Inspiring

Berdirinya Muhammadiyah di Malang, Apa yang Dilakukan KH. Ahmad Dahlan?

2 Mins read

Stasiun kereta api di Kepanjen dan Sumberpucung, Kabupaten Malang, itu terawat dengan baik. Meski mengalami pemugaran bangunan, bekas-bekas sejarahnya masih tersimpan dengan rapi. Dua stasiun itu sampai saat ini masih menyimpan jejak kebesaran Kiai Dahlan. Dari sanalah, Muhammadiyah di Malang pertama kali disebarkan.

Sepanjang jalur timur pulau Jawa memang tidak bisa dilepaskan dari penyebaran Muhammadiyah. Stasiun kereta api satu ke stasiun kereta api lainnya menjadi saksi Kiai Dahlan saat turun, datang ke pasar untuk berdagang batik, kemudian melakukan aktivitas dakwah. Pola yang sama bisa dilihat di kota Surabaya, Banyuwangi, Lumajang, Probolinggo, dan juga Malang.

Pada tahun 2018, Tim Museum Muhammadiyah melacak sejarah Muhammadiyah di Malang. Dari mana dan melalui saluran apa, Muhammadiyah bisa berkembang. Saat itu pelacakan dipimpin langsung oleh Bu Widiyastuti, Wakil ketua MPI Pusat Muhammadiyah sekaligus cicit Kiai Dahlan.

Setelah melakukan pelacakan, ditemukan bahwa Muhammadiyah Malang awal penyebarannya bermula dari Kecamatan Kepanjen dan Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang.

“Awal mula Kiai Dahlan datang ke Kepanjen dan Sumberpucung untuk berdagang batik dan sarung, setelah mengenal penduduk setempat, lingkungan sekitar, Kiai Dahlan pun berdakwah tentang Islam dan gerakan Muhammadiyah,” ujar Bu Wiwid setelah mendapatkan data sejarah.

Kebetulan, jalur kereta api dari Yogyakarta ke Malang berhenti di Sumberpucung lalu Kepanjen.

“Sebenarnya Sumberpucung waktu itu bukan tujuan utama wilayah dakwah beliau. Aktivitas beliau di sana awalnya lebih dikarenakan pola perjalanan kereta waktu itu. Kadangkala berhenti, menginap di sana untuk berbagai alasan, bisa karena bahan bakar atau menunggu penumpang,” tambahnya.

Awal Mula Muhammadiyah di Kepanjen

Suatu ketika, Kiai Dahlan naik kereta api dan turun di stasiun Kepanjen. Tujuan awalnya, beliau ingin mengunjungi pedagang-pedagang batik yang aslinya berasal dari Kotagede, Yogyakarta. Tiba di Kepanjen, Kiai Dahlan langsung menuju rumah Saeroji. Saeroji sendiri saat itu belum mengenal Muhammadiyah.

Baca Juga  Mbah Guru Ishaq: Dedikasi Mengajar Hingga Melampaui Batas Usia

Dalam buku Menembus Benteng Tradisi yang ditulis Tim Muhammadiyah Jawa Timur, dijelaskan bahwa setelah dakwah Kiai Dahlan, Saeroji tertarik dengan Muhammadiyah. Kemudian, Saeroji mengumpulkan Haji Ahwan dan Haji Sidik. Setelah bersepakat satu sama lain, mereka mengajak tetua dan tokoh lain di Kepanjen. Akhirnya berdirilah Muhammadiyah.

Pada 21 Desember 1921, Muhammadiyah Kepanjen resmi berdiri dengan status cabang melalui Surat Keputusan Hoogdbestuur Muhammadiyah No. 7/1921. Tidak lama setelahnya, Aisyiyah menyusul dan berdiri mengikuti.

Awal Mula Muhammadiyah di Sumberpucung

Suatu malam, satu tahun setelah berdiri Muhammadiyah di Kepanjen, tepatnya pada tahun 1922, Kiai Dahlan sedang menunggu kereta api berhenti di Sumberpucung, kecamatan yang tidak jauh dari Kepanjen.

Lama dinanti, kereta apinya tak kunjung datang. Karena hari sudah malam, terpaksa Kiai Dahlan mencari penginapan. Setelah lama mencari, Kiai Dahlan dipertemukan dengan kepala stasiun, bernama Aspari.

Saat itu Aspari tidak mengenal siapa Kiai Dahlan, atau belum mengenal Muhammadiyah. Setelah menginap itu, dalam buku yang dijelaskan Menembus Benteng Tradisi, menjelaskan bahwa Aspari kemudian tertarik dengan pribadi dan penampilan Kiai Dahlan.

Karena Aspari masih penasaran dengan pribadi dan penampilan Kiai Dahlan, suatu ketika, beberapa saat setelah Kiai Dahlan menginap di rumahnya, puncak penasarannya membuncah. Aspari pun datang ke Yogyakarta untuk bertandang ke rumah Kiai Dahlan. Di rumah Kiai Dahlan, Aspari menyamar menjadi seorang musafir.

Saat tiba waktunya salat, Aspari minta kepada Kiai Dahlan untuk dapat meminjami sarung. Maka dengan serta merta, diajaklah tamu tersebut ke dalam kamarnya, dan dibukakan almari pakaian. Kiai Dahlan mempersilakan tamu tadi mengambil sendiri pakaian mana yang dia sukai.

Aspari mengambil sarung yang paling bagus, yang konon merupakan sarung yang paling sering digunakan Kiai Dahlan. Sarung tersebut ternyata langsung diberikan kepada Aspari.

Baca Juga  Baharuddin Lopa (1): Pejuang Hukum dan Kebenaran yang Langka

Sikap santun, sederhana, dan welas asih itulah, sekembalinya dari Yogyakarta, Aspari mendirikan Muhammadiyah di Sumberpucung, pada tahun 1922.

Sebuah dokumen hasil riset Khozin, akademisi Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menemukan bahwa Tanggal 24 September 1926 ditetapkan sebagai hari jadi Muhammadiyah di Malang bersamaan dengan berdirinya Daerah Muhammadiyah Malang, meskipun jauh sebelum itu di Kepanjen tepatnya tahun 1921 telah berdiri Cabang Muhammadiyah, disusul kemudian tahun 1922 berdiri Muhammadiyah Cabang Sumber Pucung.

“Memang ada 2 waktu tersebut, jadi awalnya 1921 Kiai Dahlan ke Kepanjen dan menjadi cikal cabang Muhammadiyah Kepanjen,” ceritanya.

Editor: Lely N

Related posts
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…
Inspiring

Beda Karakter Empat Sahabat Nabi: Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali

4 Mins read
Ketika berbicara tentang sosok-sosok terdekat Nabi Muhammad SAW, empat sahabat yang paling sering disebut adalah Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman…
Inspiring

Spiritualitas Kemanusiaan Seyyed Hossein Nasr

3 Mins read
Islam memiliki keterikatan tali yang erat dengan intelektual dan spiritual. Keduanya memiliki hubungan yang sangat dekat dan merupakan dua bagian realitas yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds