Tidak terasa sudah hampir satu bulan kegiatan belajar dalam jaringan (daring) sebagai konsekuensi pembatasan fisik (physical distancing) akibat Pandemi Covid-19 berlangsung. Pada minggu–minggu pertama orang tua tentu sangat merasakan senang karena bisa menemani anaknya belajar di rumah, orang tua jadi guru untuk anak sendiri.
Namun, memasuki minggu ketiga, sebagian orang tua dan anak sudah mulai merasakan jenuh dan bosan. Kadang situasi ini tidak dapat diatasi.
Sekolah dari Rumah
Belajar/sekolah dari rumah ternyata tak seindah yang dibayangkan. Para orangtua harus melewati terlebih dahulu drama dengan anaknya di pagi hari. Oh….ini sudah seperti sinetron saja.
Bagaimana tidak, jika terlambat mengirimkan tugas anak sekolah, di grup Whatsapp orang tua selalu diabsen oleh wali kelasnya siapa siswa yang sudah mengumpulkan tugas dan siapa yang belum. Akhirnya, mau tidak mau orangtua memaksa anaknya untuk segera mengerjakan tugas.
Itu baru satu mata pelajaran. Belum mata pelajaran yang lainnya. Bagi anak saya yang baru masuk kelas 1 di SD Swasta, tentu saja merasa sangat stres dan kewalahan karena dijejali tugas yang tak kunjung usai. Nyaris setiap hari harus setor hafalan Al-Qur’an dan hafalan lainnya.
Bahkan, anak sekecil itupun harus ikut mensosialisasikan apa itu pentingnya “stay at home” dan mempraktekkan cuci tangan yang benar dengan membuat video semenarik mungkin. Video tersebut kemudian harus dibagikan di media sosial dengan memakai hastag dan mention guru kelasnya.
Akhirnya anak saya bilang, “Bunda, lebih baik kakak belajar di sekolah aja dari pada belajar di rumah!!”
Jasa Guru Tak Tertandingi
Disadari atau tidak mendidik anak sendiri memang butuh kesabaran tingkat tinggi. Ketidaksabaran orang tua itulah yang kerap kali membuat anak tertekan baik secara fisik ataupun psikis. Mengendalikan emosi ternyata bukanlah perkara mudah. Lalu muncullah pernyataan dari salah seorang guru.
“Sekarang terasa bukan bagaimana susahnya menjadi guru di sekolah? Itu baru hanya satu atau dua anak di rumah. Kami para guru di sekolah setiap hari harus berjibaku mengajar dan mendidik puluhan siswa dengan berbagai macam karakter!,” timpalnya.
Pernyataan itu memang ada benarnya. Jasa para guru memang tak tertandingi. Perannya dalam mendidik anak-anak kita sungguh luar biasa. Mereka mampu mengendalikan emosi setiap kali anak kita di sekolah menjengkelkan. Sehingga anak sendiri nyatanya memang lebih bisa ditertibkan oleh gurunya ketimbang orang tuanya.
Bagi orang tua yang juga harus bekerja dari rumah (work from home), beban ganda yang harus dijalankan menjadi tantangan yang cukup berat. Disatu sisi memastikan tugas anak harus selesai. Sisi lain, pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya juga harus tuntas di waktu yang bersamaan. Terus menerus mengeluh bukan solusi yang tepat karena tidak akan pernah menyelesaikan persoalan.
Apalagi Mendikbud sudah mengeluarkan surat edaran yang memperpanjang masa work from home (WFH) dan study from home (SFH). Ini artinya kegiatan home schooling akan terus dilakukan sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Karena kita sendiri tidak akan pernah tau kapan wabah ini akan berakhir.
Jadi Guru untuk Anak Sendiri
Menciptakan suasana bahagia, tenang dan nyaman sudah menjadi kebutuhan dalam menghadapi pandemi ini. Ketidaktenangan dan sering melampiaskan kemarahan kepada anak justru akan membuat suasana rumah menjadi tidak kondusif.
Tanpa disadari sebagai orang tua kita telah merenggut kecerian anak-anak yang sedang dalam masa keemasan. Padahal, hal itu akan sangat berpengaruh pada tumbuh kembangnya di masa yang akan datang.
Kini, sudah saatnya orangtua menjadi guru untuk anaknya sendiri. Bersabar menghadapi anak didiknya. Mungkin bisa jadi kita belum terbiasa untuk mengajar sehingga yang didapati adalah kekesalan dan kekacauan. Adapula kelucuan.
Tapi percayalah, ketika metode daring ini menjadi kebiasaan, maka proses kesulitan itu bisa dilalui dan tidak gagap lagi dalam melakukannya. Aspek lain yang dibutuhkan juga adalah motivasi dan manajemen waktu untuk mengikuti pembelajaran.
Dalam kondisi yang sangat terbatas ini, diharapkan guru juga dapat melakukan inovasi pada proses pembelajaran daring. Anak tidak melulu konsen pada pelajaran yang sifatnya hanya tekstual dan pemberian tugas. Melainkan bagaimana melakukan eksplorasi materi pembelajaran yang dapat mengasah keterampilan peserta didik dengan kegiatan yang sangat menyenangkan.
Anak tidak merasakan kalau dirinya sedang belajar tapi bermain. Desain pembelajaran seperti ini yang mungkin dibutuhkan selama menghadapi masa pandemi ini. Materi disusun lebih menarik sehingga dapat memacu kreativitas siswa itu sendiri terutama untuk pendidikan dasar.
Semoga Cepat Berlalu
Ada ukuran idealisme yang sedikit diturunkan, namun juga tidak mengurangi atau bahkan menghilangkan esensi tujuan pembelajaran. Ini hanya persoalan metode dan strategi saja agar anak tidak merasa stress dan bosan. Hafalan–hafalan mungkin bisa sedikit dikurangi dengan ditambahkan muatan pembelajaran lain.
Barangkali ini bisa menjadi solusi untuk mengatasi berbagai problematika yang dihadapi para orang tua. Dengan demikian pemantauan orang tua terhadap proses pembelajaran anak bisa lebih mudah. Bagaimanapun sinergitas yang baik antara orang tua dan pengajar menjadi kunci suksesnya pelaksanaan pembelajaran jarak jauh. Kalau bisa dipermudah kenapa harus dipersulit?
Ada banyak hikmah yang bisa orangtua dapatkan dari bencana non-alam ini. Bersyukur dan nikmatilah kebersamaan dengan anak. Suatu saat kebersamaan ini akan kita rindukan kembali.
Bukankah sejatinya mendidik dan mengajarkan anak itu adalah tugas utama kita selaku orangtua? Mari menjadi orangtua yang bertanggungjawab dan bersabarlah. Semoga wabah virus corona ini akan cepat berlalu. Marhaban Yaa Ramadhan.
Editor: Nabhan