Fatwa

Bolehkah Salat Jumat di Ruang Aula Sekolah?

5 Mins read

Sebelum berbicara hukum salat Jumat di ruang aula sekolah, alangkah baiknya, kita membahas terlebih dahulu hal-hal yang berkaitan dengan salat Jumat itu sendiri secara menyeluruh.

Orang yang Berkewajiban dan Cara Melaksanakan Salat Jumat.

Orang yang diwajibkan untuk melaksanakan salat Jumat dapat dilihat dalam firman Allah Q.S. al-Jumu‘ah (62) ayat 9:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُون

Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

Dalam ayat ini kewajiban melaksanakan salat Jumat adalah bagi setiap orang yang beriman. Namun dalam hadis, salat Jumat tidak diwajibkan bagi hamba sahaya, perempuan, anak-anak, dan orang sakit, sebagaimana hadis berikut ini;

عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلاَّ أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوْ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ أَوْ مَرِيض

Dari Thariq ibn Syihab, dari Nabi saw (diriwayatkan bahwa) beliau bersabda: Salat Jumat wajib bagi setiap orang Muslim dengan berjamaah, kecuali empat golongan; hamba sahaya, perempuan, anak-anak, dan orang sakit [H.R. Abu Dawud no. 1067].

Hadis serupa diriwayatkan pula oleh al-Baihaqi no. 5578 dari jalur Abu Musa.

Berdasarkan hadis di atas, maka salat Jumat diwajibkan kepada laki-laki muslim, merdeka, dewasa, sehat, dan tidak bepergian atau berada di tempat dan dilaksanakan secara berjamaah.

Waktu Pelaksanaan Salat Jumat

Salat Jumat dilaksanakan pada waktu zhuhur yaitu saat tergelincirnya matahari sampai dengan bayang-bayang sama dengan bendanya pada hari Jumat. Hal ini berdasarkan hadis;

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي الْجُمُعَةَ حِينَ تَمِيلُ الشَّمْسُ

Dari Anas ibn Malik ra. (diriwayatkan) bahwasanya Nabi saw salat Jumat saat matahari tergelincir [H.R. al-Bukhari no. 904].

Sedangkan tentang harinya telah diterangkan dalam surat al-Jumu‘ah (62) ayat 9, sebagaimana telah disebutkan di atas.

Jumlah Jamaah Salat Jumat

Terkait persoalan jumlah minimal jamaah salat Jumat, dikatakan bahwa hal tersebut merupakan persoalan khilafiyah di kalangan mazhab, yang dimaksudkan pada syarat sahnya salat Jumat. Ulama Hanafiyah mensyaratkan sahnya salat Jumat ialah tiga orang, selain imam. Dengan tiga orang dan satu imam yang berarti empat orang tersebut adalah sahnya salat Jumat, sekalipun pada saat khutbah yang mendengarkan hanya seorang saja dan setelah melangsungkan salat, makmum berjumlah tiga orang.

Baca Juga  Adakah Tunangan Dalam Islam?

Menurut ulama Malikiyah, jamaah Jumat itu paling sedikit dua belas orang kecuali imam. Dan semua anggota jamaah Jumat harus orang-orang yang memang berkewajiban untuk melakukan salat Jumat. Oleh karena itu tidak sah kalau Jumat itu sendiri dua belas makmum, tetapi salah satunya wanita atau musafir atau anak kecil.

Adapun ulama Syafi‘iyyah dan Hanabilah mensyaratkan salat Jumat itu harus terdiri dari empat puluh orang, atau sebagian riwayat Hanabilah lima puluh orang.

Jelas bahwa salat Jumat itu harus dilakukan secara berjamaah dan sedapat mungkin dilakukan dengan jumlah jamaah sebanyak-banyaknya. Mengenai batas minimum tidak disebutkan dalam hadis-hadis sehingga melangsungkan salat Jumat tidak dibatasi jumlah minimal dan maksimalnya, yang penting berjamaah.

Tempat Pelaksanaan Salat Jumat.

Salat Jumat dilaksanakan di masjid, sedangkan yang dimaksud dengan masjid secara etimologi adalah tempat sujud. Dengan demikian di manapun dapat dilakukan untuk bersujud (salat) tidak terbatas pada masjid yang berupa bangunan yang khusus untuk salat.

حَدَّثَنَا جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم  … وَجُعِلَتْ لِىَ الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا …

Telah menceritakan kepada kami Jabir bin ‘Abdillah dia berkata, Rasulullah saw bersabda: … Telah dijadikan untukku (dan untuk umatku) bumi sebagai masjid dan sarana penyucian diri … [H.R. al-Bukhari no. 335, 438, 3122 dan 122].

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الْأَرْضُ كُلُّهَا مَسْجِدٌ إِلَّا الْحَمَّامَ وَالْمَقْبَرَة

Dari Abi Sa’id al-Khudriy (diriwayatkan bahwa) ia berkata, Rasulullah saw bersabda: Bumi ini semuanya merupakan masjid (tempat sujud untuk salat) kecuali kuburan dan WC [H.R. al-Hakim no. 922 dan 923]

Dalam buku Perbandingan Mazhab karya H.M. Asywadie Syukur, cetakan ke-2, PT. Bina Ilmu, tahun 1982, halaman 289-291, dikemukakan bahwa para Fuqaha berbeda pendapat mengenai jumlah penyelenggaraan jamaah salat Jumat di suatu daerah. Pada persoalan ini terdapat dua pendapat;

Pendapat pertama, diperbolehkan apabila memang dipandang perlu atau ada kemaslahatan (hajat) yang menuntutnya, yaitu sulit untuk berkumpul, masjid yang terlalu kecil sehingga tidak memuat banyak jamaah, berjauhan dan ada perselisihan yang sulit disatukan. Pendapat ini dipegang oleh mazhab Maliki, mayoritas mazhab Syafi’i, dan salah satu riwayat dalam mazhab Hanbali -yang diriwayatkan dari Ibnu Suraij, Abu Ishaq al-Maruzi, Muzanni, Muhammad– salah satu murid Abu Hanifah– dan mazhab Zahiri -yang diriwayatkan oleh ‘Atha-. Pendapat ini diperkuat dengan dalil;

Baca Juga  Apakah Khatib Shalat Jumat Harus Menjadi Imam?

Apabila tidak diperbolehkan, tentu akan menimbulkan kesulitan dan kesempitan, sedang sifat agama Islam selalu menghindarkan dari kesulitan dan kesempitan. Allah swt berfirman dalam surat al-Hajj (22) ayat 78.

… وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ …

… dan Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan…”

Demikian juga sebaliknya kalau diperbolehkan tanpa ada suatu syarat yang harus dipenuhi, tentunya juga menyalahi apa yang pernah terjadi di masa Rasulullah dan para khalifahnya, yang mana pada masa mereka tidak pernah terjadi beberapa tempat salat Jumat pada satu daerah atau tempat.

Di kala daerah kekuasaan umat Islam bertambah luas ditambah lagi dengan pertambahan jumlah penduduk, kota-kota dan kampung-kampung sehingga diperlukan adanya beberapa buah tempat untuk melaksanakan salat Jumat.  Sampai saat ini tidak seorang ulama pun yang menolak kenyataan tadi sehingga  hal ini dapat dikatakan sebagai ijmak ulama.

Pendapat kedua, tidak diperbolehkan sama sekali. Pendapat ini dipegang oleh Abu Yusuf dan Imam asy-Syafi‘i. Pendapat ini diperkuat dengan alasan;

Secara etimologi lafaz Jum’ah berarti berkumpul. Salat Jumat dinamai Jumat yang berarti berkumpul, memberi pengertian bahwa salat Jumat harus dilaksanakan dalam satu tempat, agar makna berkumpul itu benar-benar dapat diwujudkan. Bagaimana bisa mewujudkan makna berkumpul jika salat Jumat dilaksanakan dalam banyak tempat. Jika tidak ada makna berkumpul maka tidak disebut sebagai salat Jumat, namun salat mutafarriqah.

Pada masa Rasulullah dan para khalifahnya tidak pernah diadakan beberapa tempat salat Jumat dalam satu kota, kendatipun di kota Madinah saat itu sudah ada beberapa buah masjid.

Kesimpulannya, berdasarkan Q.S. al-Jumu’ah ayat 9 dan hadis riwayat al-Bukhari serta al-Hakim di atas, menunjukkan bahwa salat dapat dilakukan di mana saja kecuali pada tempat-tempat yang dilarang untuk melaksanakan salat. Namun sebagaimana diketahui bahwa tempat pelaksanaan salat fardlu yang sangat dianjurkan adalah masjid.

Baca Juga  Mengapa Muhammadiyah Tidak Ber-madzhab?

Hal ini berlaku pula pada salat Jumat yang memiliki tata cara tersendiri, karena berbilang salat Jumat (ta’adud Jum’ah) pada dasarnya tidak boleh, tetapi menjadi boleh dengan syarat ada hajat, yakni sulit untuk berkumpul, masjid yang terlalu kecil sehingga tidak memuat banyak jama’ah, berjauhan dan ada perselisihan yang sulit disatukan. Jika hajat tersebut tidak ditemukan, maka penyelenggaraan salat Jumat sebaiknya dilakukan di masjid dan pelaksaannya dilakukan secara berjama’ah.

Jarak

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو, عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:  الْجُمُعَةُ عَلَى مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr dari Nabi saw (diriwayatkan bahwa) beliau bersabda: Salat Jumat diwajibkan atas orang yang mendengar seruan (adzan) [H.R. Abu Dawud no. 1056 dan ad-Daruquthni no.1590].

Hadis di atas dikategorikan daif, akan tetapi mengamalkan kandungannya cukup masyhur di kalangan mazhab Ahmad bin Hanbal, Maliki dan asy-Syafi‘i.

Kesimpulannya, jarak yang dimaksudkan adalah jarak antara domisili seseorang dengan tempat salat terdekat. Melihat realitas kondisi Indonesia saat ini, maka tidak akan sulit untuk menemukan masjid. Namun jika akses menuju masjid dirasa menyulitkan, maka boleh pelaksanaan salat Jumat dilakukan di mana saja (sebagaimana pengertian masjid di atas) asal dilaksanakan secara berjama’ah, karena Allah menghendaki kemudahan bagi para hamba-Nya.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ يَسِّرُوا وَلاَ تُعَسِّرُوا، وَبَشِّرُوا وَلاَ تُنَفِّرُوا

Dari Anas bin Malik dari Nabi saw (diriwayatkan bahwa) beliau bersabda: Mudahkanlah oleh kamu sekalian dan janganlah mempersulit, serta berilah kabar gembira dan janganlah kamu menakuti [H.R. al-Bukhari no. 69 dan 6125]

Sebagaimana pula kaidah fikih berbunyi;

اَلْمَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْرَ

Kesulitan mendatangkan kemudahan

Salat Jumat di Sekolah?

Berdasarkan keterangan di atas, maka penyelenggaraan salat Jumat di sekolah/pabrik/kantor/pasar/aula boleh dengan kebolehan berbilang salat Jumat (ta’adud Jumat). Namun, kebolehan salat Jumat di sekolah tersebut mengandung syarat yakni adanya kemaslahatan (hajat), yaitu sulit untuk berkumpul, masjid yang terlalu kecil sehingga tidak memuat banyak jama’ah, berjauhan, dan ada perselisihan yang sulit disatukan.

Jika memang alasan pelaksanaan salat Jumat di sekolah adalah sebagai bentuk pendidikan bagi para siswa seperti latihan khutbah Jumat dan lain-lain, maka pihak sekolah dapat mengadakan pelatihan tersendiri di luar hari Jumat atau mengadakan kerjasama antara pihak sekolah dan pengurus masjid.

Wallahu a’lam bish-shawab.

.

Sumber: Fatwa Tarjih Muhammadiyah No. 15 Tahun 2015

Related posts
Fatwa

Meluruskan Bacaan Takbir Hari Raya: Bukan Walilla-Ilhamd tapi Walillahilhamd

1 Mins read
IBTimes.ID – Membaca takbir ketika hari raya merupakan salah satu sunnah atau anjuran yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Anjuran tersebut termaktub di…
Fatwa

Menggibahi Orang Lain di Group WhatsApp, Bolehkah?

2 Mins read
Di era banjirnya informasi yang tak dapat terbendungkan, segala aktivitas manusia nampaknya bisa dilacak dan diketahui dari berbagai media sosial yang ada….
Fatwa

Fatwa Muhammadiyah tentang Tarekat Shiddiqiyyah

4 Mins read
IBTimes.ID – Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, tarekat adalah jalan, cara, metode, sistem, mazhab, aliran, haluan, keadaan dan atau tiang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds