas pelajaran sains di dalamanya, serta membangun banyak masjid di seluruh Turki adalah pendekatan kebudayaan melalui kebijakan yang “tidak memaksa” yang paling masuk akal.

Melihat Sisi Lain dari Kebijakan Erdoğan

Sebagai seorang yang pernah dididik di sekolah Islam Imam Hatip di Turki, sangat wajar orientasi kebijakan Erdoğan berbasis pada “penjaminan hak” melaksanakan ajaran Islam bagi warganya. “Rekayasa ala Erdoğan” bukan hanya menyemarakkan kembali ritual Islam, tetapi juga bergerak pada aktualisasi Islam substantif pada kehidupan. seperti mendorong kemajuan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, fasilitas kesehatan, pendidikan, penelitian, kemajuan teknologi, serta pengelolaan sumber daya alam yang baik.

Politik Islam Erdoğan dan AKP bukan hanya bergelut dengan narasi simbolis yang terkadang menjemukan, tetapi juga bergumul langsung dengan aktualisasi Islam substantif pada wilayah empiris. Bukan hanya mencabut larangan jilbab, tetapi juga memperbaiki fasilitas kesehatan warga dan membiayai penelitian sains ribuan ilmuwan Turki.

Erdoğan pernah secara lantang adu argumen secara tajam dengan Shimon Peresh, presiden Israel, terkait isu Palestina. Secara tegas, ia memprotes kepemilikan senjata nuklir bagi İsrael. Senjata nuklir Israel berujung pada ketimpangan kekuatan militer dan bahaya penggunaan senjata nuklir di kawasan Timur Tengah dan sekitarnya.

Baca Juga  Catatan atas Kritik Thomas Jamaluddin Perkara Wujudul Hilal

Narasi “Politisasi Agama” Erdoğan

Erdoğan juga membiayai proyek nasional pengadaan drone dan jet tempur serta proyek militer lainnya untuk kewibawaan militer negara. Salah satu pemimpin Islam dan pemimpin di luar Amerika dan Uni Eropa yang sadar bahwa pendidikan, kesehatan, penelitian sains, dan ekspor teknologi adalah masalah pelik penyebab ketertinggalan, dan kebetulan menjadi masalah pelik negara-negara muslim.

Memenangkan hati rakyat Turki sangat tidak cukup hanya dengan membajak “narasi agama” ke panggung politik. Ia butuh kerja riil di lapangan untuk isu ekonomi, lapangan kerja, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Memenangkan 2 kali kursi perdana menteri dan 1 kali kursi presiden sejauh ini sejak tahun 2003 oleh Erdoğan, memerlukan kerja riil pembangunan ekonomi.

Sebutan politisasi agama seakan menggiring pemaknaan negatif, seolah narasi agama hanya dijadikan untuk meraup suara tanpa kerja-kerja substantif di lapangan. Apakah semua yang dilakukan Erdoğan demikian adanya? Jika pemihakan pada isu spesifik selamanya akan dituduh sebagai politisasi, maka banyak politisi tanah air yang bisa tertuduh mempolitisasi LGBT dan RUU Haluan Ideologi Pancasila. Wallahu A’lam.

Editor: Zahra

Syamsul Hidayat Daud
1 posts

About author
Mahasiswa Doktor di Eskişehir Osmangazi Üniversitesi, Turki, dan Ketua Pimpinan Cabang İstimewa Muhammadiyah Turki.
Articles
Related posts
Perspektif

Etika di Persimpangan Jalan Kemanusiaan

1 Mins read
Manusia dalam menjalankan kehidupannya mengharuskan dirinya untuk berfikir dan memutuskan sesuatu. Lalu Keputusan itulah yang nanti akan mengantarkan diri manusia ke dalam…
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds