Adalah absurd, tidak masuk akal jika Prof Din Syamsuddin dilaporkan sebagai radikal.Kelompok yang mengatasnamakan Gerakan Anti Radikalisme Alumni ITB (GAR ITB) yang melaporkan Din kepada Komisi Aparat Sipil Negara (KASN) sebagai radikal, anti-Pancasila, dan anti-NKRI jelas mengada-ada.
Prof Din adalah salah satu gurubesar terkemuka UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dua memberikan banyak kontribusi bukan hanya pada UIN Jakarta, tapi juga Muhammadiyah dan negara-bangsa Indonesia dengan mensosialisasikan pentingnya dialog dan perdamaian untuk membangun peradaban dunia yang lebih adil.
Selain itu, Prof Din sebagai Utusan Khusus Presiden (Jokowi) untuk Dialog dan Kerjasama antar-Peradaban dan saya melaksanakan Konsultasi Tingkat Tinggi (2019) di Bogor untuk konsolidasi dan penyebaran Wasathiyah Islam. Dengan Wasathiyah Islam yang menjadi karakter Islam Indonesia ke dunia global, Islam dapat terwujud sebagai rahmatan lil ‘alamin—Islam yang damai yang kontributif untuk kemajuan peradaban.
Mengenal Din Syamsuddin dengan segala kiprahnya sejak masa mahasiswa karena satu angkatan (1976) masuk IAIN Jakarta, Prof Azra yang pernah menjadi rektor IAIN/UIN Jakarta (1998-2006) mengimbau agar GAR ITB menarik laporannya. Jika ada konflik kepentingan terkait dengan posisi Din Syamsuddin sebagai anggota MWA ITB sebaiknya diselesaikan secara baik-baik di lingkungan almamater-sivitas akademika dengan semangat perguruan tinggi yang berdasarkan obyektivitas dan kolegialitas.
Lebih jauh lagi sikap kritis Prof Din Syamsuddin kepada pemerintahan Presiden Jokowi tidak disikapi lingkungan perguruan tinggi secara kontra-produktif dan divisif. Kelompok yang mengatasnamakan sebagai kelompok alumni sepatutnya menempuh cara-cara yang tidak menimbulkan perpecahan dan konflik dalam masyarakat.
Pada saat yang sama pimpinan KASN dan Kementerian Agama hendaknya dapat menilai masalah ini secara obyektif dan adil. Dengan begitu dapat diciptakan suasana kepegawaian yang lebih kondusif terkait isyu sosial-politik.
Editor: Yahya FR