Perspektif

Selain Ibadah, Menebar dan Menjaga Maslahat Juga Perlu

2 Mins read

Selain Ibadah, Menebar dan Menjaga Maslahat Juga Perlu

Sebelum membahas tentang menebar dan menjaga maslahat, kita perlu memahami tentang iman. Iman merupakan konsep yang mendasari seseorang dalam berpikir dan berperilaku bagi orang-orang beragama. Tidak hanya Islam, dalam agama apapun manusia selalu membutuhkan bimbingan arahan serta petunjuk dari Tuhan untuk menghadapi, menelaah, dan memilah berbagai persoalan dalam kebutuhan hidupnya, sebab manusia memiliki batasan–batasan secara fisik, nalar, serta perasan. 

Mengenai iman secara ekstensif dapat dipahami sebagai proses penyerahan diri secara total kepada Allah atas seluruh dinamika kehidupan. Wujud dari keimanan mengantarkan seseorang dalam berbuat baik, yakni beramal shalih. Pada situasi inilah buah dari keimanan merupakan Ibadah.

Ibadah Manifestasi dari Iman

Ibadah dalam terminologi Islam merupakan dorongan. Dorongan atas rasa kagum dan ketakutan yang kemudian melahirkan keikhlasan dalam menerima segala ketetapan-Nya, kepatuhan dalam menjalankan dan menjauhi perintah-Nya, pengharapan dalam mencapai rida-Nya, dan kecintaan atas ketenangan dalam memuji asma-asma-Nya. Secara tidak langsung ibadah merupakan manifestasi dari iman.

Dalam Al-Quran kata al-Iman disandingkan pada kata al-amal al-shalih dengan relasi syarat dan masyrut yang di indikasikan sebagai syarat terciptanya keimanan ialah melakukan amal-shalih. Jika diterapkan dalam bertindak maka konteks antara iman dan amal-shalih merupakan bentuk dari representatif etika Islam, yakni etika amal-shalih. (Nunu Burhanuddin, 2016).

Di lain sisi, korelasi antara iman dan amal melahiran term keagamaan yang menjadi puncak karakter kesempurnaan manusia, yaitu takwa. Implementasi dari ketakwaan ini mencakup keseluruhan kaidah dalam agama, mulai dari keyakinan, peribadatan, hubungan sosial serta moral. (Tholhah Hasan, 2007)

Etika Kemaslahatan

Hal ini senada dengan Muhammad Abed Al-Jabiri, seorang pemikir modern Arab-Islam (lahir di Firguig, Maroko 1936) yang menyebutnya dengan “kemaslahatan” (etika kemaslahatan).  Dalam karyanya al-‘Aql al-Khlaq al-‘Arabi, ia mengataan prinsip etika Islam, kemaslahatan bersumber dari warisan Islam itu sendiri yakni Al-Quran. Karena Al-Quran merupakan nilai sentral dari etika kemaslahatan.

Baca Juga  Belajar Ilmu Agama itu Sangat Penting!

Lebih lanjut ia menyebutkan etika kemaslahatan di dasari oleh prasangka, tradisi, dan term-term keagamaan yang dikembangkan oleh akal. Karena akal memiliki potensi yang mampu menguraikan hakikat kemaslahatan dan juga makna dibaliknya, yaitu kemudharatan. Orientasi dari etika kemaslahatan berangkat dari masa lalu ke masa depan. Artinya maslahat merupakan kebaikan dan kemanfaatan yang bersifat dinamis, selalu bergerak dan mengambil pelajaran dari masa lalu. (Muhammad Abed Al-Jabiri, 2019).

Segala bentuk hegemoni dalam masyarakat terlihat sebagai pemujaan pascamodern yang masih lekat dalam tradisi bahkan hidup secara bebas dan tumbuh subur pada masyarakat. Dengan jelas hal ini terlihat mulai dari Penyelewengan atas janji, penindasan habis-habisan pada bawahan, pengerusakan, serta dari oknu-oknum yang mengambil paksa hak orang lain tanpa belas kasih, dan lain sebagainya yang memunculkan mafsadat, yakni membawa pada kemudharatan. Semua ini merupakan aktualisasi dari iman yang menentang sikap etika kemaslahatan.

Menebar dan Menjaga Maslahat

Segala sesuatu yang berhubungan dengan kemaslahatan sangatlah kompleks dan beragama, dalam istilah Jawa seringkali disebutkan “Laku Utomo Nguntungake Wong Liyo”, yang artinya perilaku yang utama yaitu memberi manfaat pada orang lain. Intisari dari perilaku tersebut bagaimana seharusnya manusia hidup dalam bersosial dan bermasyarakat.

Dengan demikian, mengenai Iman tidak hanya melulu soal ibadah, bukan berarti juga mengesampingkan ibadah. Akan tetapi ibadah menjadi lebih kompleks apabila disertai dengan hal-hal yang mengiringi ibadah mulai dari mengucap syahadat sampai menebar salam, dari menyingkirkan benda-benda yang dapat menggangu pengendara jalan sampai menolong orang meyeberang jalan, dari bertegur sapa sampai menjaga lisan yang dapat menyakiti perasaan, dari memperdulikan tetangga hingga menginfakkan sebagian harta dan seterusnya yang berhubungan dengan menebar maslahat. Baik itu kemaslahatan duniawi maupun kemaslahatan ukhrawi.

Maka dalam situasi kehidupan serba beragam ini, yang perlu diperhatikan adalah memunculkan perbuatan atau upaya–upaya yang berimplikasi pada kemaslahatan. Sebaliknya, yang dihindari ialah berbagai upaya yang mengarah pada munculnya kemafsadatan.

Baca Juga  Apakah Masyumi Partai Terlarang?

Editor: Nabhan

Muhammad Afif Amrullah
1 posts

About author
Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Ampel Surabaya
Articles
Related posts
Perspektif

Mengapa Narasi Anti Syiah Masih Ada di Indonesia?

5 Mins read
Akhir-akhir ini kata Syiah tidak hanya menjadi stigma, melainkan menjadi imajinasi tindakan untuk membenci dan melakukan persekusi. Di sini, Syiah seolah-olah memiliki keterhubungan yang…
Perspektif

Kapan Seseorang Wajib Membayar Zakat Penghasilan?

2 Mins read
Zakat merupakan satu dari lima rukun Islam yang tidak hanya berdimensi keimanan tapi juga berdimensi sosial. Secara individu, zakat merupakan wujud keyakinan…
Perspektif

Gerhana Matahari di Penghujung Ramadan 1445 H

2 Mins read
Ramadan tahun 1445 Hijriah memiliki fenomena langit yang spesial, yakni dua peristiwa gerhana. Gerhana bulan penumbra pada 25 Maret 2024 dan gerhana…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *