Perspektif

Benarkah Globalisasi Penyebab Terjadinya Krisis di Dunia Islam?

4 Mins read

Maraknya pengungsi di berbagai belahan dunia, merebaknya gerakan terorisme, radikalisme, kemiskinan yang akut, krisis perubahan iklim yang terus meningkat, menjamurnya pelanggaran terhadap hak asasi manusia, serta malnutrisi dan penyebaran virus meluas, merupakan isu-isu panas yang selalu membanjiri headline berita-berita internasional. Ada apa dengan dunia yang kita tinggali ini? Apakah globalisasi sedemikian jahat sehingga ia memberi dampak buruk bagi kenyataan hidup?

Krisis kemanusiaan memang menjadi salah satu topik penting yang sedang diperbincangkan di seluruh dunia, sebagian besar masalah-masalah ini lahir bersamaan dengan globalisasi. Tidak bisa dipungkiri bahwa globalisasi juga berdampak buruk bagi tatanan kehidupan, meskipun, harus disadari pula bahwa sebuah tatanan kehidupan yang lebih baik juga sedang berjalan. Banyak kemajuan yang sedang dibuat di seluruh dunia, mulai dari bidang pendidikan, keamanan, kesehatan, ilmu pengetahuan, dan masih banyak lagi. Dan, melalui kerja keras negara, organisasi-organisasi, dan individu, kita berharap akan ada lebih banyak lagi perbaikan.

Apa itu Masalah Global?

Dalam buku Introducing Global Issues yang diterbitkan oleh Lynne Rinner Publishers (2016), Michael T. Snarr dan D. Neil Snarr membagi masalah global menjadi dua fenomena; pertama, masalah yang bersifat transnasional, artinya, masalah ini melintasi batas-batas politik (perbatasan negara). Masalah ini mempengaruhi individu di lebih dari satu negara. Contoh yang jelas adalah polusi udara yang dihasilkan oleh sebuah pabrik Amerika Serikat yang tertiup angin ke Kanada. Kedua, ada problem atau isu yang belum tentu lintas batas tetapi mempengaruhi sejumlah besar individu di seluruh dunia. Persaingan etnis dan pelanggaran hak asasi manusia, misalnya, dapat terjadi dalam satu negara tetapi ia berdampak jauh lebih luas.

Tulisan ini secara khusus bertujuan untuk memperkenalkan beberapa masalah global dan bagaimana berbagai isu saling berhubungan satu sama lain. Ini penting dipelajari karena masing-masing dari masalah ini sebagian besar juga mempengaruhi kita. Saya juga berharap dapat memotivasi pembaca untuk belajar lebih lanjut tentang beberapa hal yang dibicarakan dalam tulisan ini.

Baca Juga  Dolkun Isa's Actions are Overtly Antagonistic toward Muslims Worldwide

Meskipun, harus saya akui bahwa isu terpanas dalam masalah global yang akan paling direkam adalah masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan antara Islam dan Globalisasi. Sebab, Islam merupakan salah satu agama besar yang paling berdampak terhadap globalisasi itu, mengingat, nilai-nilai globalisasi beserta seluruh ideologinya berasal dari Barat dan bersentuhan langsung dengan dunia Islam.

***

Dalam beberapa tahun terakhir telah banyak diskusi tentang globalisasi, yang dapat didefinisikan sebagai “intensifikasi ekonomi, hubungan sosial, dan budaya lintas batas (yang sekaligus juga berkaitan dengan agama)”. Bukti globalisasi terlihat secara nyata di kehidupan kita sehari-hari. Di Indonesia, mall-mall di kota besar (bahkan mall lokal) banyak dibanjiri barang-barang yang diproduksi di luar negeri. Tidak berhenti di situ, budaya pop Korea, film-film Hollywood, dan masih banyak lagi, membanjiri layar televisi. Apakah kita sedang bergerak menuju budaya global yang tunggal?

Dalam bahasa Benjamin Barber (1992), kita sekarang ini dipengarui oleh “lonjakan kekuatan ekonomi dan ekologi yang menuntut integrasi dan keseragaman, serta kebutuhan akan apa-apa yang serba cepat, seperti musik, komputer, makanan, di mana semua ini menekan negara-negara menjadi satu jaringan global yang homegen secara komersial: satu WcWorld yang diikat oleh teknologi, ekologi, komunikasi, dan perdagangan”.

Thomas Friedman, dalam The World is Flat (2005), menyatakan bahwa dunia sedang menjalani fase ketiga dari globalisasi: ia mengatakan, “globalisasi mengecilkan dunia dari ukuran kecil menjadi ukuran lebih kecil lagi dan dunia yang makin mendatar (meski secara harfiah dunia/bumi tidak benar-benar datar)”.

Artinya, globalisasi makin memperpendek ruang dan ada semacam kekuatan baru yang ditemukan oleh manusia di mana setiap individu mampu bekerjasama dan bersaing secara global. Misalnya, saya memiliki seorang teman yang ahli IT, ia bekerja untuk salah satu perusahaan Stur up di Singapura, sementara ia sendiri bekerja di Indonesia. Teman-teman sekantornya ada yang dari Malaysia, Thailand, dan Fhilipina.

