Fikih

Benarkah Kue Klepon Tidak Islami?

3 Mins read

Ada-ada saja perilaku warganet di dunia maya. Tiba-tiba beredar sebuah poster yang berisi pernyataan bahwa kue klepon tidak islami. Sementara itu yang islami adalah buah kurma. Di akhir poster tersebut, ada ajakan untuk membeli kurma dari toko syariah yang disinyalir milik Abu Ikhwan Aziz. Poster tersebut segera viral, memancing warganet untuk memperbincangkannya. Beragam reaksi muncul atas poster tersebut, mayoritas geram dan menolak klaim kue klepon tidak Islami.

Poster Klepon Tidak Islami

Saat pertama kali membaca poster tersebut, saya tidak langsung percaya. Saya ingin tahu sumber pertama dari gambar tersebut. Petunjuk satu-satunya untuk melacak poster itu adalah nama Abu Ikhwan Aziz. Setelah mencoba menelusuri di media sosial, saya tidak menemukan akun atas nama tersebut. Ada beberapa akun yang pertama kali mengunggah poster tersebut di twitter dan instagram. Namun masih belum jelas apakah mereka yang membuat poster tersebut atau mereka juga mendapatkannya dari akun lain.

Pada akhirnya, saya menyimpulkan bahwa poster tersebut adalah hoax, sampai ada fakta yang membuktikan sebaliknya. Sayangnya banyak warganet yang terlanjur melampiaskan emosinya terkait poster tersebut. Seandainya poster itu benar, bahwa memang ada seorang yang berpemahaman bahwa kurma Islami dan kue klepon tidak, saya pun akan emosi. Namun karena gambar tersebut diduga kuat dibuat oleh orang iseng yang entah apa tujuannya, respon saya biasa-biasa saja.

Setelah kita mengetahui tentang validitas poster tersebut, saya akan mencoba menguraikan kesalahan pernyataan dalam poster tersebut jika memang ternyata ada yang berpaham begitu. Namun saya sih yakin, sepuritan-puritannya kelompok Islam yang ada di Indonesia, tidak ada yang mempunyai paham kurma lebih Islami dari kue klepon. Mengapa? Karena syariat Islam tidak pernah mengajarkan makanan dari Arab Islami dan makanan dari nusantara tidak Islami.

Baca Juga  Apikan, Loma, Kendel: Tiga Religiusitas Islami untuk Era Disrupsi

Makanan Halal

Yang diajarkan Islam adalah sebagai muslim kita harus makan dan minum yang halal dan thayyib. Sebagai muslim kita dilarang untuk memakan makanan yang diharamkan oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW. Tentu saja hukum asal dari semua makanan adalah halal pada awalnya, bisa menjadi haram manakala ada dalil yang menyebutkan keharamannya. Diantara makanan yang diharamkan adalah daging babi, bangkai kecuali ikan dan belalang, darah dan semua binatang yang disembelih tidak menyebut nama Allah.

Disebutkan pula binatang yang diharamkan adalah yang bertaring, mempunyai cakar, dan bisa hidup di dua alam. Tentu saja binatang yang halal bukan berarti kita bisa memakannya. Dalam sebuah riwayat Rasulullah SAW pernah menolak untuk memakan dhab (biawak). Para sahabat kemudian bertanya apakah dhab itu haram? Rasulullah SAW menjawab halal, hanya saja beliau tidak menyukainya. Artinya persoalan makanan tidak bisa dilepaskan dari soal selera dan kebiasaan seseorang juga.

Jika ada makanan yang halal, namun kita membelinya dari uang hasil menang judi, bagaimana hukumnya? Walaupun makanannya halal secara zat, namun menjadi haram karena didapatkan dengan cara yang haram. Inilah yang dinamakan dengan haram li ghairihi. Islam memperhatikan aspek kehalalan makanan tidak hanya dari zatnya, namun juga dari cara mendapatkannya. Ini merupakan aspek moralitas Islam yang luhur, dan seharusnya membuat umatnya berintegritas. Sayangnya dalam realitas lebih sering yang khilaf, mendapatkan rezeki dengan jalan yang haram.

Setelah kehalalan, yang perlu diperhatikan dari makanan adalah aspek kebaikan dan kesehatan. Makanan yang baik dan sehat dalam Al Qur’an disebut dengan thayyib. Yang mempunyai otoritas untuk menilai suatu makanan thayyib atau tidak adalah ahli gizi. Karena mereka punya ilmu dan alatnya. Selain dilihat dari zatnya, kethayyiban suatu makanan juga bisa dikaitkan dengan efeknya bagi kesehatan kita.

Baca Juga  Hukum Trading Menurut MUI

Makanan Thayyib

Gula itu halal, mau sampai kapanpun dicari dalil bahwa gula haram kita tidak akan menemukannya. Namun terlalu banyak mengkonsumsi gula tidak thayyib, karena akan menyebabkan diabetes. Kita bisa menarik sebuah hukum, bahwa mengkonsumsi gula berlebihan adalah makruh, bagi penderita diabetes adalah haram. Karena bisa menyebabkan kematian. Daging kambing dan sapi yang disembelih atas nama Allah itu halal, namun terlalu banyak mengkonsumsinya membuat darah tinggi, ini tidak thayyib.

Selanjutnya, dalam sebuah hadis dikatakan bahwa tubuh kita ini terbagi 3 bagian, 1/3 untuk makanan, 1/3 untuk minuman dan 1/3 sisanya untuk udara. Islam mendorong umatnya agar proporsional dalam makan dan minum, tidak kekurangan namun tidak berlebihan. Sahabat Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan, jangan jadikan perutmu sebagai kuburan hewan. Intinya jangan terlalu banyak makan, nanti jadi gemuk seperti saya.

Yang saya uraikan di atas bukanlah hal yang baru di telinga para pembaca. Saya hanya mencoba mengulasnya kembali guna mengingatkan karena manusia biasanya suka lupa. Saya juga mengulas hal tersebut untuk menegaskan bahwa ajaran Islam soal makanan. Makanan yang Islami itu yang halal dan thayyib, bukan yang berasal dari Arab, atau yang sudah didoakan kiai. Makanan yang tidak Islami adalah makanan yang haram, yang tidak sehat, yang dimakan secara berlebihan.

Jika ada yang mengatakan tumpeng itu makanan musyrik, karena asalnya dari tradisi Hindu, daging kambing lebih islami dari daging ayam, karena Rasulullah SAW pernah makan daging kambing tidak pernah makan daging ayam, kue dorayaki itu tidak nasionalis karena makanan doraemon yang warga Jepang, kue black forest tidak nasionalis karena berasal dari barat, pernyataan-pernyataan seperti itu bukan berasal dari ajaran agama manapun. Itu hanya perilaku orang iseng yang ingin membuat gaduh dunia maya.

Baca Juga  Hukum Membaca Al-Fatihah Bagi Makmum Salat

Editor: Yusuf

Related posts
Fikih

Apakah Fakir Miskin Tetap Mengeluarkan Zakat Fitrah?

4 Mins read
Sudah mafhum, bahwa zakat fitrah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai puncak dari kewajiban puasa selama sebulan. Meskipun demikian, kaum muslim yang…
Fikih

Bolehkah Mengucapkan Salam kepada Non-Muslim?

3 Mins read
Konflik antar umat beragama yang terus bergelora di Indonesia masih merupakan ancaman serius terhadap kerukunan bangsa. Tragedi semacam ini seringkali meninggalkan luka…
Fikih

Apa Hukumnya Membaca Basmalah Saat Melakukan Maksiat?

2 Mins read
Bagi umat muslim membaca basmalah merupakan hal yang sangat penting dalam melakukan segala aktivitas. Mulai dari hal kecil hingga hal besar sangat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *