Terdapat warga Muhammadiyah, ketika salat malam, dia membaca secara sirr. Kemudian, salah satu temannya mengatakan kepadanya bahwa dia seharusnya membacanya dengan jahr. Dia menjawab: “kalau kita jadi imam, kita secara jahr, kalau sebagai makmum atau salat sendiri, kita baca secara sirr.” Bagaimana penjelasannya?
Ulasan Jawaban
Perlu kita ketahui bahwa kadang-kadang Nabi SAW, saat salat malam, membaca dengan sirr dan kadang-kadang juga jahar.
Untuk lebih jelasnya, akan dipaparkan beberapa hadis yang menjelaskan tentang bacaan dalam salat malam. Apakah dengan sirr atau jahr;
- Hadis dari ‘Aisyah bahwa dia pernah ditanya:
كَيْفَ كَانَتْ قِرَاءَةُ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالَّيْلِ؟ فَقَالَتْ, كُلُّ ذَالِكَ قَدْ كَانَ يَفْعَلُ, رُبَّمَا اَسَرَّ وَ رُبَّمَا جَهَرَ
Bagaimana bacaan Nabi saw. sewaktu salat malam? Lalu ia menjawab: semua itu seperti yang biasa dikerjakan, yaitu kadang-kadang ia pelankan (sirr) dan kadang-kadang ia keraskan (jahr). [HR. Imam yang lima dan disahkan oleh at-Tirmidzi]
- Hadis dari ‘Aisyah juga:
عَنْ غُضَيْفِ بْنِ الْحَارِثِ قَالَ أَتَيْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ أَكَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْهَرُ بِالْقُرْآنِ أَوْ يُخَافِتُ بِهِ قَالَتْ رُبَّمَا جَهَرَ وَرُبَّمَا خَافَتَ قُلْتُ اللهُ أَكْبَرُ الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِي جَعَلَ فِي هَذَا الْأَمْرِ سَعَةً
Diriwayatkan dari Ghudhaif bin al-Harits, dia mengatakan, aku mendatangi ‘Aisyah, lalu aku bertanya, bagaimana bacaan Rasulullah saw, apakah beliau mengeraskan suara (jahr) atau mengecilkan suara (sirr)? ‘Aisyah menjawab, terkadang beliau mengeraskan (jahar) bacaannya dan terkadang memelankan (sirr). Aku berkata; Allahu akbar, Alhamdulillâh (segala puji hanya milik Allâh) yang telah memberikan kemudahan dalam masalah ini. [HR Abu Dawud,1/89]
- Hadis dari Abu Hudzaifah
صَلَيْتُ مَعَ النَّبِي صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ، فَافْتَتَحَ الْبَقَرَةَ، فَقُلْتُ يَرْكَعُ عِنْدَ الْمِائَةِ، ثُمَّ مَضَى فَقُلْتُ يُصَلِّي بِهَا فِيْ رَكْعَةٍ، فَمَضَى فَقُلْتُ يَرْكَعُ بِهَا، ثُمَّ افْتَتَحَ النِّسَاءَ فَقَرَأَهَا، ثُمَّ افْتَتَحَ آلَ عِمْرَانَ فَقَرَأَهَا يَقْرَأُ مُتَرَسِّلاً إِذَا مَرَّ بِآيَةٍ فِيْهَا تَسْبِيْحٌ سَبَحَ، وَإِذَا مَرَّ بِسُؤَالٍ سَأَلَ، وَإِذَا مَرَّ بِتَعَوُّذٍ تَعُوْذُ، ثُمَّ رَكَعَ فَجَعَلَ يَقُوْلُ: سُبْحَانِ رَبِيَ الْعَظِيْمِ فَكَانَ رُكُوْعُهُ نَحْوًا مِنْ قِيَامِهِ ثُمَّ قَالَ: سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ قَامَ قِيَاماً طَوِيْلاً قَرِيْباً مِمَّا رَكَعَ، ثُمَّ سَجَدَ فَقَالَ: سُبْحَانَ رَبِيَ الْأَعْلَى فَكَانَ سُجُوْدُهُ قَرِيْباً مِنْ قِيَامِهِ
“Aku salat bersama Nabi saw pada suatu malam, maka beliau memulai dengan surat al–Baqarah, lalu aku katakan,’Beliau ruku pada ayat keseratus, kemudian beliau meneruskan, aku katakan, beliau salat dengannya pada satu rakaat, lalu beliau meneruskan, lalu aku katakan, beliau rukuk dengannya, kemudian mulailah membaca surat an-Nisa’ dan beliau membacanya. Lalu memulai membaca surat Ali-Imran, beliau membacanya dengan tidak tergesa-gesa. Maka apabila mendapati ayat yang terdapat tasbih, maka beliau bertasbih, dan apabila mendapati ayat yang ada permohonan, beliau memohon, kemudian apabila mendapati ayat yang ada ta’awwudz, beliau berta’awwudz, lalu rukuk dan membaca subhana rabbiyal ‘adhim, lamanya ruku beliau sama seperti berdirinya. Lalu beliau mengucapkan sami’allahu liman hamidah, rabbana lakal hamdu, kemudian berdirinya itu tidak jauh dari rukuknya, Lalu beliau sujud dan membaca subhana rabbiyal ‘a’la, maka lamanya sujud beliau tidak jauh beda dari rukunya”. [HR. Muslim]
- Hadis dari Abu Qatadah:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ لَيْلَةً فَإِذَا هُوَ بِأَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يُصَلِّي يَخْفِضُ مِنْ صَوْتِهِ قَالَ وَمَرَّ بِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ وَهُوَ يُصَلِّي رَافِعًا صَوْتَهُ قَالَ فَلَمَّا اجْتَمَعَا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَا أَبَا بَكْرٍ مَرَرْتُ بِكَ وَأَنْتَ تُصَلِّي تَخْفِضُ صَوْتَكَ قَالَ قَدْ أَسْمَعْتُ مَنْ نَاجَيْتُ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ وَقَالَ لِعُمَرَ مَرَرْتُ بِكَ وَأَنْتَ تُصَلِّي رَافِعًا صَوْتَكَ قَالَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ أُوقِظُ الْوَسْنَانَ وَأَطْرُدُ الشَّيْطَانَ زَادَ الْحَسَنُ فِي حَدِيثِهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَبَا بَكْرٍ ارْفَعْ مِنْ صَوْتِكَ شَيْئًا وَقَالَ لِعُمَرَ اخْفِضْ مِنْ صَوْتِكَ شَيْئًا
Bahwasanya suatu malam Nabi saw keluar rumah dan mendapati Abu Bakar ra. salat malam dengan merendahkan suaranya (sir). Dan beliau melewati Umar bin Khattab ketika sedang salat dengan meninggikan suaranya (jahar). Ketika keduanya telah berkumpul di dekat Nabi saw beliau bersabda: “Wahai Abu Bakar, aku melewatimu ketika engkau sedang salat dengan merendahkan suaramu”. Abu Bakar berkata: “Wahai Rasulullah, aku memperdengarkan kepada (Allah) yang aku berbisik kepada-Nya”. Beliau juga bersabda kepada Umar: “Aku melewatimu ketika engkau sedang salat dengan meninggikan suaramu” (jahar). Umar berkata: “Wahai Rasulullah, aku membangunkan orang yang mengantuk dan mengusir setan,” maka Nabi saw bersabda: “Wahai Abu Bakar, tinggikan suaramu (jahar) sedikit”. Beliau juga bersabda kepada Umar: “Wahai Umar, rendahkan suaramu (sir) sedikit”. [HR Abu Dawud, no. 1329]
Sirr atau Jahr
Dari beberapa hadis di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa:
- Ketika Rasulullah salat malam sendirian, terkadang beliau membaca bacaan salat dengan mengeraskan suara (jahr) dan terkadang merendahkan suara (sirr).
- Ketika Rasulullah salat malam bersama Abu Hudzaifah, Abu Hudzaifah menjelaskan bahwa Rasulullah membaca surat al-Baqarah, an-Nisa’, dan Ali-Imran. Ini menunjukkan bahwa Abu Hudzaifah mendengar suara Rasulullah ketika membaca ayat secara jahar.
- Dalam kasusnya Abu Bakar dan Umar, bahwa Rasulullah menyarankan agar mu’tadil (sedang) yaitu tidak terlalu keras (jahr) dan tidak terlalu pelan (sirr) membaca bacaan ketika salat malam.
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa Rasulullah SAW, ketika salat malam sendirian, kadang-kadang membaca dengan jahr dan kadang-kadang dengan sirr. Ketika beliau melaksanakan salat malam berjamaah, ia membaca dengan jahr. Sungguh pun demikian beliau menyarankan agar dalam salat malam, membaca tidak terlalu jahr dan tidak terlalu sirr.
Wallahu a’lam bish-shawab.
.
Sumber: Fatwa Tarjih Muhammadiyah No.28 Tahun 2014
.
Editor: Yahya FR