Baca Juga  Omnibus Law Versus Pancasila

Globalisasi Bisa Baik dan Buruk

Ada beberapa aspek globalisasi yang sebagian dari kita pasti setuju bahwa itu adalah baik, meski baik dan buruk selalu mengiringi globalisasi. Misalnya saja, penyebarluasan teknologi kedokteran yang dapat berdampak baik bagi kesehatan masyarakat di seluruh dunia, tetapi pada spektrum yang sama juga bisa berdampak buruk, misalnya meningkatnya perdangangan obat-obat terlarang secara global. Dalam semua hal, globalisasi nyaris memberi dampak positif sekaligus negatif.

Garis besarnya, globalisasi dapat diidentifikasi menjadi tiga bidang dan ini saling mempengaruhi bagi proses globalisasi; di antaranya politik, ekonomi, dan budaya.

Pertama, politik. Aspek kunci dari globalisasi politik adalah melemahnya kemampuan negara untuk mengontrol apa yang melintasi perbatasannya dan apa yang terjadi di dalam negeri, ini terkait dengan penyebaran masif neo-liberalisme. Dengan kata lain, globalisasi dapat mereduksi kedaulatan negara (kemampuan untuk mengatur masalah dalam negeri). Ini bisa dipandang baik, karena suatu pemerintahan yang tidak demokratis akan semakin sulit mengontrol arus informasi ke dan dari kelompok pro demokrasi. Tetapi penurunan kedaulatan juga berarti bahwa negara mengalami kesulitan mengendalikan, misalnya, masuknya obat-obat terlarang dan migran yang tidak diinginkan, termasuk teroris.

Kedua, ekonomi. Peningkatan globalisasi di ranah ekonomi memberikan konsumen banyak pilihan di seluruh dunia. Selain itu, perusahaan-perusahaan multinasional juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan di daerah miskin di mana orang-orang belum pernah memiliki kesempatan seperti itu, beberapa fenomena dalam masalah ini bisa dilihat di negara-negara Afrika. Tapi, lagi-lagi, ini tidak hanya dampak baik, ranah ekonomi juga memiliki dampak buruk. Misalnya, munculnya perusahaan multinasional dengan meningkatnya investasi asing dan perdagangan hanya menguntungkan sebagian kecil orang dan, sebagai akibatnya, jurang antara orang kaya dan miskin tumbuh baik di dalam negara maupun antar negara.

Baca Juga  Mana yang Lebih Tepat, "Disabilitas" atau "Difabel"?

***

Ketiga, budaya. Banyak orang memandang bahwa peningkatan kontak budaya sebagai hal yang positif karena itu memberikan lebih banyak kesempatan kepada orang untuk saling belajar (dan membeli barang dari) budaya lain. Tetapi anggapan ini juga bermasalah, misalnya, pertukaran budaya memungkinkan bagi budaya, agama, dan bahasa lokal menjadi terkikis atau bahkan makin hilang.

Kontak budaya ini justru banyak yang menilai akan berdampak buruk bagi kebudayaan secara luas, dan sudah banyak terjadi. Contoh kecil, ketika umat Islam banyak bersentuhan dengan nilai-nilai baru yang ditawarkan globalisasi, mereka beranggapan bahwa nilai-nilai itu akan berbahaya bagi Islam. Kasus ini banyak terjadi di negara-negara berkebudayaan Islam seperti di Timur Tengah, di mana lahirnya fanatisme dan ekstremisme banyak disebabkan oleh respon mereka terhadap globalisasi dan nilai-nilainya. Mereka menganggap bahwa globalisasi itu asing dan tidak cocok bagi dunia Islam.

Berbagai problem akut yang terjadi di dunia Islam, konflik agama, etnis, krisis kemanusiaan, perang, fundamentalisme, dan masih banyak lagi, sebagian besar berhubungan dengan modernisasi dan globalisasi Barat. Baik berupa respon, dampak, maupun pihak Barat memang membuat skenario khusus untuk membelah dunia Islam. Kita tidak ragu untuk mengatakan bahwa banyak kelompok oposisi di Timur Tengah yang didanai Amerika dengan tujuan untuk menggulingkan kekuasaan negara. Ini semua adalah problem pelik yang secara global harus dicarikan bersama jalan keluarnya.

Editor: Soleh

Avatar
22 posts

About author
Mahasiswa S3 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Articles
Related posts
Perspektif

Paradoks: Salah Kaprah Memaknai Glorifikasi dan Kesederhanaan

4 Mins read
“Tempat paling berbahaya adalah tempat yang paling aman.” Kalimat di atas merupakan contoh sederhana untuk mengerti bagaimana atau apa itu paradoks. Secara…
Perspektif

Teknologi dan Inovasi Digitalisasi Pendidikan

4 Mins read
Dalam beberapa tahun terakhir, digitalisasi pendidikan di Indonesia telah mengalami lompatan besar, terutama berkat berbagai inovasi yang diperkenalkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan,…
Perspektif

Pendidikan Muhammadiyah untuk Semua

4 Mins read
Sejak berdirinya, Muhammadiyah telah menempatkan pendidikan sebagai salah satu pilar utama dalam perjuangan dakwahnya. Salah satu momen penting dalam sejarah perjalanan ini…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds