Inspiring

Bagaimana Seharusnya Kartini Zaman Now?

3 Mins read

Raden Ajeng Kartini, sosok perempuan pejuang yang hidup di akhir abad ke-18, menjelang abad Ke-19. Beliau rela mempertaruhkan hidup demi memperjuangkan kaum sesamanya. Asa beliau adalah ingin perempuan memiliki status sosial yang layak dan wajar. Hingga akhirnya beliau berhasil menjadi pelopor kebangkitan perempuan pribumi pada zamannya.  

Hari Kartini Bukan Hanya Seremonial

Kisah perjuangan Kartini jangan hanya jadi sejarah yang dipelajari di sekolah saja. Lalu dihafal untuk sebuah capaian nilai yang baik saat ulangan. Lalu, tak lama kemudian hafalan itu berangsur hilang dalam ingatan, tanpa meninggalkan bekas makna, nilai, dan arti dari kisah juang Ibunda kita.

Lebih miris lagi, adanya Hari Kartini yang dimaknai keliru oleh perempuan zaman now. Momentum seremonial ini menjadi hari perayaan perempuan di mana para perempuan mendadak pakai kebaya. Mereka berlomba mengenakan kebaya terbaik yang bisa dipakai atau dibeli. Tidak masalah sebenarnya ramai-ramai pakai kebaya. Yang dikhawatirkan adalah, berkebaya tanpa disertai ruh perjuangan Kartini.

Indonesia saat ini memiliki perempuan dalam jumlah yang sangat banyak. Menurut BPS, diproyeksikan pada 2020 akan meningkat sebanyak 271.066.000 jiwa, dengan 49,76 persen perempuan. Banyaknya jumlah perempuan menjadi peluang yang cukup besar bagi bangsa ini untuk hadirkan figur Kartini masa kini.

Pertanyaannya, perempuan seperti apa yang menyerupai figur Kartini dan mewarisi semangat juang ibunda tangguh tersebut? Untuk menjawabnya, perempuan Indonesia sejatinya paham dulu apa sebenarnya yang diperjuangkan oleh Kartini.

Kisah Kartini

Saat itu, Kartini melihat beragam penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat. Di antaranya, perempuan tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, mereka harus dipingit, mereka dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, dan lain sebagainya. Menyikapi fenomena itu, ia tergerak hati dan raga untuk menerobos penghambat kiprah perempuan. Beliau berkeinginan untuk memajukan perempuan pribumi.  

Baca Juga  Keistimewaan dan Keteladanan Abdurrahman bin Auf

Ini salah satu surat Kartini yang yang menjadi bukti ikhtiar perjuangan beliau. Surat ini diberikan pada Nellie Van Kol pada tahun 1901, yang isinya begini, “usaha kami mempunyai dua tujuan, yaitu turut berusaha memajukan bangsa kami dan merintis jalan bagi saudara-saudara perempuan kami menuju keadaan yang lebih baik, yang lebih sepadan dengan martabat manusia.” Dan masih banyak surat lainnya, yang menggambarkan ide dan cita-citanya terhadap perempuan dan Bangsa ini.

Setelah Kartini wafat, seorang Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda, Mr JH Abendanon, berhasil mengumpulkan dan membukukan surat-surat Kartini yang pernah dikirimkan pada teman-teman beliau di Eropa. Surat-surat yang berceceran dan terpisah telah menjadi sebuah buku fenomenal yang diberi judul Door Duisternis tot Licht yang artinya “Dari Kegelapan Menuju Cahaya.” Buku tersebut diterbitkan pada tahun 1911.

Habis Gelap Terbitlah Terang

Berselang sepuluh tahun, tepatnya tahun 1922, Balai Pustaka melanjutkan jejak kisah juang Kartini dengan menerbitkan buku tersebut dalam bahasa Melayu. Buku itu diberi judul, Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran. Buku yang berhasil diterjemahkanan oleh Empat Saudara.

Kemudian, tak kalah ketinggalan, seorang sastrawan Pujangga Baru, Armijn Pane, menerbitkan buku, Habis Gelap Terbitlah Terang. Buku versi Armijn Pane berbeda dengan buku sebelumnya. Beliau membagi buku dalam lima bab pembahasan, dengan maksud agar lebih jelas menunjukkan tahap perubahan cara berpikir Kartini, sepanjang waktu korespondensinya. Versi ini sempat dicetak sebanyak sebelas kali.

Upaya-upaya Kartini dalam memperjuangkan perempuan membuahkan hasil. Pemikirannya berhasil mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi di Jawa. Di samping itu, pemikiran beliau mengilhami tokoh-tokoh kebangkitan nasional Indonesia. Salah satunya WR Soepratman. Beliau terinspirasi oleh pemikiran dan semangat juang Kartini, hingga terciptalah sebuah lagu yang berjudul “Ibu Kita Kartini.” Lagu yang sudah membumi di masyarakat Indonesia, bahkan dipelajari oleh seluruh peserta didik di negeri ini.

Baca Juga  Membayangkan Aisyah Istri Rasulullah Seperti Nyai Ontosoroh, Kartini, atau Siti Walidah

Mengamati perjuangan Kartini, tampak bahwa perhatian beliau tidak semata-mata soal emansipasi perempuan, namun juga masalah sosial umum. Ia berharap perempuan Indonesia memiliki kebebasan, otonomi, dan persamaan hukum yang lebih luas. 

Kartini Zaman Now

Perempuan Indonesia saat ini bisa melanjutkan estafet perjuangan Kartini. Awali dengan membangun kesadaran akan pentingnya ilmu pengetahuan, lalu penuhi kebutuhan itu dengan BELAJAR. Perempuan harus terus belajar, kendati sudah berkeluarga dan dianugerahi buah hati. Dengan begitu, perempuan siap menjadi pelengkap ruang-ruang kosong kiprah laki-laki. Karena nyatanya, laki-laki tidak sempurna. Perlu tangan dan peran perempuan untuk menyempurnakan karya mereka.

Selain mengejar ilmu pengetahuan, perempuan harus mengimbangi diri dengan pemahaman agama yang benar, agar dalam mengaplikasikan ilmu yang ia miliki selaras dengan aturan agama. Selanjutnya, hiasi diri dengan akhlak yang mulia. Banyak cara untuk membenahi akhlak, di antaranya bisa dengan membaca dan mengkaji akhlak para perempuan mulia, sejak zaman Nabi dulu hingga saat ini.

Dengan begitu, kita paham bahwa mendalami ilmu harus komprehensif dan menyeluruh. Itu pun belum cukup, bila berhenti pada tahap mengetahui saja. Lanjutkan dengan berusaha memahaminya. Kemudian, ikuti dengan upaya menginternalisasi ilmu yang dipahami dalam diri sendiri. Sehingga, ilmu yang menyatu dalam jiwa akan lebih mudah dimanifestasikan dalam tindakan nyata dan realistis, serta mudah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Bukan Sekedar Emansipasi

Kartini menginspirasi para perempuan untuk berkiprah, berkarya, dan bermanfaat bagi sesama sesuai dengan spesialisasi diri. Namun, ingatlah bahwa menjadi Kartini zaman now tidak melulu mempersoalkan emansipasi perempuan yang bisa menghadirkan kesenjangan atau berakhir menjadi konflik, bahkan hingga menyalahi fitrah perempuan. Namun, Kartini masa kini lebih berorientasi pada upaya memberdayakan diri dan perempuan lainnya.

Baca Juga  Ibnu al-Muqaffa, Sastrawan dan Penerjemah Karya Asing Era Abbasiyah

Terakhir, selain mencari peluang kebermanfaatan diri, perempuan pejuang mampu bergandengan tangan dan bersinergi dengan kaum laki-laki untuk mendukung kemajuan dan pembangunan bangsa tercinta.

*) Mahasiswa PhD Internasional Islamic University Malaysia, dosen Universitas Islam 45 Bekasi

Editor: Arif

Avatar
1 posts

About author
Mahasiswa PhD Internasional Islamic University Malaysia, Dosen Universitas Islam 45 Bekasi
Articles
Related posts
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…
Inspiring

Beda Karakter Empat Sahabat Nabi: Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali

4 Mins read
Ketika berbicara tentang sosok-sosok terdekat Nabi Muhammad SAW, empat sahabat yang paling sering disebut adalah Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman…
Inspiring

Spiritualitas Kemanusiaan Seyyed Hossein Nasr

3 Mins read
Islam memiliki keterikatan tali yang erat dengan intelektual dan spiritual. Keduanya memiliki hubungan yang sangat dekat dan merupakan dua bagian realitas yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds