Tafsir

Tafsir Wabah (2): Memahami Definisi Bala’

3 Mins read

Definisi Bala’

Kata bala’ berasal dari bahasa Arab al-bala’ yang bermakna al-ikhtibar yang berarti ujian. Sehingga jika ada orang mengatakan ‘ujian’ itu sama dengan ‘bala’.

Ujian juga identik dengan cobaan. Jika mau dibedakan, maka ujian adalah tingkat lanjut dari cobaan. Seperti misalanya kalimat “di coba dulu, baru nanti diuji” atau “dicoba (latihan) dulu sebelum ujian yang sebenarnya”. Dari sinilah kemudina kita sering mendengar kata “uji-coba”.

Ada juga yang berpendapat bahwa cobaan adalah peristiwa atau kejadian yang datangya sekali, sedangkan jika datangnya berkali-kali disebut ujian.

Apapun itu berbedaannya, kedua kata ini salaing berkaitan satu sama lain dan sama-sama menggambarkan suatu cara untuk mengukur kemampuan seseorang yang bertujuan untuk mendapatkan nilai yang tinggi dan mengetahui seberapa kuat dan hebatnya seseorang tersebut.

Sehingga, jika dalam buku ini saya menyebut cobaan, maka itu juga bermakna ujian atau sebaliknya.

Imam Ar-Razi mengatakan bahwa bala’ digunakan untuk menggambarkan suatu ujian, baik itu ujian dalam bentuk yang baik maupun yang buruk.

Umar bin Khattab pernah berkata “Kami diuji dengan kesusahan, maka kami sabar. Tetapi ketika kami diuji dengan kesenangan (kemewahan), hampir-hampir kami tidak bersabar”.

Sehingga, dapat dipahami bahwa ujian atau bala’ tidak harus dalam bentuk sesuatu yang buruk atau yang tidak disukai. Sesuatu yang menyenangkan, seperti kemewahan atau kekayaan yang melimpah juga dapat dipahami sebagai ujian atau bala’.

Kata bala’ di dalam Al-Qur’an disebutkan di enam tempat; QS. Al-Baqarah [2]: 49; QS. Al-A’râf [7]: 141; QS. Al-Anfâl [8]: 17; QS. Ibrahim [14]: 6; QS. Ash-Shafât [37]: 106; dan QS. Ad-Dukhân [44]: 33).

Bala’ atau ujian dalam bentuk kebaikan misalnya adalah harta yang melimpah dari jenis emas, perak, mobil yang mewah, binatang ternak, property, profesi, jabatan, anak-anak yang menyenangkan dan lain-lainnya.

Baca Juga  Tafsir tentang Nahi Munkar

***

Karena hal tersebut, jika kita tidak waspada dapat melalaikan dari mengingat Allah. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Munafiqun [63]: 9).

Dalam surat yang lain Allah berfirman:

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali Imron [3]: 14).

Sedangkan bala’ atau ujian dalam bentuk keburukan misalnya adalah rasa takut wabah, kelaparan, kemiskinan dan lain-lainnya. Allah berfirman: 

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

 “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 155).

Tujuan Bala’

Tujuan bala’ atau ujian adalah untuk mengetahui dengan diberi bala’ tersebut masihkah ia tetap bersyukur kepada Allah atau sebaliknya malah ingkar.

Maka tidak heran, jika kemudian kita sering memperhatikan di sekitar kita ada orang yang kita anggap sangat baik dan shalih tapi malah mendapatkan ujian berupa sesuatu yang tidak menyenangkan.

Baca Juga  Menafsir al-Ruju’: di mana Posisi Muhammadiyah?

Padahal dia shalih, shalatnya rajin, puasanya tidak pernah ditinggal, zakat, infaq dan shadaqahnya banyak, sering membantu fakir-miskin dan amal-amal shalih yang lainnya. Tapi mengapa orang baik seperti ini malah diuji? Kenapa tidak mereka saja yang durhaka kepada Allah?

Jawabnya adalah kerena Allah ingin mengetahui apakah ia masih tetap beriman kepada Allah atau dia justru meninggalkan Allah. Hal ini nanti akan kita uraikan tuntas pada bagian kedua buku ini.

Contoh orang shalih yang mendapatkan ujian adalah Nabi Ayyub as. yang diuji berupa sakit selama 18 tahun.

Nabi Nuh as diuji oleh anaknya yang durhaka dan istrinya yang membangkang. Nabi Luth as. diuji dalam bentuk istrinya yang membangkang. Nabi Ibrahim as. diuji oleh ayahnya yang tidak beriman.

Asiyah juga di uji dengan suami yang mengaku sebagai Tuhan, yaitu Firaun. Bahkan Nabi Muhammad saw. juga diuji oleh paman-pamannya yang tidak beriman, yaitu Abu Lahab dan Abu Thalib. Padahal mereka adalah orang-orang yang shalih dan shalihah, tapi mengapa mereka tetap diuji? Karena Allah ingin mengetahui tingkat kesabaran mereka.

Dari sini dapat kita pahami bahwa ketika ada orang mendapatkan suatu ujian yang tidak menyenangkan bukan berarti dia telah melakukan dosa atau kesalahan. Karena orang yang baik dan orang yang tidak berbuat maksiatpun akan tetap mendaptkan ujian, seperti halnya orang-orang shalih yang telah disebutkan di atas.

Mengapa demikian? Karena semua orang yang beriman pasti akan mendapatkan ujian dari Allah.

Allah berfirman: “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS. Al-Ankabut [29]: 2).

Editor: Yahya FR

Related posts
Tafsir

Tafsir at-Tanwir: Relasi Antar Umat Beragama

4 Mins read
Relasi antar umat beragama merupakan diskursus yang selalu menarik untuk dikaji. Khususnya di negara kita, hubungan antar umat beragama mengalami pasang surut….
Tafsir

Puasa itu Alamiah bagi Manusia: Menilik Kembali Kata Kutiba pada Surah Al-Baqarah 183

3 Mins read
Salah satu ayat yang amat ikonik tatkala Ramadhan tiba adalah Surah Al-Baqarah ayat 183. Kendati pernyataan itu terbilang asumtif, sebab saya pribadi…
Tafsir

Surah Al-Alaq Ayat 1-5: Perintah Tuhan untuk Membaca

2 Mins read
Dewasa ini, masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, tampaknya memiliki minat baca yang sangat rendah. Tidak mengherankan jika banyak orang terpengaruh oleh banyak…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *