Inspiring

Badiuzzaman Said Nursi (1): Latar Belakang Anak Ajaib dari Turki

4 Mins read

Saat itu, Mirza -seorang pemuda dari Nurs- tengah mengembalakan lembu. Nurs terletak di bawah lereng Pegunungan Taurus. Di Anatolia timur. Kini masuk ke wilayah Turki. Kota terdekat dari Nurs adalah Hizan. Bisa ditempuh dengan jalan kaki selama 10 jam.

Setelah mengikat lembunya di padang rumput, ia mengangkat tangannya. Melaksanakan salat dhuha. Di tengah ladang, beralaskan bumi, beratapkan langit.

Begitu selesai salat dhuha dan berzikir, ia melihat salah satu lembu terbaiknya tidak berada di tempat. Patok yang ia tanam telah lepas. Mirza panik. Ia cari lembu itu ke padang rumput dan perkebunan.

Di sebuah ladang, ia melihat lembunya tengah makan rumput. Menurut Mirza, lembunya tidak boleh makan di ladang milik orang lain. Karena rumput itu bukan haknya.

Spontan, Mirza membawa lembunya kembali ke padang rumput. Kemudian ia mendatangi rumah di dekat ladang tempat lembunya makan rumput tadi. Mirza meminta maaf dan meminta pemiliknya untuk menghalalkan rumput yang dimakan lembunya.

Si pemilik rumah bernama Molla Thahir. Molla Thahir kaget melihat seorang anak muda yang begitu jujur dan menjaga diri dari hal-hal yang syubhat. Setelah itu juga, Molla Thahir langsung datang ke Nurs. Rupanya, ayah Mirza, Ali, adalah sahabat lama Molla Thahir. Wajah Mirza mengingatkan Thahir terhadap sahabatnya itu.

Begitu Mirza sampai rumah, ia kaget melihat Molla Thahir beserta istrinya telah ada di rumahnya. Tengah berbincang dengan kedua orang tuanya.

Beberapa waktu kemudian, kedua orang tua Mirza gantian berkunjung ke Molla Thahir. Di situ, kedua orang tua Mirza bertemu dengan Nuriye. Nuriye adalah gadis berusia 18 tahun yang hidup secara asketis.

Tidak pernah ada orang yang melihat wajahnya selain keluarganya sendiri. Nuriye, selain itu, juga tidak pernah menginjakkan kaki di bumi kecuali dalam keadaan berwudhu.

Baca Juga  Saleh Digital Juga Bagian dari Ketakwaan Kita

Melihat gadis yang begitu menjaga diri, Ali dan istrinya tertarik. Molla Thahir pun punya pikiran yang sama. Ia tertarik kepada Mirza sejak Mirza datang meminta agar rumputnya dihalalkan.

Mirza adalah laki-laki yang wara’ dan zuhud. Selalu menjaga diri. Ia diajarkan oleh orang tuanya agar selalu berzikir. Terutama ketika mengembalakan lembu. Di setiap tarikan nafas, ia menyebut huwa yang artinya dia. Sementara, ketika melepaskan nafas, ia menyebut Allah. Jadi, ia selalu berzikir Huwa Allah (Dialah Allah) sepanjang perjalanan mengembala. Kelak, Mirza dikenal sebagai seorang sufi.

Siang hari ia mengembala. Malam hari ia belajar ke beberapa ulama di Nurs.

Ketika berjalan menuju ladang, ia menutup mulut lembunya. Tujuannya, agar lembunya tidak makan sembarang rumput yang bukan haknya. Konon, nasab Sufi Mirza bersambung ke Imam Hasan bin Ali. Sementara nasab Nuriye bersambung ke Imam Husein bin Ali.

Praktis, dua sahabat lama itu saling menikahkan anaknya. Sufi Mirza menikah dengan Nuriye. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai tujuh orang anak. Mereka adalah Duriye, Hanim, Abdullah, Said, Mehmet, Abdul Mecit, dan Mercan.

Keajaiban Badiuzzaman Said Nursi

Anak keempat, Said, kelak akan tumbuh menjadi seorang mujaddid besar di Turki. Ia diberi gelar Badiuzzaman yang artinya keajaiban zaman. Nama belakangnya ditambah dengan Nursi. Sebagai tanda bahwa ia berasal dari daerah Nurs. Maka, namanya menjadi Badiuzzaman Said Nursi.

Pada tahun 1877, saat melahirkan Said Nursi, Nuriye tidak merasakan sakit sama sekali. Begitu si bayi keluar dari rahim, tangannya menggenggam kuat dan kedua matanya jernih terbuka. Ia melihat sekeliling seperti siap menantang kedigdayaan dunia.

Ketika memasuki bulan puasa, si bayi tidak mau menyusu di siang hari. Meskipun Nuriye meminta bayi agar menyusu, namun ia enggan. Said kecil hanya mau menyusu ketika malam hari saja, seolah ikut berpuasa.

Baca Juga  Sisi Lain KH Ahmad Dahlan: Ternyata Beliau Seorang Wartawan!

Bahkan, konon, di malam hari sebelum melahirkan Said, Nuriye bermimpi ada bintang yang keluar dari perutanya. Bintang itu jatuh ke laut luas. Namun cahanya menerangi seluruh dunia.

Kegigihan Menuntut Ilmu

Sejak kecil, Badiuzzaman Said Nursi sering ikut bapaknya untuk belajar ke beberapa ulama di Nurs. Said juga gemar mengikuti forum-forum majelis perdebatan ilmu.

Di Nurs, umumnya, seorang anak akan masuk madrasah ketika telah berusia 12 tahun. Namun, Said, telah memaksa agar bisa masuk madrasah sejak berusia 9 tahun. Ia masuk ke madrasah milik Ustadz Muhammed Emin di Tag.

Meskipun menjadi siswa paling kecil, kecerdasan Said melampaui siswa-siswa lain. Karena hal itu, Said kecil menjadi sasaran perundungan siswa lain yang iri.

Karena mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari teman-temannya, Said pindah dan berguru kepada Seyyid Nur Muhammad di Pirmis. Di Pirmis, Said terlihat semakin cemerlang. Ia menjadi siswa kesayangan guru.

Setelah beberapa tahun berguru ke Nur Muhammad, Said Nursi kembali ke Tag. Ketika berusia 15 tahun, Said berguru di Madrasah Mir Hasan Wali. Madrasah itu terletak di Mukus. Kepala sekolahnya adalah Molla Abdulkerim.

Karena masih muda, Said seharusnya masuk ke tingkatan pertama. Namun, Said sangat percara diri. Ia merasa kemampuannya jauh berada di atas tingkatan pertama. Said kemudian diberikan kitab dari level pertama hingga level tujuh.

Seluruh kitab itu berhasil ia lahap hanya dalam waktu tiga hari. Ketika ia dites oleh Molla Abdulkerim, Said dapat menjawab seluruh pertanyaan dengan baik. Tanpa ada kesaahan sedikitpun.

Melihat kehebatan Said, Molla meminta Said agar pergi ke sebuah madrasah besar di Geva. Seluruh pelajaran di Geva dipelajari oleh Said hanya dalam waktu satu bulan. Ia kemudian disarankan agar melanjutkan pendidikan di Madrasah Beyazid.

Baca Juga  UIN Sunan Kalijaga Anugerahi Habib Chirzin Gelar Dr Honoris Causa

Said pergi ke Beyazid bersama dengan Molla Mehmet. Molla Mehmet berusia 25 tahun. Karena faktor usia, Molla langsung masuk ke kelas paling atas. Sementara Said yang baru berumur 15 tahun harus masuk ke kelas rendah.

Melihat perlakuan itu, Said protes. Ia kemudian diberikan tiga buah kitab oleh Syaikh Muhammed Celali, Kepala Sekolah Madrasah Beyazid. Said melahap tiga kitab itu hanya dalam tiga hari saja. Ketika diuji, Said kembali dapat menjawab seluruh pertanyaan dengan mudah.

Ia kemudian kembali diberikan puluhan kitab. Antara lain Jam’u Al-Jawami’, Syarh Al-Mawaqif, Tuhfah Al-Muhtaj, dan lain-lain. Ia mengkhatamkan puluhan kitab itu dalam waktu tiga bulan. Menurut keterangan Syeikh Muhammad Celali, seluruh kitab itu seharusnya dipelajari selama 15 tahun. Namun, Said -sang keajaiban zaman- dapat menyelesaikan hanya dalam waktu tiga bulan saja.

Molla Fethullah adalah orang yang pertama kali memberinya gelar Badiuzzaman. Gelar itu belakangan melekat pada nama Said Nursi.

Selanjutnya:

Badiuzzaman Said Nursi (2): Perjalanan Dakwah & Persentuhan dengan Turki Utsmani

Badiuzzaman Said Nursi (3): Perang Dunia, Masa Pengasingan, & Risalah Nur

Avatar
113 posts

About author
Mahasiswa Dual Degree Universitas Islam Internasional Indonesia - University of Edinburgh
Articles
Related posts
Inspiring

Imam Al-Laits bin Saad, Ulama Besar Mesir Pencetus Mazhab Laitsy

3 Mins read
Di zaman sekarang, umat Islam Sunni mengenal bahwa ada 4 mazhab besar fiqh, yang dinisbahkan kepada 4 imam besar. Tetapi dalam sejarahnya,…
Inspiring

Ibnu Tumart, Sang Pendiri Al-Muwahhidun

4 Mins read
Wilayah Maghreb merupakan salah satu bagian Dar al-Islam (Dunia Islam) sejak era Kekhalifahan Umayyah. Kebanyakan orang mengenal nama-nama seperti Ibnu Rusyd, Ibnu…
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds