Fatwa

Nama Muhammadiyah: Asal-usul dan Alasan Pemilihan

3 Mins read

Persyarikatan Muhammadiyah merupakan organisasi Islam yang sangat besar di Indonesia dan memiliki sejarah panjang. Usianya menginjak 108 tahun pada 2020 ini, karena Muhammadiyah didirikan pada 18 November 1912 silam. Nama “Muhammadiyah” secara bahasa berarti ”pengikut Nabi Muhammad”. Namun, sebenarnya bagaimana asal-usul dan alasan pemilihan nama Muhammadiyah? Berikut pembahasan menurut situs fatwatarjih.or.id.

Nama Muhammadiyah

Nama Muhammadiyah berasal dari kata “Muhammad” dan diberi akhiran ya’ nisbat, yang artinya adalah orang-orang yang mengikuti Muhammad. Kata “Muhammad” yang berarti “terpuji”, karena baik artinya maka dijadikan nama bagi anak cucunya oleh orang yang ingin anak cucunya menjadi orang terpuji di kemudian hari. Kata “Muhammad” telah menjadi nama pula bagi diri (person) junjungan kita Nabi Muhammad saw. Sudah banyak kaum muslimin yang menamakan anaknya dengan “Muhammad”, dengan harapan agar anaknya menjadi orang terpuji dan berakhlak mulia seperti akhlak Nabi Muhammad saw. Begitu pula dengan persyarikatan ini, diharapkan dengan nama Muhammadiyah menjadikan simpatisan, anggota, dan kader-kadernya menjadi terpuji dan melaksanakan tuntunan Nabi Muhammad saw.

Selanjutnya, khusus bagi Nabi Muhammad, kata setelah nama dilengkapi dengan kalimat “shallallaahu ’alaihi wa sallam” (saw). Kalimat ini berarti “semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan kesejahteraan atasnya”. Sedang bagi orang lain yang bukan person Nabi Muhammad tidak dilengkapi dengan kalimat tersebut.

Nah, nama Muhammadiyah bukan nama person Nabi Muhammad, tetapi nama suatu persyarikatan, yaitu “Persyarikatan Muhammadiyah”. Dari nama itu tersirat suatu makna bahwa yang menjadi anggota persyarikatan itu adalah para pengikut Nabi Muhammad saw. Karena Persyarikatan Muhammadiyah bukan nama person Nabi Muhammad, maka tidak perlu dilengkapi dengan kalimat “shallallaahu ’alaihi wa sallam” (saw).

Baca Juga  PDIP dan Muhammadiyah: Adakah Kesamaan Nilai?

Asal-usul Nama Muhammadiyah dan Alasan Pemilihan

Mengutip situs resmi Muhammadiyah.or.id, nama ”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu. Dia adalah seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta. Nama ini akhirnya diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui shalat istikharah (Darban, 2000: 34).

Penisbahan nama tersebut menurut H. Djarnawi Hadikusuma mengandung pengertian sebagai berikut: ”Dengan nama itu dia (Kiai Dahlan) bermaksud untuk menjelaskan bahwa pendukung organisasi itu ialah umat Muhammad, dan asasnya adalah ajaran Nabi Muhammad saw, yaitu Islam. Dan tujuannya ialah memahami dan melaksanakan agama Islam sebagai yang memang ajaran yang serta dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, agar supaya dapat menjalani kehidupan dunia sepanjang kemauan agama Islam. Dengan demikian ajaran Islam yang suci dan benar itu dapat memberi nafas bagi kemajuan umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya.”

Maka pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8 Dzulhijah 1330 Hijriah di Yogyakarta akhirnya didirikanlah sebuah organisasi yang bernama ”MUHAMMADIYAH”. Organisasi baru ini diajukan pengesahannya pada tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim ”Statuten Muhammadiyah” (Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912). Statuen disahkan disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914.

Dalam ”Statuten Muhammadiyah” yang pertama itu, tanggal resmi yang diajukan ialah tanggal Miladiyah yaitu 18 November 1912, tidak mencantumkan tanggal Hijriah. Dalam artikel 1 dinyatakan, ”Perhimpunan itu ditentukan buat 29 tahun lamanya, mulai 18 November 1912. Namanya ”Muhammadiyah” dan tempatnya di Yogyakarta”. Sedangkan maksudnya (Artikel 2), ialah: a. menyebarkan pengajaran Igama Kangjeng Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta, dan b. memajukan hal Igama kepada anggauta-anggautanya.”

