Perspektif

Azaki Khoirudin: Trensains Geser Tren Pendidikan Pesantren, dari Sufistik-Fikih ke Saintifik-Filosofis

3 Mins read

Sudah jamak diketahui, bahwa sebagian besar negara muslim memiliki kualitas budaya ilmiah, perkembangan sains, dan teknologi yang masih rendah, tak terkecuali Indonesia.

Sementara, di Barat dan negara-negara lain mengalami kondisi yang berkebalikan. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Pew Research Center di tahun 2020, negara-negara yang tingkat religiusitasnya rendah, justru memiliki rakyat yang lebih berpendidikan dan sejahtera ketimbang negara yang tingkat religiusitasnya tinggi.

Riset lain yang dilakukan oleh Gijsbert dan David C. Geary, menunjukkan indikasi yang serupa. Menurut mereka, siswa di negara yang religiusitasnya tinggi memiliki prestasi rendah di bidang sains dan matematika.

Fakta di atas lah yang membuat Azaki Khoirudin, mahasiswa doktoral Universitas Islam Sunan Kalijaga, terpantik untuk mengambil tema disertasi yang berkaitan dengan problematika tersebut.

Menurutnya, sebagaimana yang disampaikan dalam sidang doktoralnya, merosotnya tradisi ilmiah yang ada di dunia Islam disebabkan karena pembahasan tentang hubungan agama dan sains yang belum selesai di kalangan para Intelektual Islam.

Selain itu, model pendidikan Islam di beberapa instansi pendidikan, khususnya di Indonesia, masih didominasi oleh nalar sufistik-fikih bersifat deduktif-normatif yang terlalu mengglorifikasi wahyu dan pemikiran tokoh yang berakibat pada kurang memiliki signifikansi kontekstual dalam kehidupan.

Terdapat dua instansi pendidikan pesantren sains (trensains) di Indonesia yang berusaha untuk mengatasi kemerosotan umat Islam dalam bidang sains dan teknologi. Dua instansi pendidikan tersebut adalah SMA Trensains Muhammadiyah Sragen dan SMA Trensains Tebuireng Jombang. Dua pesantren sains ini berupaya untuk mengintegrasikan pembelajaran agama dengan ilmu-ilmu sains kealaman.

Hadirnya kedua pesantren ini merupakan hal positif di tengah kemerosotan umat Islam di bidang sains dan teknologi. Keberadaan dua pesantren sains ini memantik Azaki untuk melakukan riset serius tentangnya dalam bentuk disertasi doktoral. Azaki Khoirudin ingin menelusuri asal usul gagasan pesantren sains yang ada di Indonesia; visi, misi, tujuan, kurikulum, dan program pendidikan trensains; konstruksi filsafat pendidikan yang mendasari gagasan dan praktik trensains; dan implikasi trensains secara konseptual bagi ilmu pendidikan Islam.

Baca Juga  A Design Lover’s Guide To Mexico City

Disertasi tersebut diberi judul Filsafat Pendidikan Pesantren Sains (Studi Pengembangan Sains Islam di SMA Trensains Muhammadiyah Sragen dan SMA Tebuireng Jombang) dan disidangkan di hadapan kurang lebih 50 hadirin di Aula Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Senin 27 Februari 2023.

Penggagas berdirinya dua instansi trensains ini, sebagaimana yang diungkapkan oleh Azaki, adalah Agus Purwanto. Agus Purwanto menerapkan gagasan Sains Islam dalam kurikulum pendidikannya.

“Agus Purwanto mengatakan bahwa gagasan sains Islam yang diterapkan dalam kurikulum trensains adalah kelanjutan dari gagasan islamisasi sains yang dibawa oleh para pendahulu, seperti Seyyed Hossein Nasr, Syed Naquib Al-Attas, Ismail Raji Al-Faruqi, dan Ziauddin Sardar”, ungkap Azaki.

Menurut Azaki, ide penggagasan trensains berpijak atas kegelisahan Agus Purwanto atas ketertinggalan dunia Islam dalam bidang sains, mereka masih terbelakang dan terkungkung dalam jurang kemiskinan. Untuk mengatasi ketertinggalan tersebut, trensains ingin memadukan antara budaya teks (Al-Qur’an dan Sunnah), budaya ilmiah (sains), dan budaya etis (filsafat) dalam kurikulum pendidikannya.

“Trensains ingin melahirkan generasi yang memegang teguh Al-Qur’an dan Sunnah, menyintai, dan mengembangkan sains, mempunyai kedalaman filosofis, dan keluruhan akhlak” ujar Azaki.

Salah satu concern yang ditekankan Azaki dalam disertasinya adalah filsafat pendidikan trensains yang unik dan berbeda daripada pesantren pada umumnya. Jika pondok pesantren pada umumnya dibangun atas basis filsafat pendidikan dengan nalar deduktif yang bersumber akal dan wahyu saja, namun trensains lebih daripada itu.

“Trensains setidaknya memiliki tiga basis konstruksi filsafat pendidikan, yaitu; (1) wahyu, (2) akal, dan (realitas) sehingga dapat dihasilkan formulasi pemikiran normatif, empiris, rasional, dan intuitif.” Ucap Azaki.

Dari segi ontologi, menurut Azaki, trensains tidak menganut materialisme ilmiah, akan tetapi percaya bahwa realitas yang ada di dunia ini tidak hanya materi, melainkan juga non-materi. Argumentaasi teologis yang dijadikan dasar oleh trensains bisa ditemukan di buku Ayat-Ayat Semesta dan Nalar Ayat-Ayat Semesta yang ditulis oleh sang penggagas, Agus Purwanto.

Baca Juga  GBHN Sudah Tidak Relevan dengan Sistem Ketatanegaraan Indonesia Saat Ini

Sementara dari sisi epistemologi, trensasin menawarkan paradigma sains Islam, di mana Al-Qur’an dan Sunnah dijadikan sebagai basis konstruksi ilmu pengetahuan.

“Jika diamati lebih jauh, paradigma sains Islam memiliki kemiripan dengan gagasan ilmuisasi Islam Kuntowijoyo yang sama-sama tidak menggunakan islamisasi. Bedanya, Kuntowijoyo fokus di ilmu sosial-humaniora, adapun sains Islam memilih kajian keislaman berbasis ayat-ayat semesta. Keduanya ingin membangun konstruksi teori berbasis wahyu dengan menjadikan kitab suci sebagai paradigma Islam”, ucap Azaki.

Namun, menurut Azaki, trensains tak begitu mengeksplorasi tentang hakikat nilai (aksiologi) dalam filsafat pendidikan yang dibangunnya. Karena fokus utamanya yakni pada konstruksi epistemologi berbasis wahyu (sains Islam) sebagai antitesis dari sains modern yang dinilai bebas nilai karena mengabaikan eksistensi Tuhan. Sisi aksiologis dari trensains adalah etika ilmiah itu sendiri.

Konstruksi filsafat pendidikan trensains sebagaimana di sebut di atas, menurut Azaki, memiliki dua implikasi. Pertama, implikasi secara konseptual bagi pendidikan Islam ke arah paradigma integratif, yakni (1) hakikat trensains adalah pendidikan integrasi sains yang bertujuan melahirkan ilmuwan muslim, (2) hakikat materi trensains adalah kurikulum integratif, (3) hakikat metode trensains adalah pembelajaran saintifik (ilmiah), (4) hakikat evaluasi trensains adalah kompetensi kecerdasan integratif.

Kedua, implikasi terhadap pergeseran orientasi pesantren di Indonesia dari orientasi sufistik-fikih ke saintifik-filosofis.

Avatar
1446 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds