Singkat cerita, Pondok Yusuf Abdusattar memiliki rutinitas yang cukup baik, yaitu perihal ziarah kubur yang berlangsung dalam sepekan sekali, yang diagendakan hari Jumat pagi selepas sholat Subuh.
Para santri diizinkan untuk meninggalkan ponpes untuk berziarah ke makam pendiri ponpes tersebut, yaitu alm TGH. Yusuf Abdusattar adalah salah satu ulama yang pertama kali mendapat predikat penghafal Al-Qur’an di bumi seribu masjid.
Singkat cerita, penulis mengikuti agenda tersebut pada pagi harinya yaitu pada hari Jumat. Selepasnya sampai makam, penulis melihat dengan mata kepala sendiri, bahwasanya para santri berbondong-bondong melepas alas kakinya ketika sampai di makam untuk berziarah.
Mereka penasaran dan ingin lebih mengkaji dalil-dalil atas sunah-sunah yang hidup di tengah masyarakat (living hadis) di Lombok Nusa tenggara Barat. Khususnya, di Ponpes Yusuf Abdusattar.
Penulis menemukan beberapa temuan. Yaitu berupa dalil-dalil beserta pendapat-pendapat para ulama perihal hal tersebut. Yang nyatanya, pernah disinggung oleh Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ yang merupakan kitab syarh dari Al-Muhadzab karya Asyirozi, sebagai berikut:
المشهور في مذهبنا أنه لا يكره المشي في المقابر باالنعلين والخفين ونحوهما ممن صرح بذالك من اصحابنا الخطابي والعبدرى وآخرون ونقله العبدري عن مذهبنا ومذهب اكثر العلماء قال احمد بن رحمه الله يكره وقال صاحب الحاوى يخلع نعليه لحديث بشير بن معبد الصاحبي المغروف بابن الخصاصية قال “بينهما انا أماشى رسول الله صلى الله عليه وسلم نظر فإذا رجل يمشي فى القبور عليه نعلان فقال ياصاحب السبتتين ويحك الق سبتتيك فنظر الرجل فلما عرف رسول الله صلى الله عليه وسلم خلعها “رواه أبو داود والنسائي باسند حسن واحتج أصحا بنا بحديث أنس رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال ” العبد إذا وضع في قبره وتولي وذهب أصحابه حتى إنه ليسمع قرع نعالهم اتاه ملكان فاقعداه الى آخر الحديث ” رواه البخاري ومسلم (وأجبوا) عن الحديث الاول بجوبين (أحدهما)وبه أجاب الخطابي انه يشبه انه كرههما المعنى فيهما لان النعال السبتيه –بكسر السين-هي المدبوغة بالقرظ وهي لباس أهل الترفة والتنعم فنهي عنهما لما فيهما من الخيلاء فاحب صلى الله عليه وسلم أن يكون دخوله المقابر علي زي التواضع ولباس أهل الخشوع (والثاني) لعله كان فيهما نجاسة قالوا وحملنا علي تأويله الجمع بين الحديثين(رواه البخاري و مسلم)
“Masyhur dalam mazhab kami (mazhab As-Syafi’i) yaitu tidaklah makruh memakai sandal atau khuf (sepatu) ketika memasuki area pemakaman. Yang menegaskan demikian, yaitu Imam Al Khottobi dari ulama Syafi’iyyah, juga disampaikan oleh Al ‘Abdari dan ulamaSyafi’i lainya. Hal ini dinukil oleh Al-Abdari dari pendapat as-syafi’iyyah serta mayoritas kebanyakan ulama. Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa memakai sandal ketika itu di-makruh-kan. Penulis kitab al-Hawi mengatakan bahwa sandal semestinya dilepas seketika memasuki area pemakaman mengingat hadis dari Basyir bin Ma’bad, salah seorang sahabat yang ma’ruf dengan nama Ibnul Khossosiyyah. Ia berkata, “Pada suatu hari, saya berjalan bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba beliau melihat orang yang berjalan di area pemakaman dalam keadaan memakai sandal. Maka beliau menegurnya. “Wahai orang yang memakai sandal, celaka engkau, lepaskan sendalmu!” Orang tersebut lantas melongok. Ketika itu, ia tahu bahwa yang menegur ialah Rasulullah SAW. Lantas, ia mencopot sendalnya. Hadis ini dikeluarkan oleh Abu Daud dan An-Nasai dengan sanad yang hasan.
Dalil yang Membolehkan Memakai Sandal
Sedangkan, dalil yang membolehkanya dari mazhab Syafi’i, yaitu hadis dari Anas RA, dari Rasulullah SAW. “Jika seseorang dimasukkan dalam liang kubur, lalu ia ditinggalkan dan keluarga yang menziarahinya pergi. Maka, ia akan mendengar hentakan sendalnya, lalu dua malaikat akan mendatanginya dan akan duduk disampingnya”.
Kemudian disebutkan hingga akhir hadis, diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Sebagaimana Yahya bin Syaraf menyebutkan dalam Al-Majmu Syarah Al-Muhadzab lisy Syirazi.
Kesimpulan
Dari paparan dalil-dalil di atas, dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut:
Ulama Syafi’iyyah dalam menyikapi hadis yang melarang, yaitu hadis yang pertama memberikan dua jawaban.
Pertama, al-Khottobi mengatakan bahwa hal tersebut hanya tidak disukai oleh Nabi Muhammad SAW. Dikarenakan sandal tersebut disamak, dan sandal seperti itu digunakan oleh orang yang biasa bergaya dengan nikmat yang diberi.
Sementara itu, Nabi Muhammad SAW melarangnya karena di dalamnya terdapat sifat sombong. Sedangkan, Nabi Muhammad SAW sangat suka jika seseorang memasuki area kubur dengan sikap tawadhu dan khusyuk.
Kedua, boleh jadi, terdapat najis di sandal tersebut. Dipahami demikian, dikarenakan kompromi antara dua hadis yang ada, sehingga kesimpulan berdasarkan kompromi dua dalil, dan inilah yang jadi pegangan madzhab as-Sya’fii dan mayoritas ulama.
Bahwa memasuki areal pemakaman dengan sandal tidaklah terlarang. Namun melepas sandal atau alas kaki ketika memasuki areal pemakaman lebih selamat dari perselisihan ulama. Wallahua’lam