Tanya:
Apakah kejadian seperti pada Iblis itu juga berlaku pada manusia, di mana yang jahat dan yang baik atau saleh sudah diketahui sebelumnya oleh Allah SWT, sebelum mereka dilahirkan ke dunia dan bukan perbuatan mereka yang murni, karena tergantung ada tidaknya hidayah dan petunjuk dari-Nya? (Penanya: Muh. Imron Eff, Jalan Dr. Subandi No. 208 Tanggul Jember).
Jawab:
Manusia makhluk Allah yang lain dari yang lain. Artinya, karena menjadi pemegang amanah, maka mendapatkan perlengkapan yang dapat untuk melaksanakan amanat tersebut, yakni akal. Dengan akal, ia diberi kemampuan untuk memahami taklif (beban kewajiban) yang sekaligus diberikan kemampuan untuk memahami adanya sangsi hukuman bagi yang tidak melaksanakan amanat tersebut.
Adanya sanksi hukuman bagi pelanggarnya itu diberikan kepada manusia melalui wahyu Allah yang diberikan dengan mengutus utusan yang disebut Rasul, yang berupa manusia yang dapat berkomunikasi dengan manusia sekaligus dapat memberikan contoh yang dapat ditiru dalam pelaksanaan amanat Allah itu.
Pokok-pokok amanat yang berupa wahyu yang terakhir disampaikan oleh Allah melalui Rasul terakhir pula, berupa Al-Quran yang memuat Hidayah (petunjuk). Dalam pengertian mufassir, petunjuk itu bertingkat. Dari insting (gharizah), pancaindera, akal sampai yang paling sempurna, ialah wahyu Allah yang berupa Agama, yang sumbernya ialah Al-Quran dan Sunnah Rasul.
Kalau kita lihat baik pada Al-Quran maupun As-Sunnah akan didapati bahwa manusia sebagai makhluk Allah yang mendapat amanat diberi kebebasan untuk menentukan pilihannya yang disebut ikhtiar, di samping juga Allah memberikan ketentuan nasibnya. Dengan kata lain, segala yang dilakukannya adalah Qadla dan Qadar-Nya, sedang ia hanya dapat berikhtiar.
Dengan demikian, maka segala ketentuan adalah dari Allah dan usaha adalah bagian manusia. Perbuatan manusia ditilik dari segi kuasa-Nya dinamakan ciptaan Allah dan dari kemampuannya hasil perbuatannya itu adalah hasil usahanya sendiri.
Termasuk usaha manusia adalah berdoa, mengajukan permohonan kepada-Nya dinamakan ciptaan Allah dan dari kemampuannya hasil perbuatan manusia itu adalah hasil usahanya sendiri.
Termasuk usaha manusia adalah berdoa, mengajukan permohonan kepada-Nya, termasuk memohon hidayah petunjuk dari-Nya. Orang yang diberi petunjuk oleh Allah orang yang memang berusaha untuk mendapatkannya, yang dimulai dari adanya minat untuk mendapatkan sampai memperhatikan dan mengamalkan petunjuk Allah tersebut, seperti disebutkan dalam Surat Az-Zumar 18: “(Sampaikan berita gembira kepada hamba-hamba-Ku) yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.”
Sumber: Tim Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Fatwa-fatwa Tarjih: Tanya Jawab Agama 1.
Editor: Arif