Bukan hanya rindu yang berat. Ada sesuatu yang sungguh disebut Alquran sangat berat. Dialah amanah.
Alquran mengunggahnya untuk diberikan sebagai pesan kepada gunung, bumi, dan langit. Semua menolak. Merasa tak mampu meski mereka sepintas terlihat sebagai makhluk yang kokoh. Mereka khawatir tak loyal dan tak kuat memikul amanat Tuhan.
Namun, manusia, si makhluk lemah, dengan pongah menerimanya. Menerima amanat Tuhan dengan tawa suka cita. Meski entah sadar atau tidak, mereka sebenarnya tak mampu. Pada akhirnya, terdapat episode kisah manusia yang tidak mampu dan tidak kuat menjalankan amanah itu. Meski juga dikisahkan ada yang mampu dan kuat menanggung amanah dengan baik.
Nyata dari firman Tuhan, bahwa penyebab kegagalan menjalankan amanah adalah karena kepongahan manusia dalam menerima amanah. Mereka kemudian lupa, bahwa menjalankan amanah tidak bisa dikerjakannya dengan baik tanpa ma’unah dan rahmat Tuhan. Inilah takdir manusia. Mereka diciptakan untuk menerima amanah kepemimpinan (imam/khalifah) di alam semesta berupa bumi dan langit. Dan sadisnya, mereka seperti dikutuk bahwa kebanyakan mereka tak mampu menjalankan amanah dengan baik. Itulah yang kemudian dapat menjebloskan manusia kepada derita siksa di dunia dan di neraka.
Niat Baik, Niat Gigih, dan Niat Tulus
Kami akan mengisahkan cerita nyata, manusia dalam jumlah sedikit yang terpilih, mampu menjalankan amanah karena kekuatan dari Tuhan.
Namanya Ahmad Sulistianto. Panggilan akrabnya Cak Anto. Dia seorang staf sebuah penginapan di daerah Batu, Jawa Timur. Kami mengenalnya ketika beberapa waktu lalu pondok pesantren kami mengadakan acara Family Gathering selama tiga hari di sana. Acara pimpinan, guru, dan karyawan pondok.
Kami melihatnya sebagai seorang pemuda berperawakan sedang, agak tinggi. Ia berambut lurus, berwajah tirus dengan aura bersih dengan kesan kejujuran yang tidak dibuat-buat.
Pagi itu, kami melihatnya sedang mengepel lantai dan membersihkan perabotan di ruang tunggu dan resepsionis penginapan tersebut. Setelah selesai, dia segera bergegas mengambil sapu lidi, menyapu halaman penginapan yang dikelilingi pohon-pohon rindang. Sudah terbayang betapa banyaknya daun-daun pepohonan yang jatuh harus dibereskannya. Yang kami lihat dia begitu tekun mengerjakannya. Peluh tak terbayangkan membasahi wajah, tangan dan bajunya.
Setelah beres menyapu, dia segera bersih diri, ganti baju rapi, bersiap bertugas membantu kolega-koleganya di bagian resepsionis.
Pagi itu memang tampak ramai. Maklum, sepertinya di samping karena hari libur, para pengunjung memilih menginap di penginapan tempat Cak Anto bekerja karena lokasinya sangat strategis, bersih, dan pelayanannya bagus.
Seharian itu, kami melihatnya sangat tekun bekerja, dan entah apalagi yang dikerjakannya, karena kami tidak lagi memperhatikannya. Kami larut dalam acara family gathering pondok pesantren kami.
Keesokan harinya, sesuai rencana, penulis akan pamit duluan dari acara family gathering ini, karena punya agenda lain, pulang ke Jember, di samping ada kegiatan lain, juga sungkem ke abah dan ibu. Penulis menelepon travel atau sewaan transportasi lain, rupanya full-booked semua. Disarankan ke resepsionis untuk meminta informasi. Alhamdulillah bertemu pemiliknya langsung, dan menceritakan rencana perjalanan menuju Jember. Pemilik penginapan ini kemudian meminta Cak Anto mengantar saya ke terminal.
Singkat cerita, Cak Anto mengantar penulis ke terminal Malang menggunakan sepeda motornya. Sepanjang perjalanan, penulis bertanya tentang keluarganya, ternyata ia adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Singkat cerita, tibalah kami di terminal. Penulis memberikannya tips dan uang pengganti bensin ala kadarnya. Dia dengan halus menolaknya. Penulis sedikit memaksa. Dia tambah bersikeras menolaknya.
Kenapa? “Saya sudah diberi sangu oleh pemilik hotel tadi. Sudah cukup, pak,” tegasnya.
Penulis merayu, “Kan pemilik hotel tidak melihatmu kalau saya kasih tips dan pengganti bensin untukmu.”
Jawabnya dengan tegas, “Maaf, pak. Saya diberi amanah oleh pimpinan untuk mengantar Bapak. Sudah diberi sangu. Saya harus menjaga amanah ini. Kalau saya ditanya detail nanti misalnya, saya tidak bisa berbohong. Saya malu bila tidak bisa menjaga amanah. Malu kepada Tuhan. Juga kepada bos saya”.
Cak Anto adalah gambaran tipe orang yang dapat menjaga amanah pekerjaannya karena dia benar-benar tunduk dengan kepasrahan takut kepada Tuhan. Dengan niat baik, niat gigih dan niat tulus dia menjaga amanah pekerjaannya dengan baik.
Tetaplah Teguh dan Tidak Zalim
Bila kita belajar dari dialog Ibrahim dan Tuhan ketika Ibrahim bertanya, “Tuhan, apakah anak cucuku juga akan menjadi pemimpin?” Tuhan menjawab: “Iya, semua anak cucumu (akan menjadi pemimpin), kecuali mereka yang tidak teguh dalam menjaga prinsip kepemimpinan. Yakni, mereka yang zalim serta suka menyalahi amanah kepemimpinannya. Jadi, tegas Tuhan menjawab, manusia dalam jumlah sedikit yang mampu menjaga dan menjalankan amanah adalah mereka yang tidak zalim. Zalim di sini dalam pengertian: terhadap Tuhan mereka syirik dan penuh dengan kepongahan seolah tak butuh maunah Tuhan; terhadap manusia mereka meremehkan dan suka menyalahi janji; terhadap amanah kepemimpinan tidak punya visi dan niat baik-gigih dan tulus dalam menjaga dan menjalankannya dengan baik.
Alangkah indahnya bila jenazah kita dimuliakan Rasulullah Saw ketika mampu menjalankan amanah dengan baik. Meski posisi kita hanya marbot dan tukang sapu masjid. Seperti seorang perempuan Yahudi yang lalu masuk Islam, dan mohon ijin kepada Rasulullah Saw untuk menjadi marbot dan tukang sapu masjid.
Semoga kita semua selalu diberi kekuatan dan pertolongan Tuhan untuk dapat menjalankan amanah kita masing-masing, di manapun dan dalam bidang apapun. aamiin. Wallahu a’lam.
Surabaya (di atas bus P06), 30 November 2018
*) Penulis adalah Sekretaris Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an dan Sains Al-Ishlah (STIQSI) Sendangagung