Perbedaan dengan Nama Nabi Muhammad

Kata Persyarikatan Muhammadiyah ini pada satu segi ada persamaannya dengan kata “Ali Muhammad” (keluarga Muhammad). Karena bukan nama person Nabi Muhammad, tidak perlu dilengkapi dengan “shallallaahu ’alaihi wa sallam” (saw), seperti: Ali Muhammad shallallaahu ’alaihi wa sallam (saw).

Baca Juga  Hukum Shalat Jumat Secara Bergelombang Atau Bergiliran

Demikian pula kata “hizbullah” dan kata “sabilillah”, tidak perlu dilengkapi dengan “subhaanahuu wa ta’aalaa” (swt), artinya “Maha Suci dan Maha Agung Dia”. Kata “hizbullah” (tentara atau lasykar Allah) dan kata “sabilillah” (berjuang di jalan Allah) sangat popular di Indonesia pada masa-masa perjuangan kemerdekaan Indonesia melawan penjajah Belanda. Mereka adalah laskar yang terkenal gagah berani pada waktu itu. Banyak nama-nama lain yang sama ungkapannya dengan kata-kata di atas, seperti kata Abdullah, Abdurrahman, Nur Rohman, dan sebagainya.

Mengenai ayat 63 surat An-Nur (24) kami tuliskan, Allah swt berfirman:

لاَ تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا … [النور (24): 63]

Artinya: “Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain), ….” [QS. an-Nur (24): 63]

Para mufassir seperti Al-Qasimi pada kitab tafsirnya Mahasinut Ta’wil, Al-Maraghi pada tafsir Al-Maraghi, dan para mufassir yang lain menafsirkan ayat di atas sebagai berikut: Ayat ini merupakan peringatan bagi kaum muslimin agar memanggil Nabi Muhammad sesuai dengan panggilan yang diberikan Allah kepadanya, yaitu “Rasulullah” atau “Nabiyullah”, tidak seperti yang biasa berlaku di kalangan orang-orang Arab pada waktu itu. Mereka memanggil temannya dengan nama seenaknya saja. Hal ini mereka lakukan pula kepada Nabi Muhammad. Mereka memanggil Nabi Muhammad dengan “hai Muhammad”, hai Abul Qasim, hai Ibni Abdillah, dan sebagainya.

***

Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tidaklah hormat jika kita memanggil Nabi Muhammad dengan Muhammad saja. Kita harus memanggilnya dengan nama “Rasulullah”, “Nabiyullah”, jika kita ucapkan dalam bahasa Indonesia berbunyi: Rasul Allah, Nabi Muhammad, atau Nabi saw. Dengan kata saw dapat dibedakan antara Nabi Muhammad dengan nabi-nabi yang lain.

Baca Juga  Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur: Kampus Terbaik di Calon Ibukota Negara

Adapun untuk nabi-nabi yang lain dilengkapi namanya dengan “’alaihish-shalaatu was-salaam” (as), artinya semoga kepadanya dilimpahkan rahmat dan kesejahteraan. Itulah panggilan yang diberikan Allah kepada Nabi Muhammad saw yang diajarkan kepada kita semuanya, dan kita akan mematuhinya. Wallahu a’lam.

Editor: Nabhan

Avatar
1339 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
Fatwa

Meluruskan Bacaan Takbir Hari Raya: Bukan Walilla-Ilhamd tapi Walillahilhamd

1 Mins read
IBTimes.ID – Membaca takbir ketika hari raya merupakan salah satu sunnah atau anjuran yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Anjuran tersebut termaktub di…
Fatwa

Menggibahi Orang Lain di Group WhatsApp, Bolehkah?

2 Mins read
Di era banjirnya informasi yang tak dapat terbendungkan, segala aktivitas manusia nampaknya bisa dilacak dan diketahui dari berbagai media sosial yang ada….
Fatwa

Fatwa Muhammadiyah tentang Tarekat Shiddiqiyyah

4 Mins read
IBTimes.ID – Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, tarekat adalah jalan, cara, metode, sistem, mazhab, aliran, haluan, keadaan dan atau tiang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *