Perspektif

Bulan Ramadhan adalah Bulan Literasi

4 Mins read

Ayat Al-Quran yang pertama turun adalah perintah untuk membaca. Membaca yang dimaksud disini tidak hanya membaca secara manual atau literlek, akan tetapi membaca (iqro’) dapat berarti menyampaikan, menelaah, mendalami, mengamati dan meneliti.

Pesan yang amat terpenting yang ada dalam agama adalah pentingnya kita untuk senantiasa membaca dan belajar dalam setiap estafet kehidupan. Sebab setiap tahapan selalu dipenuhi misteri yang dapat terpecahkan dengan memperbanyak belajar.

Kewajiban Membaca bagi Umat Muslim

Aktifitas belajar, membaca, meneliti dan mendalami sebenarnya merupakan suatu kewajiban setiap muslim. Hal ini berdasarkan kata iqro merupakan kalimat perintah (fiil amar), Artinya perintah kepada setiap insan untuk senantiasa belajar dan terus belajar.

Apalagi bila menilik semua ayat-ayat Al-Quran maupun hadis Nabi tentang perintah belajar, ditemukan begitu banyak. Di Al-Quran disebutkan bahwa seorang hamba yang akan diangkat derajatnya adalah orang yang berilmu. Sementara jalan untuk memperoleh ilmu adalah dengan cara belajar. Firman Allah di surah al-Mujadalah ayat 11 yang menerangkan kelebihan orang-orang yang berilmu:

يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ

Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.

Demikian juga perintah Nabi untuk belajar dan keutamaan orang belajar cukup banyak redaksi hadisnya, di antaranya :

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Artinya: “Mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim,.” (HR Ibnu Majah).


مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِاْلعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَهَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ

Artinya: “Barangsiapa yang hendak menginginkan dunia, maka hendaklah ia menguasai ilmu. Barangsiapa menginginkan akhirat hendaklah ia menguasai ilmu, dan barangsiapa yang menginginkan keduanya (dunia dan akhirat) hendaklah ia menguasai ilmu,” (HR Ahmad).

Budaya berliterasi dari aspek teologis memiliki posisi yang sangat penting, sehingga menjadi ukuran kebahagiaan dan kesengsaraaan setiap manusia. Kebahagiaan di dunia dan akhirat serta kesengsaraannya semua tergatung bagaimana kesungguhan dalam meng ilmui semua aspek terkait kedua alam tersebut.

Baca Juga  Tingkatkan Literasi Media, Ditjen Dikti Jalin Kerjasama dengan Maarif Institute

Sejarah Literasi Umat Muslim

Demikian pula terkait aspek historis, jelas kita sebagai umat Islam memiliki perjalanan sejarah yang sangat gemilang karena budaya literasi dan kecintaan terhadap ilmu. Peradaban Islam mencapai kejayaanya hingga disebut sebagai masa keemasan (golden ege) tidak lepas karena keseriusan dan kesadaran terkait pentingnya penguasaaan terhadap ilmu. Sebutlah misalnya masa kekhalifahan Abbasiyah dibawa kepemimpinan Harun ar Rasyid.

Pada masa kekhalifahan Abbasiyah Peradaban Islam berkembang pesat dan maju. Hal tersebut dikarenakan pemerintahannya sangat peduli dengan ilmu dan pengetahuan. Membuat kebijakan yang mampu menumbuhkan masyarakatnya untuk sadar tentang ilmu dan mencitai dunia berliterasi. Memberikan fasilitas yang terbaik dan penghargaan yang tertinggi kepada para ilmuwan.

Pada zaman Khalifah Abbasiyah, keseriusan dan kepedulian terhadap ilmu dibuktikan dengan dibangunnya Baitul Hikmah. Sebuah perpustakaan terbesar yang memiliki koleksi buku yang lengkap dan dan dilengkapi karya para pemikir Yunani yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa arab. Kemudian mendirikan sekolah-sekolah yang berkualitas, memberikan penghargaan dan jaminan hidup serta kenyamanan bagi setiap ilmuwan yang konsen terhadap penelitian dan pengembangan keilmuannya.

***

Tidak heran di zaman Bani Abbasyiah ini lahir beberapa ilmuwan hebat yang diakui oleh dunia. Ilmuwan yang cerdik dan pandai yang hasil riset dan penelitiannya penuh manfaat dalam memajukan peradaban manusia. Para ilmuwan tersebut di antaranya, Al Khawarizmi, Ilmuwan muslim yang terkenal sebagai bapak ilmu Matematika. Ilmuwan yang bernama lengkap Abu Ja’far Muhammad bin Musa Al-Khwarizmi ini memiliki buku yang berjudul Hisab al-jabr wa al-Muqabala (The Compendious Book on Calculation by Completion and Balancing) yang menjadi dasar pengembangan aljabar dan algoritma matematika.

Berikutnya ada Al Farabi atau Abu Nashr. Seorang filosof muslim yang mendapat julukan sebagai guru atau Master Kedua (al-mu’allim at thani) setelah Aristoteles. Hasil pemikirannya yang paling fenomenal adalah ketika ia mampu menyelaraskan Islam dengan filsafat Yunani.

Ada juga Jabir Ibnu Hayyan, Ilmuwan kelahiran tahun 721 M ini melahirkan sebuah buku berjudul al Kimya yang menjadi rujukan dalam pengembangan bidang Kimia. Hasil pemikirannya sangat berguna untuk pengembangan keilmuan dan menjadi rujukan utama para peneliti di zaman pertengahan hingga saat ini.

Baca Juga  Berburu Takjil, Jangan Sebatas Ritual!

Ibnu Sina yang terkenal sebagai The Father of Farmacology (Bapak Farmakologi) dan Al-Syekh al-Rais al-Thibb (Mahaguru Kedokteran). Salah satu karyanya yang terkenal yakni, Al-Qanun fi al- Thibb (The Canon of Medicine) menjadi rujukan utama dalam ilmu kedokteran. Buku fenomenal ini sudah diterjemahkan lebih ke dalam 15 bahasa dunia. Ketika covid-19 melanda seluruh dunia, teori karantina yang pernah dilakukan oleh Ibnu Sina menjadi salah satu rujukan dan banyak yang menggunakannya sehingga penyebaran virus dapat terkendali.

Indonesia dan Literasi

Salah satu amanat Undang-Undang adalah memajukan dan mencerdasakan kehidupan bangsa. Sementara Instrumen utama untuk menciptakan kehidupan bangsa adalah mewujudkan manusia-manusia yang berkualitas yang gemar berliterasi dengan budaya iqro.

Sementara faktanya berdasarkan hasil Asesmen Nasional (AN) tahun 2021, Indonesia saat ini sedang mengalami darurat literasi, yakni satu dari dua peserta didik jenjang SD sampai SMA belum mencapai kompetensi minimum literasi.

Hasil tersebut konsisten dengan hasil Programme for International Student Assessment (PISA) selama 20 tahun terakhir yang menunjukkan bahwa skor literasi anak-anak Indonesia masih rendah dan belum meningkat secara signifikan. Kemampuan literasi peserta didik Indonesia masih berada di bawah rata-rata kemampuan literasi peserta didik di negara-negara Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Sehingga membutuhkan energi yang ekstra untuk mengejar ketertinggalan ini.

Menumbuhkan Kebiasaan berliterasi mesti menjadi kesadaran seluruh komponen bangsa. Program utama dan mendesak ini mesti dilakukan secara berjamaah. Dibutuhkan saling kerjasama, kerja tim yang solid dan saling mendukung. Pemerintah dan seluruh rakyat wajib untuk saling bahu-membahu untuk menjadikan kesadaran berliterasi sebagai proyek berjamaah yang mesti diselesaikan dengan kebersamaan.

Merdeka Belajar dan Literasi

Baru-baru ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meluncurkan program Merdeka belajar episode yang 23. Dimana program ini adalah untuk menjawab terkait rendahnya budaya literasi  dikalangan masyarakat Indonesia. Program ini meluncurkan sekitar 15 juta buku bacaan bermutu yang disertai pelatihan dan pendampingan kepada 20 ribu guru PAUD dan SD di seluruh Indonesia.

Baca Juga  Menggandrungi Buku, Tak Berarti Harus Jadi Profesor dan Menerbitkan Karya Ilmiah!

Tujuan program ini tentu adalah bagaimana generasi masa depan bangsa makin cinta dengan dunia literasi. Harapannya kelak mereka dapat menjadi pelaku perubahan dan sebagai pelopor kemajuan dan peradaban bangsa. Sehingga mimpi untuk menuju Indonesia emas bisa menjadi sebuah kenyataan.

Tentu kebijakan Kementrian Pendidikan yang sangat baik ini akan sulit terealisasi dengan maksimal apabila tidak didukung oleh seluruh lapisan masyarakat. Pemerintah sebagai penentu kebijakan wajib didukung oleh segenap warga negara. Keberhasilan dari program ini menjadi tanggungjawab bersama untuk mengawal, hingga dapat terimplementasi secara sempurna sehingga menggapai sasaran dan tujuan.

Ramadhan dan Literasi

Salah satu kemuliaan bulan Ramadhan adalah di dalamnya Al-Quran diturunkan. Sementara ayat yang pertama turun adalah perintah untuk berliterasi. Spirit membaca Al-Quran yang sudah menjadi kebiasaan setiap muslim ketika telah memasuki bulan Ramadhan mesti selalu terjaga.

Namun semangat membaca Al-Quran tidak boleh berhenti hanya sebatas membaca secara teks. Namun wajib untuk ditingkatkan ke ranah memahami, mendalami dan mengkaji. Al-Qur’an merupakan sumber ilmu yang maha luas yang mesti dikaji lebih serius dan lebih mendalam.

Momentum Ramadhan merupakan waktu yang tepat untuk dapat melahirkan para insan sholeh yang paripurna. Insan Sholeh yang paripurna yang terlihat dengan tanda jiwa yang bersih karena selalu dzikir, memiliki wawasan yang luas dan mendalam karena kecintaanya berliterasi. Kemudian ia menjadi sempurna dengan aksi nyata yang terbimbing dari jiwa yang bersih dan wawasan keilmuan yang mendalam.

Akhirnya dengan kesadaran literasi yang tinggi, maka kelak mimpi untuk dapat melahirkan para cendekiawan yang mampu membawa peradaban Islam makin maju dan mencerahkan merupakan sebuah keniscayaan.

Editor: Soleh

Furqan Mawardi
17 posts

About author
Dosen Universitas Muhammadiyah Mamuju, Pengasuh Pondok MBS At-Tanwir Muhammadiyah Mamuju
Articles
Related posts
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…
Perspektif

Manfaat Gerakan Shalat Perspektif Kesehatan

3 Mins read
Shalat fardhu merupakan kewajiban utama umat Muslim yang dilaksanakan lima kali sehari. Selain sebagai bentuk ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah, shalat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds