Perlu diketahui bahwa sistematika khutbah terdiri dari pembukaan, isi, dan doa. Jika menggunakan istilah rukun khutbah, dalam kenyataan di antara para ulama, terjadi perbedaan pendapat. Yaitu tentang berapa jumlahnya, dan apakah khutbah Jumat itu memiliki rukun yang tidak boleh ditinggalkan sama sekali.
Sebab, perbedaan itu adalah karena tidak ada perintah khusus dari Rasulullah SAW tentang cara berkhutbah. Tetapi, yang ada adalah riwayat-riwayat yang menyebutkan tentang cara dan kata-kata yang diucapkan oleh Rasulullah SAW ketika sedang berkhutbah. Jadi, hanya perbuatan beliau saja yang diriwayatkan, bukan perintahnya.
Dari segi kekuatan hukum, sunnah fi’liyah nilai dalalah-nya terhadap suatu hukum lebih rendah daripada sunnah qauliyah yang berupa perintah dan larangan. Sementara perbuatan-perbuatan Rasulullah SAW masih harus diselidiki lebih dahulu. Tidak selamanya menunjukkan kewajiban. Inilah beda antara sunnah qauliyah dan sunnah fi’liyah dalam penunjukannya terhadap suatu hukum.
Bolehkah Khutbah Jumat Selain Bahasa Arab?
Pertanyaan tentang Bolehkah keseluruhan isi khutbah Jumat memakai bahasa Indonesia/bahasa lain? jawabannya adalah belum ditemukan riwayat dari Nabi SAW yang menunjukkan kepada mensyaratkan khutbah Jumat harus disampaikan dengan bahasa Arab. Sebagaimana belum ditemukan pula riwayat yang menunjukkan Nabi SAW atau salah seorang sahabat menyampaikan khutbah Jumat dengan bahasa selain bahasa Arab.
Padahal, orang-orang Islam yang ‘ajam (non Arab) ada dan tersebar di negeri kaum muslimin setelah terjadi ekspansi yang dilakukan kaum muslimin. Nabi saw, para sahabat, dan generasi setelahnya hanya berkhutbah dengan bahasa Arab. Karena, itulah bahasa nasional mereka. Berdasarkan ini pula, para ulama saling berbeda pendapat dalam membolehkan berkhutbah dengan selain bahasa Arab atau terjemahannya.
Dua Sisi Khutbah Jumat
Terlepas dari pernyataan di atas, jika mengacu kepada fungsi khutbah adalah: 1. Tandzir (peringatan), 2. Tausiyah (nasehat), 3. Tadzkir (penyadaran), 4. Tabsyir (kabar gembira), dan 5. Bagian dari kewajiban khatib, maka khutbah Jumat mempunyai dua sisi yang tak terpisahkan.
Pertama, sebagai bagian dari ibadah shalat Jumat yang melekat. Kedua, Khutbah Jumat menjadi media untuk menyampaikan dan memberi pelajaran kepada para jamaah atau umat manusia secara umum. Bisa juga dikatakan, selain ritual ibadah, khutbah Jumat juga merupakan salah satu media dakwah yang mempunyai kaitan langsung dengan pembinaan umat.
Maka, khutbah Jumat disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh jama’ah. Allah swt berfirman dalam surah Ibrahim (14) ayat 4, yang artinya:
“Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka.”
Namun demikian, ada hal-hal yang tetap menggunakan bahasa Arab sesuai contoh atau ucapan Nabi saw, khususnya bagian pembukaan baik pada khutbah pertama maupun kedua, yaitu:
- Hamdalah, sebagaimana hadis Nabi SAW:
عَنْ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللهِ يَقُولُ كَانَتْ خُطْبَةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ يَحْمَدُ اللهَ وَيُثْنِي عَلَيْهِ ثُمَّ يَقُولُ عَلَى إِثْرِ ذَلِكَ وَقَدْ عَلَا صَوْتُهُ
[رواه مسلم]
“Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah bahwa dia berkata: Kebiasaan Rasulullah saw ketika berkhutbah pada Hari Jum’at adalah dia membaca hamdalah dan memuji Allah, kemudian dia mengatakan maksud khutbahnya setelah itu, sedangkan suaranya sudah meninggi.” [HR. Muslim]
- Syahadah,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ خُطْبَةٍ لَيْسَ فِيهَا شَهَادَةٌ كَالْيَدِ الْجَذْمَاءِ.
[رواه أحمد]
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah Tiap-tiap khutbah yang tidak ada syahadatnya, adalah seperti tangan yang terpotong.” [HR. Ahmad]
- Membaca salawat atas Nabi Muhammad SAW, seperti firman Allah dalam surah al-Ahzab (33) ayat 56, yang artinya:
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
- Membaca ayat Al-Qur’an pada salah satu dari dua khutbah:
عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ قَائِمًا وَيَجْلِسُ بَيْنَ الْخُطْبَتَيْنِ وَيَقْرَأُ آيَاتٍ وَيُذَكِّرُ النَّاسَ
[رواه أحمد]
“Diriwayatkan dari Jabir bin Samurah, ia berkata, Rasulullah saw berkhutbah berdiri, duduk antara keduanya, membaca ayat-ayat al-Qur’an, dan mengingatkan manusia.” [HR. Ahmad]
- Mendoakan kepada kaum muslimin seluruhnya dalam khutbah yang kedua. Jika doa mengambil dari Al-Qur’an atau hadis, sebaiknya tetap menggunakan bahasa aslinya. Akan tetapi jika doa dari diri sendiri, boleh dengan bahasa Indonesia.
Wallah a’lam bi ash-shawab.
.
Sumber: Fatwa Tarjih Muhammadiyah No.26 Tahun 2014
.
Editor: Yahya FR