Review

Kartini di Mata Kardinah: Sosok Wanita Gagah yang Punya Selera Humor

3 Mins read

Cara Mengenali Seseorang

Kartini Kardinah – Bagi Daniel Dhakidae, ada dua cara untuk dapat memahami dan mengenal seseorang. Cara pertama adalah cara objektif, sedangkan cara kedua adalah cara yang sedikit subjektif. Jika kita ingin mengenal seseorang secara objektif, baca dan pelajariah karya-karya orang tersebut.

Dengan mempelajari dan membaca karya-karya seseorang, kita akan mengerti garis besar ideologi politik, falsafah hidup, dan harapan-harapan orang itu. Sedangkan cara lain yang lebih subjektif adalah bertanya atau membaca tulisan dari orang-orang terdekat subjek yang ingin kita kenal.

Dari bertanya atau membaca itu, kita akan melihat sisi lain dari seseorang. Sebab dalam banyak hal, ada batasan-batasan psikologis seseorang untuk menuliskan rahasia-rahasia terdalamnya.

Dalam banyak kasus juga, kita bisa tahu hal-hal kecil dan bersifat partikuler dari kehidupan seseorang dari persaksian orang-orang dilingkaran orang tersebut. Kejadian-kejadian lucu, aneh, dan unik yang mungkin bagi si pelaku tidak berarti, tapi bagi orang-orang yang berada didekatnya menimbulkan kesan mendalam.

Kehidupan Kartini Beserta Saudaranya

Begitupun dengan kehidupan Kartini dan ketiga saudaranya. Dengan membaca karya agung Habis Gelap Terbitlah Terang, kita akan mendapatkan gambaran Kartini dengan garis besar kehidupan yang ia jalani.

Kita akan mendapatkan deskripsi kehidupan feodal masyarakat Jawa yang dilawan oleh Kartini. Kita juga mendapatkan dambaan-dambaan ideal yang menjadi harapan Kartini.

Namun, pembacaan tersebut tentu memiliki keterbatasan. Kita akan banyak melewatkan detail-detail kecil kehidupan Kartini dan juga keluarganya. Kita juga tidak akan mengenal Kartini secara dalam dan utuh.

Kita hanya akan mengenal Kartini dan adik-adiknya hanya dalam gambaran umum serta nampak dipermukaannya saja. Untuk lebih mengenal Kartini lebih dalam, kita harus membaca dan bertanya pada Ibu Ngasirah (ibu kandung Kartini), atau Roekmini dan Kardinah (adik-adik Kartini).

Baca Juga  Membayangkan Aisyah Istri Rasulullah Seperti Nyai Ontosoroh, Kartini, atau Siti Walidah

Hadirnya buku berjudul Tiga Saudara; Kartini, Roekmini, Kardinah garapan Kardinah Rekso Negoro (adik Kartini) adalah suatu pelengkap yang mampu mengisi ruang kosong dalam upaya kita mengenal Kartini.

Kita yang selama ini asing pada Kartini dan mengenal Kartini hanya dari film atau buku Habis Gelap Terbitlah Terang gubahan Arjmin Pane saja, akan sedikit lega dengan hadirnya buku ini.

Namun, kehadiran buku ini ternyata tidak cukup. Mengapa? Sebab, dalam keterangan sampul buku, terdapat pernyataan ironik. Buku Tiga Saudara: Kartini, Roekmini, Kardinah, dicetak terbatas dan hanya untuk kalangan sendiri.

Artinya, pemerintah kota rembang membatasi jumlah cetakan dan menutup akses cetakan buku ini dari jangkauan masyarakat luas. Hasilnya, masyarakat umum tidak memiliki akses pada sisi lain dari kehidupan kartin dan tetap buta pada kehidupan pribadi Kartini.

Konsekwensi logis dari rentetan fakta ini adalah pemahaman artifisial kita pada pemikiran dan kehidupan Kartini. Kita lebih memahami Kartini sebagai duta busana Jawa seperti kebaja, konde, dan kain jarik ketimbang hal-hal lain yang lebih subtansial.

Kita juga memitoskan Kartini sebagai ibu, padahal status keibuan Kartini hanya dijalani dalam hitungan bulan saja. Kartini, secara ironik meninggal beberapa saat setelah ia melahirkan. Ia menikmati status ibu hanya dalam waktu singkat. Kartini meninggal sesaat setelah ia melahirkan bayinya.

Kartini di Mata Kardinah

Bagi Kardinah, sosok Kartini hadir laksana karang yang gagah. Ia bisa menjalankan peran sebagai benteng pertahanan bagi adik-adiknya ketika mengalami masalah sekaligus menciptakan kesan yang teduh saat berhadap-hadapan. Kartini bagi Kardinah menjelma kompas kehidupan yang menginspirasi sekaligus menguatkan.

Di mata Kardinah, kebebasan yang diekspresikan Kartini melalui hidup dan tulisannya telah menggugah kesadarannya untuk melakukan sesuatu. Berkat usaha Kartini dalam membuka belenggu feodalisme dalam pendidikan, ia punya cita-cita yang tinggi.

Baca Juga  Konsep Kepatuhan Menurut Erich Fromm

Bahkan kelak ia berjuang melanjutkan cita-cita Kartini dengan mendirikan Sekolah Kepandaian Putri Wisma Pranowo di Kota Tegal dan mendirikan Rumah Sakit yang belakangan diberi nama RS Kardinah. Begitu besar pengaruh Kartini pada Kardinah hingga Kardinah bisa bergerak dalam bidang sosial sekaligus pendidikan.

Sisi Humoris dari Kartini

Namun, dalam pandangan Kardinah, Kartini bukanlah sosok kakak yang kaku dan kering akan humor. Kartini jauh dari sosok yang serius dan kaku. Kartini di mata Kardinah adalah sosok yang usil dan jahil. Dalam ingatan Kardinah, ada satu momen kocak yang bisa menggambarkan kejahilan Kartini.

Satu hari Kartini mendatkan abdi dalemnya teledor dalam menjaganya. Kartini hendak mengusili abdi dalemnya itu dengan mengoleskan sambel pedas di tempat sirih abdi dalemnya. Alhasil ketika abdi dalem Kartini bangun dan ingin makan sirih, abdi dalem itu megap-megap merasakan pedasnya sambel.

Melihat itu Kartini menahan senyum geli sambil menyembunyikan keterlibatannya dalam masalah ini. Itu adalah salah satu contoh yang bisa disaksikan Kardinah mengenai keusilan dan kenakalan Kartini sewaktu muda.

Kenakalan Kartini yang diceritakan Kardinah sedikit banyak membuka mata kita terkait selubung mitos yang selama ini membalut Kartini. Kartini yang selama ini digambarkan sebagai sosok agung berkebaya dan berkonde hasil dari polesan make up perayaan hari Kartini berubah menjadi manusia normal. Kartini bisa juga usil, iseng, jahil, dan nakal. Kartini hadir sebagaimana manusia lainnya yang bisa bercanda, marah, sedih, dan gembira.

Pahlawan: Konsisten Melakukan Kebaikan

Kehadiran Kartini yang normal tentu sangat kita harapkan mengingat yang kita butuhkan saat ini bukanlah sesosok pahlawan sempurna tanpa cela. Kita lebih membutuhkan pahlawan yang biasa-biasa saja yang menjalani kehidupan normal namun tetap konsisten menjalankan kebaikan kecil.

Baca Juga  Dinamisme Makna Jihad: Antara Makna Kombatif dan Non-Kombatif

Bukankah kebaikan kecil yang dilakukan secara konsisten bisa menginspirasi kebaikan lain sehingga lebih berarti bagi kita yang sedang ditimpa musibah pandemi Covid-19?

Akhirnya, mari menjadi sosok Kartini yang bersahaja dan jenaka seperti yang diperlihatkan Kardinah pada kita. kelak dari kejenakaan dan kebersahajaan itu akan tumbuh kebahagiaan yang hakiki yang sangat berarti bagi keluarga dan lingkungan sekitar kita. Aamin.

Editor: Yahya FR

Avatar
3 posts

About author
Penulis adalah guru di Pondok Pesantren Tahfizh Al-Qur'an Darul Fikri Sidoarjo, Pimpinan Redaksi Majalah Bulanan Amilio, dan peminat buku-buku lawas
Articles
Related posts
Review

Debat Bergengsi Epikureanisme vs Stoikisme Tentang Tuhan

3 Mins read
Wacana mengenai ketuhanan bukanlah persoalan yang baru muncul pada zaman kontemporer ini. Jauh sebelum Islam dan Kristen lahir di dunia ini, manusia…
Review

Pasang Surut Politik Islam dalam Gelanggang Sejarah Bangsa Indonesia

5 Mins read
Islam sebagai sumber moralitas dan idealitas tidak mungkin dipisahkan dari wawasan kekuasaan. Kekuasaan tanpa didasari moralitas hanya akan melahirkan banalitas sebagaimana yang…
Review

Sejauh Mana Gender dan Agama Mempengaruhi Konsiderasi Pemilih Muslim?

4 Mins read
Isu agama memang seksi untuk dipolitisir. Karena pada dasarnya fitrah manusia adalah makhluk beragama. Dalam realitas politik Indonesia, sebagian besar bangsa ini…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *