Perspektif

Berfilsafat di Era Berakhirnya Kehidupan Sosial

5 Mins read

Ahli filsafat (produknya) dan berfilsafat (prosesnya) bisa dibedakan. Berfilsafat adalah orang yang menjalankan proses berpikir, berprinsip, argumentatif, kritis, dan menjalankan konsep pedoman dalam hidupnya -berarti sedang berfilsafat proses.

Berpikir bahwa, “Saya mau fokus bekerja dulu, tidak mau pacaran. Nanti akan mengganggu kerja”, itu adalah bagian dari berfilsafat. Bahkan orang yang menyatakan bahwa dirinya tidak suka dengan filsafat pun sebenarnya dia sedang berfilsafat, bagian dari cara berpikir dalam konsep hidupnya.

Sedangkan ahli filsafat adalah orang yang mengkaji pemikiran filsafat, dilakukan oleh mahasiswa jurusan filsafat atau orang yang ingin mengkaji tokoh pemikir filsafat. Mengkaji hasil dari filsafat produk dianggap berbahaya karena mengancam keimanan.

Kalau filsafat produk, kita boleh mempelajari, boleh tidak. Tetapi ketika dianggap mengancam keimanan, maka iman kita harus lebih kuat. Sedangkan kalau berfilsafat adalah sebuah proses dari cara berpikir kritis dan argumentatif, maka jangan sampai berhenti untuk berpikir. Harus terus berpikir, walaupun tidak suka terhadap filsafat sekalipun.

Berfilsafat Dianjurkan Untuk Zaman Modern

Berfilsafat dianjurkan berpikir secara hati-hati, dan untuk isu-isu penting. Jangan apa-apa di-filsafati, padahal baru belajar filsafat. Jadinya nanti kontraproduktif. Pengetahuan yang sebetulnya biasa-biasa saja, tapi ketika dibuat-buat teori, nanti justru akan menimbulkan masalah baru. Jangan untuk pengetahuan yang biasa saja tapi dikit-dikit dicari teori konspirasi agar viral. Banyak pro dan kontra, akhirnya saling menuntut ke pengadilan.

Filsafat dianjurkan untuk persoalan-persoalan penting. Jadi kita ambil jarak sebentar, menjauh untuk berpikir. Karena kalau selalu bertemu tanpa jeda akan membosankan, maka kita tidak akan lagi kritis terhadap sesuatu hal.

Mengambil waktu jeda sebentar untuk menjauh, setelah itu akan menimbulkan berpikir yang kritis dan bisa untuk muhasabah diri. Jangan untuk masalah yang sepele terus dibesar-besarkan, hasilnya akan kontraproduktif. Sekarang, update status media sosial, hal yang sepele yang dibesar-besarkan. Dan yang komentar banyak, menjadi ribut. Akhirnya pada saling menghujat. Ini kurang bijaksana.

Berfilsafat Untuk Bisa Memilih Jalan Hidup

Silahkan pilih jalan hidup yang kalian percayai tapi jangan asal, harus tetap kritis terhadap segala keputusan yang kalian ambil -harus tahu dasarnya. Kita berprinsip seperti ini kekurangan seperti apa dan kelebihanya seperti apa. Jadi dasar hidup kalian konsepnya ada dan jelas.

Baca Juga  Ibnu Rusyd, Memadukan Ilmu Agama dan Metode Filosofis

Ketika ditanya, tidak hanya punya target jangka pendek, tapi harus punya target jangka panjang. Beberapa orang zaman modern ketika ditanya masa depan, hanya punya target jangka pendek. Tidak memikirkan target jangka panjangnya, hanya kesenangan sesaat.

Filsafat bisa digunakan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan diri kita. Misalnya, menyebarkan informasi. Harus dipikirkan ulang, apakah benar langkah tersebut. Apa jangan-jangan berita hoax, harus segera diputuskan. Sebuah keputusan menyebarkan info tersebut harus dipikir ulang secara kritis. Apa manfaatnya bagi kita, sebagai evaluasi diri kita.

Keuntungan Berfilsafat di Zaman Modern

Ada beberapa keuntungan orang berfilsafat di era modern, salah satunya bisa analisis argumen secara tepat. Ada masalah di negara ini, bisa menyusun dasar solusinya. Mengapa negara jadi begini, dan mengapa negara jadi begitu. Agar lebih mudah dalam menyusun kata ke publik agar tidak terlalu banyak pro dan kontra. Banyak orang yang bilang, “Sebenarnya saya itu paham, tapi bagaimana cara mau mengucapkannya.” Hal seperti sekarang ini, butuh berfilsafat agar bisa menyusun kata dasar. Adapun beberapa keuntungan orang berfilsafat antara lain:

Dapat mengungkapkan ide secara sistematis. Untuk menyusun ide-ide baru atau ide alternatif, tidak lagi hanya menghasilkan satu opsi jawaban tapi bisa punya beberapa opsi jawaban. Bisa mempraktikkan opsi jawaban tersebut.

Mempunyai kemampuan alternatif jawaban pertimbangan. Orang pintar bisa menghasilkan beberapa opsi solusi jawaban masalah. Solusi ini kelebihannya seperti ini, dan kekurangannya seperti itu. Jangan hanya menemukan satu solusi, apalagi sampai tidak menemukan solusi sama sekali. Karena semakin banyak masalah dalam hidup, maka akan semakin banyak mencari solusi. Dan akan menjadi semakin pintar.

Mempunyai ide-ide dengan terbuka yang baru. Bukan hanya yang penting mengikuti yang sudah ada sebelumnya, setuju dan tidak setuju itu pilihan kita. Berfilsafat bisa memotivasi diri sendiri. Jadi, berfilsafat tidak perlu motivasi dari motivator karena sudah bisa memotivasi dirinya sendiri.

Kemampuan mengatur pikiran. Kata Imam Al Ghazali, pikiran adalah bagaikan panglima perang yang mengatur prajurit bawahannya. Dan manusia adalah hewan yang bisa berpikir. Hewan di sini bukan binatang, maksudnya adalah makhluk. Jadi kalau manusia tidak mau berpikir itu tinggal hewannya saja. Boleh tak suka dengan filsafat, tapi tolong jangan berhenti untuk terus berpikir.

Baca Juga  Memahami Perbandingan Tarikh dalam Kalender Islam

Problem Berakhirnya Kehidupan Sosial

Beberapa problem besar perlu berfilsafat yang mendalam dan masif. Problem zaman modern adalah orang benci dengan kebijaksanaan. Manusia zaman modern yang dipercaya hanya akal dan panca indra saja. Kalau ada bukti materialnya baru percaya.

Akhirnya semua dicari materialnya, kehilangan khazanah hidup dan menyisihkan metafisik. Percaya dengan yang ada fisiknya saja, percaya dengan yang masuk akal dan yang ada buktinya kongkrit saja. Padahal surga neraka tidak ada gambarnya. Kalau percaya dengan yang fisik saja, maka akan kehilangan khazanah.

Gaya berpikir barat yang material, bahwa ghoib tanpa dilihat panca indra, hasilnya jadi kontraproduktif. Padahal yang ghoib tidak ada gambarannya. Bagaimana dengan surga dan neraka? Itu ada dalilnya, jadi bukan bohong. Seperti rasa sakit ada rasanya, tapi bentuknya rasa sakit itu seperti apa tidak bisa menunjukkan. Adanya hanya ekspresi menerima rasa sakit.

Di zaman modern yang bergaya Barat, yang mengejar material ada yang ghoib justru di kongkrit-kongkritkan. Seperti acara uji nyali datang ke kuburan mencari hantu itu, gaya materialistik yang ghoib justru di kongkrit-kongkritkan. Seperti gaya orang Barat, kalau tak kelihatan fisiknya maka tidak percaya.

Problem yang kedua hari ini musuh dan teman kita, yaitu handphone. Membuat kita jadi terikat. Buktinya, zaman sekarang LDR sama pasangan lebih kuat daripada LDRan dengan handphone yang tertinggal.

Kita dimabukkan oleh berbagai informasi. Karena mabuk informasi, akan banyak menimbulkan masalah sosial yang muncul. Bahkan kita tak bisa memblokir informasi tersebut, tetapi hanya penggunanya saja yang harus memfilter informasinya. Lihat dahulu siapa yang membawa berita, apa manfaatnya bagi saya, apa akibatnya.

Bahkan kita dibuat kejang-kejang dengan informasi, dan membuat kita kaget. Ribut suatu informasi yang sedang viral, tiba-tiba datang informasi baru lagi dan kita kaget lagi. Terus-terusan seperti itu, informasi yang lama lenyap diganti bahas informasi baru. Jadi seperti orang kejang-kejang, terus terkaget-kaget dengan adanya informasi.

Dilema Berfilsafat di Zaman Modern

Beberapa orang merasa seolah-olah sudah tahu tentang berita viral. Tetapi ketika ada yang bertanya tentang berita viral yang sebelumnya, justru bingung untuk menjelaskannya. Seperti kalimatnya Augustinus ketika ditanya soal apa itu waktu.

Augustinus menjawab, waktu adalah jika tak seorang pun mengajukan pertanyaan maka aku tahu. Tapi jika ada yang mengajukan pertanyaan dan aku mau memberi jawaban, maka aku tidak tahu lagi.

Baca Juga  Peran Generasi Muda dalam Pilkada 2020

Di zaman modern, problem selanjutnya peran manusia tidak terlalu dibutuhkan karena berbagai macam perkembangan teknologi. Kalau bisa kita harus anti perkembangan baru yang tidak cocok dengan budaya kita. Kita yang seharusnya menguasai teknologi, bukan teknologi yang menguasai kita.

Problem berikutnya, berakhirnya kehidupan sosial. Pada titik ini, kita tak butuh lagi perlu bertatap muka, karena teknologi sudah bisa memenuhi kebutuhan kita. Hari ini sebetulnya kehidupan sosial kita sudah berakhir. Padahal kita sedang berkumpul bersama kalau tak ada Corona, tapi pegang handphone masing-masing dan sibuk dengan handphonenya. Satu keluarga, anak istri punya handphone masing-masing dan mainan masing-masing pada handphone dan diberi password masing-masing. Tidak saling tahu di antara keluarga.

Bisa jadi, dengan handphone hidup kita menjadi menegangkan dan menjadi gelisah. Sakit sedikit cari di Google, tiba-tiba muncul dari info Google ciri-ciri seperti gejala Corona, tiba-tiba kita terkaget. Boleh hanya untuk waspada. Padahal, kita butuh tes Corona dulu, positif apa tidak. Atau jangan-jangan sakit tertentu, dikasih obat sembuh. Bahkan gampang baperan, karena keseringan nonton sinetron yang sudah bisa dilihat dari handphone.

Nilai kehidupan mulai tak bermakna lagi. Setiap orang mempunyai prinsip sendiri dan tidak menghargai nilai-nilai sosial. Ada kisah orang yang jujur, dianggap, “Halah, hidupnya sudah enak. Coba kalau diposisi saya yang serba kekurangan, pasti dia tak jujur”. Nilai sosial sudah turun, tak dianggap lagi adanya proses perubahan orang menjadi lebih baik.

***

Ilmu dan alam sudah tak sakral lagi, banyak orang tidak menghormati alam. Kuliah hanya sekadar mencari ijazah dan gelar saja. Yang penting bayar, beranggapan bahwa dosen adalah yang kita bayar untuk mencari ijazah kita. Sedangkan dosennya menganggap mahasiswanya sebagai orang yang telah membayar dirinya untuk menghidupi keluarganya.

Problem yang terakhir, mementingkan kebahagiaan dan kesenangan yang sementara. Coba kita lihat beberapa orang. Ditanya paling cuma punya target jangka pendek, target jangka panjang, bagaimana nanti setelah ini selesai. Mau apa dan bagaimana kedepannya. Menjadi problem yang harus kita pecahkan dengan akal kita.

Editor: Zahra/Nabhan

Avatar
13 posts

About author
Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Nusantara Bekasi | Warga Muhammadiyah
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *