Pasca penolakan tawaran jabatan pemerintahan Wamendikbud oleh Prof Abdul Mu’ti, ada yang menilai hal itu “Merendahkan Muhammadiyah”, sehingga ada pertanyaan Kenapa Muhammadiyah (Harus) Direndahkan? Dan karena merasa direndahkan lalu mempertanyakan sikap Muhammadiyah apakah masih positif atau negatif.
Muhammadiyah untuk Bangsa
Muhammadiyah Organisasi Islam Terkaya, tulis Fahd Pahdepie. Kekayaan Muhammadiyah bukan untuk memperkaya dirinya sendiri atau para pengurusnya. Meskipun kekayaan Muhammadiyah yang bernilai triliyunan, dibuatnya untuk membangun bangsa.
Peran Muhammadiyah sejak dahulu sebelum kemerdekaan dilakukan dalam pendidikan. Dan masih istikamah hingga kini. Tak heran banyak sekali amal usaha yang dimiliki di berbagai pelosok negeri.
Dalam berbagai macam peran, Muhammadiyah memberikan teladan keikhlasan dalam memberi kepada negeri. Doktrin untuk memberi sangat kuat di organisasi ini. Misalnya sedikit bicara, banyak bekerja, teologi al-Maun, dan ta’awun untuk negeri, adalah menunjukkan komitmen Muhammadiyah sebagai organisasi yang biasa memberi daripada meminta-minta.
Melalui pendidikan, Muhammadiyah membangun peradaban untuk menghasilkan manusia yang beradab, sehingga kita banyak melahirkan kader umat, bangsa, dan kemanusiaan di pelbagai sektor kehidupan. Di situlah kualitas Muhammadiyah tidak diragukan lagi, terutama di bidang pendidikan.
Di perpolitikan, Muhammadiyah mempunyai sikap tersendiri, tidak terjun langsung ke dalam politik praktis. Meskipun demikian, tak sedikit kadernya yang menjadi pengurus partai. Di sinilah letak keistimewaan Muhammadiyah, selalu memposisikan diri di tengah (netral) dan tidak memihak terhadap kekuatan politik tertentu. Bagi orang yang tidak paham, Muhammadiyah kadang tidak diperhitungkan dalam jabatan kementerian. Buya Syafii, kerap menyebut Muhammadiyah dalam politik disebut sebagai Yatim Piyatu.
Jabatan Wamen: Merendahkan Muhammadiyah?
Percakapan netizen di dunia maya, banyak yang beranggapan jabatan Wamen Prof. Abdul Mu’ti dinilai merendahkan Muhammadiyah. Sebab Muhammadiyah sebagai organisasi besar yang mempunyai ribuan sekolah, namun hanya diberi jabatan Wamen. Menurut penulis, Prof. Mu’ti sangat mumpuni dengan keilmuan dan pengalaman yang dimiliki di bidang Pendidikan. Tapi Prof. Mu’ti, memilih jalan lain dengan tidak menerima posisi tersebut, tentu saja dengan pertimbangan yang matang dari beliau secara pribadi dan dikonsultasikan dengan Muhammadiyah.
Tradisi pimpinan Muhammadiyah memang tidak ‘gila’ jabatan, tidak langsung menerima, bahkan cenderung menolak. KH. Abdur Rozaq Fachruddin (Pak AR) adalah contoh pimpinan Muhammadiyah yang berkali-kali pernah menolak tawaran jabatan, dari Lurah hingga Anggota MPR, Pak AR menolak dengan cara yang baik.
Meskipun demikian, Muhammadiyah tidak anti-jabatan. Bagi orang Muhammadiyah jabatan adalah amanah, pengabdian, yang didedikasikan untuk bangsa. Karena secara organisasi, Persyarikatan akan selalu mendukung kebijakan Pemerintah selama itu baik dan memberikan manfaat bagi masyarakat luas. Namun, Muhammadiyah akan tetap memberikan kritik yang membangun (konstruktif) bagi Pemerintah ketika ada hal yang di nilai kurang baik dan berdampak negatif bagi rakyat dan alam.
Dengan demikian, ada atau tidaknya tokoh atau kader Muhammadiyah dalam lingkaran Pemerintahan, tidak akan merubah sikap Muhammadiyah. Sikap kritis Muhammadiyah tentunya akan tetap di sampaikan jika ada sesuatu yang tidak sesuai, karena sejatinya kritikan yang dilakukan adalah untuk kebaikan bersama. Hal yang perlu dicatat, mengkritik bukan berarti anti-pemerintah atau tidak mendukung kebijakan pemerintah.
Dan Muhammadiyah terus bergerak, mendukung pemerintah melalui kerja-kerja amal sosial yang digelutinya untuk bangsa. Siapapun dan kapanpun Muhammadiyah akan berkerja membantu negara, dan mengindahkan hukum, undang-undang, dan falsafah bangsa yang sah sebagaimana tertuang dalam Kepribadian Muhammadiyah.
Kritis Solutif
Orang Muhammadiyah itu tradisinya kritis tetapi dengan perbuatan solutif. Muhammadiyah pernah beberapa kali melakukan jihad konstitusi, namun Muhammadiyah juga tidak cuma mengkritik tanpa berperan. Di masa pandemi ini, ratusan milyar rupiah lebih, 82 Rumah Sakit Muhammadiyah/’Aisyiyah, serta puluhan ribu relawan Muhammadiyah terjun langsung menghadapi Covid-19.
Tentunya ini jumlah yang sedikit, sehingga apa yang dilakukan Muhammadiyah untuk bangsa tidaklah sekadar wacana ataupun retorika, tapi nyata dan terasa langsung oleh masyarakat yang terdampak.
Jadi, dari berbagai Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), serta para tokohnya, rasa cinta negara dan kebangsaan Muhammadiyah terhadap Indonesia tidak diragukan lagi. Tidaklah tepat jika ada yang meragukan Keindonesiaan Muhammadiyah.
Posisi Muhammadiyah
Oleh karena itu, posisi Muhammadiyah sebagai organisasi Islam yang fokus pada dakwah, tidak merubah dan berubah sikapnya ketika memperoleh sesuatu, termasuk jabatan publik. Juga Muhammadiyah tidak pernah mengharapkan imbalan apapun ketika memberi atau ber-ta’awun kepada negeri, sehingga mau ada atau tidak kader maupun tokohnya dalam Pemerintahan, Muhammadiyah akan tetap mendukung kebijakan selama berpihak kepada kepentingan dan kemaslahatan masyarakat.
Muhammadiyah akan tetap istiqomah dalam jalan dakwahnya, dengan gerakan Islam berkemajuan yang beramar ma’ruf nahyi munkar. Selalu memberikan apa yang dapat diberikan kepada bangsa, serta menolong dan bersama-sama menghadapi berbagai masalah negeri. Tentunya semua itu dilakukan tanpa rasa ingin mendapat imbalan, sehingga terwujudnya Indonesia yang baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur.
Editor: Yahya FR