Perspektif

Balasan Puisi “Pada Suatu Hari” nya Pak Sapardi

2 Mins read

Puisi Pada Suatu Hari

Pada suatu hari nanti
Jasadku tak akan ada lagi
Tapi dalam bait-bait sajak ini
Kau tak akan kurelakan sendiri

Pada suatu hari nanti
Suaraku tak terdengar lagi
Tapi di antara larik-larik sajak ini
Kau akan tetap kusiasati

Pada suatu hari nanti
Impianku pun tak dikenal lagi
Namun disela-sela huruf sajak ini
Kau tak akan letih-letihnya kucari

Pada Suatu Hari, Mengenal Sapardi

Begitu seorang laki-laki tua membacakan puisi di atas panggung. Saya terhenyak diam dan bertanya-tanya. Apa benar puisi tadi buatannya sendiri? Setelah itu, langsung mencari tahu siapa penulis dari puisi yang sangat indah itu, sajaknya tertancap dalam sanubari.

Ternyata, penulis dari puisi itu adalah Sapardi Djoko Damono. Saya masih bertanya-tanya, siapa sih Sapardi itu? Saya mencari-cari dan pada akhirnya kaget sendiri. Puisi yang indah tadi, ternyata memang benar dibacakan oleh penulisnya langsung.

Walaupun saya sempat berpikir juga, zaman sekarang kok ada ya laki-laki tua yang seromantis itu. Saya berandai-andai, alangkah hebatnya jika kaum muda dapat mencontoh Pak Sapardi dengan menuliskan racikan diksi untuk membuat puisi. Daripada banyak waktu mereka yang terbuang untuk menilai postingan orang lain.

Tak lama setelah saya mengetahui sosok Pak Sapardi, berita duka menyebar keseluruh pelosok negeri. Bahwa Indonesia telah kehilangan sastrawan legendaris, lagi. Padahal baru sebentar saya mengenal karya-karyanya. Membuatku selalu lebih semangat ketika telah membaca tulisan-tulisannya. Namun, saya kembali bertanya-tanya, betapa sangat mashurnya beliau sampai seluruh orang mengabarkan Pak Sapardi telah tiada.

Sajak-sajak puisi karya Pak Sapardi ramai memenuhi postingan sosial media. Hampir seluruhnya mengatakan kehilangan Sapardi. Akan tetapi, karyanya akan tetap abadi. Banyak juga orang-orang yang baru mengetahui Pak Sapardi setelah beliau meninggal. Karena, racikan larik-larik yang dibuat begitu cepat memabukkan para pembacanya.

Baca Juga  Yang Arogan itu Orangnya, Bukan Agamanya!

Orang-orang yang kehilangan itu termasuk saya pribadi. Setelah mengetahui berita duka itu, saya teringat salah satu puisi karya Pak Sapardi dengan judul “Pada Suatu Hari Nanti”. Saya membaca dan menghayati sajak puisi itu. Dengan sesekali meneteskan air mata.

Membaca puisi tersebut, seperti halnya sebuah pesan dari Pak Sapardi bahwa beliau tidak akan pernah meninggalkan kita semua. Puisi itu ditulis sebagai penegasan bahwa menikmati karya-karyanya sama seperti berbicara dengannya.

Rasa sangat kehilangan itu, membuat saya ingin menuliskan sedikit sajak puisi untuk Pak Sapardi. Dengan sajak yang sederhana ini, kusembahkan untukmu sang sastrawan legendaris berjudul “Tepat Pada Hari Ini”.

Tepat Pada Hari Ini

Tepat pada hari ini
Ragamu sudah tak ada lagi
Tapi dalam sajak-sajak yang kau buat
Hadirmu ada disini

Tepat pada hari ini
Suaramu tak kudengar lagi
Tapi diantara larik sajak-sajak yang kau buat
Siasatmu menetap dalam sanubari

Tepat pada hari ini
Impianmu mashur abadi
Terukir manis disela-sela sajak yang kau buat
Selamat jalan Pak Sapardi

Mengenang Pak Sapardi

Puisi ini dibuat semata untuk mengenang dan mengucap rasa terima kasih sebesar-besar buat Pak Sapardi. Adanya karya-karya beliau, mengajarkan kita untuk selalu berkarya dalam menjalani suatu kehidupan. Berkarya sesuai dengan bakat yang kita punya masing-masing. Balasan puisi itu ditulis karena sangat mencintai setiap karya yang ditulis oleh seorang Pak Sapardi. Selama ini, kita hanyalah sebagai konsumen dari karya-karya beliau.

Dengan meninggalnya Pak Sapardi memberikan penyadaran kepada kita untuk meneruskan tongkat estafet sastra Indonesia. Penerus tongkat estafet tersebut tak lain adalah kita sebagai generasi muda dan harapan bangsa.

Baca Juga  Jangan Perlakukan Rakyat Seperti Penjajah Memperlakukan Pangeran Diponegoro

Mengingat pepatah mati satu tumbuh seribu. Setelah kita kehilangan sosok hebat seperti Pak Sapardi, di balik peristiwa itu ada sejuta harapan bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk memulai menggali potensi dalam diri masing-masing.

Karena berita telah tiadanya Pak Sapardi meramaikan jagat raya. Membuat orang-orang yang sebelumnya tidak mengetahui Pak Sapardi menjadi tahu dan mulai membaca karya-karyanya. Hal ini terjadi waktu saya memposting balasan puisi untuk Pak Sapardi, tidak sedikit dari teman bertanya, akan siapa sosok dari Pak Sapardi itu? Saya kira semua orang mengetahui Pak Sapardi.

Akan tetapi tidak demikian, justru banyak juga orang-orang yang mengetahui Pak Sapardi setelah beliau telah tiada. Kemudian, rasa itu terkandung dalam larik balasan puisi Pada Suatu Hari Nanti-nya Pak Sapardi yang berbunyi “Tepat pada hari ini, Impianmu mashur abadi”.

Editor: Sri/Nabhan

Avatar
3 posts

About author
Esais dan Kader di Intellectual Movement Community
Articles
Related posts
Perspektif

Moderasi Hilirisasi Haji

3 Mins read
Dalam beberapa tahun terakhir, hilirisasi haji telah menjadi sorotan penting di Indonesia. Berangkat dari visi untuk memberikan pelayanan haji yang berkualitas dan…
Perspektif

AI dan Masa Depan Studi Astronomi Islam

4 Mins read
Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) merupakan program komputer yang dirancang dan dihadirkan untuk dapat meniru kecerdasan manusia, termasuk kemampuan pengambilan keputusan,…
Perspektif

Pendidikan sebagai Dasar Pembentuk Nilai Hidup

3 Mins read
“Pendidikan (opvoeding) dan pengajaran (onderwijs) merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds