Perspektif

Apakah Prinsip Ekonomi Syariah Mampu Menjawab Resesi Ekonomi Saat Ini?

4 Mins read

Kalau kita mau jujur, hingga saat ini mayoritas penduduk muslim di dunia dan Indonesia pada khususnya masih terninabobokkan oleh sistem ekonomi konvensional yang sangat kapitalis dan liberal. Seluruh masyarakat muslim terbawa arus oleh derasnya sistem ekonomi kapitalis tersebut. Sistem ekonomi tersebut memang mudah dilaksanakan dan tidak ada kaitannya dengan ajaran agama tertentu, tetapi bila dihadapkan dengan ajaran Islam tentu banyak pertentangannya.

Sayangnya, di Indonesia sistem ekonomi Islam (syariah) lebih banyak berada pada tataran teori, belum sepenuhnya diimplementasikan dalam seluruh lini muamalah. Ribuan Sarjana Ekonomi Islam yang dihasilkan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI), Sekolah Tinggi Ekonomi dan Bisnis Islam (STEBI) dan berbagai perguruan tinggi lainnya, hanya laksana tabungan statis yang belum banyak dilirik orang.

Berbagai sarjana multidisiplin yang direkrut oleh lembaga keuangan bank dan non-bank syariah yang ditempatkan pada lini depan, ternyata gagal dalam memberikan penjelasan berbagai produk syariah yang ditawarkan. Akibatnya, masyarakat awam yang sejak awal memang belum begitu paham dengan sistem ekonomi syariah hanya mengangguk-angguk seperti sudah paham.

Begitu juga ketidaktaatan lembaga keuangan perbankan dan non-bank terhadap prinsip ekonomi syariah, menyebabkan sistem ekonomi syariah tidak sepenuhnya dilaksanakan dengan baik. Pelaksanaannya, hanya terkesan setengah-setengah. 

Sudah saatnya, mulai hari ini dan mulai dari kita sendiri untuk istiqamah melaksanakan seluruh nilai-nilai, prinsip, dan filosofi ekonomi Islam sesuai Al-Qur’an dan Hadits. Apalagi di tengah resesi ekonomi akibat virus Corona yang telah melanda seluruh negara, ekonomi Islam mempunyai posisi yang sangat strategis dalam mendukung terwujudnya reformasi perekonomian baik di dunia pada umumnya maupun di Indonesia pada khususnya.

Berbagai strategi, akselerasi, dan optimalisasi teknologi dalam berbagai sektor ekonomi dapat diterapkan oleh sistem ekonomi Islam kapan pun, di mana pun, dan dalam kondisi apa pun. Penduduk Indonesia yang mayoritas muslim (88,8%) (BPS, 2019) sangat memungkinkan untuk menerapkan sistem ekonomi Islam mulai dari proses produksi, distribusi, dan konsumsi. Seluruh lini dari hulu sampai hilir sesungguhnya dapat menerapkan sistem ekonomi Islam.

Baca Juga  Saat Hubungan Asmara Menjadi Sebuah Bencana

Kondisi yang demikian sesungguhnya telah diterapkan oleh seluruh lini perekonomian, hanya saja ketaatan untuk secara kaffah melaksanakan prinsip-prinsip ekonomi Islam perlu terus ditingkatkan.

Nilai dan Prinsip Dasar Ekonomi Syariah

Nilai-nilai yang terkandung dalam sistem ekonomi Islam merupakan dasar dari pandangan hidup manusia yang bersumber dari Kitab Suci al-Quran dan as-Sunnah. Oleh karena itu, di saat pandemi Corona hingga menyebabkan resesi ekonomi semua permasalahan ekonomi berkewajiban mematuhi semua aturan dalam prinsip ekonomi syariah (Mannan, 1997).

Beberapa nilai dasar yang dapat diterapkan dalam sistem ekonomi Islam dalam menghadapi resesi ekonomi akibat wabah virus Corona, antara lain, pertama, keadilan. Nilai ini memiliki keutamaan untuk menjunjung tinggi nilai kebenaran, kejujuran, keberanian dan konsistensi. Konteks ini perlu adanya injeksi dimensi moralitas dan material untuk mewujudkan efisiensi atau pemerataan, memberikan rasa nyaman kepada sumber daya manusia yang menguasai ekonomi syariah, melakukan restrukturisasi ekonomi dalam segala sektor termasuk restrukturisasi keuangan, serta membuat regulasi manajemen keuangan strategis. Prinsip keadilan serta stabilitas ekonomi perlu ditingkatkan. Kondisi ini dapat terlaksana manakala seluruh institusi yang ada di Indonesia memberikan dukungan sepenuh hati.

Kedua, adanya pertanggungjawaban untuk memakmurkan alam semesta beserta isinya sebagai tugas yang diamanatkan kepada khalifah. Oleh karena itu, pada saat ada wabah Corona, semua pelaku ekonomi diharuskan memiliki sikap amanah dan rasa tanggung jawab agar terwujud kesejahteraan masyarakat secara berkesinambungan tanpa terlalu terganggu dengan Covid-19.

Ketiga, perlu adanya jaminan sosial yang bertujuan untuk mendorong terciptanya hubungan yang baik antar manusia di masyarakat (Misanam, dkk, 2007). Apalagi pada saat ini, kebersamaan sangat dibutuhkan. Begitu juga sikap saling membantu antar sesama muslim sangat diharapkan.

Seluruh nilai–nilai yang terkandung dalam sistem ekonomi Islam harusnya dapat diterapkan dalam seluruh sendi kehidupan umat Islam. Sehingga dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan bangsa dan mengantisipasi berbagai hambatan, khususnya saat wabah Corona menyebar luas.

Filosofi Ekonomi Islam yang Harus Diterapkan

Filososi ekonomi Islam yang harus diterapkan antara lain, pertama, tauhid yang akan melahirkan kesadaran akan tanggung jawab bersama dalam mengatasi kesulitan ekonomi. Proses mengatasi kesulitan ekonomi dalam suasana ekonomi yang lesu secara filosofi harus dimaknai sebagai ibadah.

Baca Juga  Cherry Picking: Kecacatan Logika yang Sebaiknya Dihindari

Kedua, kita sebagai khalifah perlu memiliki sikap yang benar dan sesuai dengan tuntunan syar’i, yaitu mengutamakan kemaslahatan ummat (Chapra, 1993).

Ketiga, agar dapat terjaga eksistensi dan hakikat manusia, maka seluruh tindakan manusia tidak terlepas keberadaannya di muka bumi ini untuk selalu tolong menolong dalam hal kebaikan.

Keempat, dalam rangka menciptakan kesejahteraan seluruh umat manusia maka kita harus menjaga aspek berikut, yaitu terlindunginya keimanan (ad-din), jiwa (an-nafs), akal (al-aql), keturunan (an-nasl), dan kekayaan (al-mal).

Jadi, filosofi ekonomi syariah akan mampu menjiwai manusia dalam melakukan tindakan yang baik dan melahirkan sikap dan mental dalam pemenuhan kebutuhan manusia yang semakin hari semakin sulit seiring dengan semakin mengganasnya pandemi Corona.

Umat muslim dalam menghadapi resesi ekonomi ini, secara filosofi juga harus mampu memanfaatkan seluruh sumber daya alam dan insani untuk meningkatkan kesejahteraan umum, dengan tetap mempertahankan keseimbangan dalam berbagai dimensi kehidupan.

Aspek terpenting dalam menghadapi krisis ekonomi akibat virus Corona ini, perlu meningkatkan kualitas dan kapasitas sumber daya insani muslim yang tangguh yang memiliki jiwa yang tidak mudah menyerah dan mempunyai visi jauh ke depan.

Pengelolaan sumber daya insani yang Islami, baik fisik, moral maupun psikologi diharapkan dapat memberikan implikasi positif bagi lingkungan yang tidak terlepas dari norma yang berlaku di dalam masyarakat. Tujuannya adalah untuk merealisasikan dan mengembangkan sumber daya insani yang Islami dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat muslim.

Seluruh kebijakan dasar harus bersifat seimbang baik dalam proses produksi, distribusi, maupun konsumsi. Masyarakat mempunyai kemampuan untuk menentukan pilihan terbaik, yaitu adanya keleluasaan untuk memilih dalam koridor kebenaran sehingga menjadikan manusia sebagai khalifah yang benar-benar amanah di muka bumi.

Sebagai khalifah, manusia harus mempunyai tanggung jawab untuk melahirkan konsep yang mampu memberikan kebaikan (maslahah) bagi manusia lainnya hingga dapat melahirkan sikap kepedulian terhadap lingkungan sosial. Tanggung jawab ini lahir secara sukarela sehingga melahirkan kesadaran diri sendiri agar menjadi pribadi yang baik.

Baca Juga  Beribadah di Masjid dengan Aman Selama Pandemi

Keadilan Distribusi di Era Wabah Corona

Sistem distribusi ekonomi Islam memiliki ruang lingkup yang sangat mulia, yaitu terwujudnya keadilan dalam mewujudkan kesejahteraan. Dalam proses ini ada beberapa prinsip yang harus dilakukan, yaitu larangan riba dan gharar. Riba dapat mempengaruhi meningkatnya dua masalah distribusi, yaitu ketidakmerataan distribusi pendapatan termasuk dan ketidakadilan pendapatan antar pekerja dan pengusaha. Gharar akan menghambat terwujudnya keadilan dalam persaingan dan transaksi bisnis. Karena hal itu akan menyebabkan salah satu pihak dirugikan atas ketidaksejalanan yang terjadi pada proses pendistribusian.

Keadilan dalam proses pendistribusian akan menunjukkan sikap dan perbuatan serta perlakukan yang tidak berat sebelah dan tidak berpihak kepada salah satu pihak atas nilai dan jumlah yang didistribusikan.

Pemerintah memiliki tugas dan tanggung jawab untuk melakukan pendistribusian obat, APD dan makanan guna mencukupi kebutuhan pokok masyarakat. Pemerintah juga mempunyai hak untuk melakukan intervensi dalam mewujudkan kondisi yang mendukung mekanisme pasar yang adil, mempunyai kewajiban untuk menegakkan hukum serta menjatuhkan sanksi tegas bagi pelanggarnya. Pemerintah juga mempunyai kewajiban untuk bersikap dan berperilaku moral yang jujur, terbuka, dan adil agar dapat memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat secara adil.

Jangan sampai terjadi lagi tragedi kemanusiaan  yang menimpa warga Kota Serang, Yulie Nurmelia, yang meninggal karena hanya minum air selama dua hari di tengah pandemi Corona. Oleh karena itu, dalam kondisi wabah Corona menyebar, maka siapa pun tidak boleh menimbun bahan makanan, alat kesehatan, dan hal-hal lain yang bisa menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan ekonomi. Karena hal itu dapat merusak pondasi sosial ekonomi masyarakat. Upaya mencari keuntungan pribadi yang tidak pada waktunya selain akan menyengsarakan masyarakat juga akan menyebabkan ketidakadilan dalam proses pendistribusian dan rantai pasokan.

Editor: Arif

Avatar
13 posts

About author
Pegiat Ekonomi Syariah, alumni PPs UIN Raden Intan Lampung, Pesma Baitul Hikmah Surabaya, S3 Ilmu Sosial Unair, & S3 Manajemen SDM UPI YAI Jakarta
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds