FeaturePerspektif

Buya Hamka: Ruh Penyemangat Perjalanan Intelektual

3 Mins read

Oleh: Rahmat Zuhair

“Jika dua tahun yang lalu saya telah melawat ke negeri Arab. Terutama suci Mekah dan Madinah untuk mencari sumber kekuatan jiwa, sudah sepatutnya saya melawat ke Amerika mencari sumber kekuatan akal. (Buya Hamka, 4 Bulan di Amerika 2)”.

Merasa bahwa kita adalah makhluk yang terus belajar maka menjadi sebuah keharusan bagi kita untuk melakukan sebuah perjalanan kemanapun itu, karena kita pasti akan mendapatkan khazanah ilmu baru yang belum kita miliki sebelumnya. Buya Hamka menunjukkan kepada kita bahwa belajar ilmu Qauliyah dan Kauniah harus diseimbangkan karena dengan belajar keduanya kita akan tetap sama-sama mengingat Allah SWT.

Pemikiran Hamka yang Membuatku Berani ke Malaysia

Kemampuan berbahasa Inggris sangatlah penting dalam pergulatan internasional. Setiap orang yang mempunyai international-minded harus tahu bahasa Inggris, tahu minum alkohol, tahu dansa dan lain dari itu tahu etika. Sebuah kutipan dari buku 4 Bulan di Amerika yang membuat saya berani bermimpi untuk dapat mempunyai international-minded.

Dalam kesempatan ini penulis menyoroti pada bagian “tahu bahasa Inggris”. Penulis mempunyai kekurangan dalam berbahasa Inggris tetapi di sisi lain ada tuntutan bahwa penulis harus pergi ke luar negeri dalam rentang waktu 3 bulan (Januari-Maret). Ketika membaca cerita Buya Hamka dalam buku tersebut, membuat penulis semakin yakin dan berani untuk meng-apply paper untuk mengikuti konferensi di luar negeri.

Alhamdulillah, semangat dan percaya diri tersebut menghasilkan sebuah Letter of Acceptence (LoA) dari salah satu kampus luar negeri yang saya tuju yaitu Universiti Utara Malaysia. Timbul perasaan berkecamuk sekaligus takut karena tidak dapat berbahas inggris dengan baik untuk mempresentasikan makalah. Dan juga perasaan senang karena dapat pergi ke luar negeri untuk pertama kalinya.

Baca Juga  Mungkinkah Teoantroposentris jadi Solusi Dehumanisasi?

Tekad semakin kuat ketika membaca pemikiran Buya Hamka bahwa alat utama yang paling dibutuhkan untuk ke luar negeri adalah hati baik. Semua yang kita temui maka sikap kita terhadapnya haruslah baik, karena tiada sesuatu akan membuat kita nyaman dan selaras dengan hal tersebut melainkan kita bersikap baik terhadap hal tersebut, begitulah pemikiran Buya Hamka yang membuat penulis berani untuk mengambil langkah untuk ke luar negeri.

Perjalanan dan Membaca

Buya Hamka adalah seorang pengembara yang dapat diliat dari banyaknya perjalanan yang sudah dia lakukan, baik itu di dalam negeri maupun di luar negeri. Perjalanan yang mempunyai berbagai khazanah baru di dalamnya seperti perjalanan ke Malaysia (Satu Keluarga dipergoki tidak melaksanakan puasa ramadhan: Bab ini menunjukkan Buya adalah seorang yang suka humor).

Sebuah perjalanan tentunya harus mempunyai kesannya masing-masing. Inspirasi tulisan Buya Hamka banyak didapatkan ketika melakukan perjalanan. Dan penulis menyadari itu sebagai kesempatan untuk mencontoh Buya Hamka menjadi lebih bersemangat menulis ketika melakukan perjalanan. Penulis menggunakan cara lain dalam menciptakan kegiatan membaca agar lebih bersemangat, yaitu dengan melakukan perjalanan ke tempat-tempat yang disebutkan di dalam buku.

Contohnya, kemarin ketika penulis sedang membaca buku Pak Rusydi Hamka, sebuah masjid di daerah Jakarta banyak disebut di dalamnya. Maka untuk menambah semangat dalam membaca,  penulis memutuskan untuk berkunjung ke masjid Al Azhar dan ternyata semangat dan penelusuran pemikiran pemikiran Buya Hamka lebih mendalam karena langsung dibaca di tempat yang disebut dalam buku tersebut.

Membaca dengan langsung masuk dalam cerita, seperti melakukan perjalanan ke berbagai tempat yang disebutkan dalam buku yang kita baca, akan menambah rasa puas dan pemikiran kita langsung dihadapkan dengan situasi ataupun bentuk dari isi dalam buku tersebut. Menjadikan kebiasaan membaca dalam melakukan perjalanan akan berdampak baik pada perkembangan bangsa Indonesia yang ingin menjadi bangsa yang maju dan moralnya baik.

Baca Juga  Muhammadiyah dan Indonesia Berkemajuan

Menurut Bahasa, Al Quran berasal dari kata qara’ yang artinya membaca atau bacaan, sehingga Al Quran adalah kalam Allah SWT yang diturunkan dengan kewajiban membacanya bagi hamba-hamba-Nya. Dan ini dikuatkan dengan perintah Allah SWT yang termaktub dalam surah al-‘Alaq ayat 1-5 yang merupakan surah pertama berupa perintah membaca.

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al‘Alaq :1-5).

Ayat tersebut menunjukkan bagaimana Allah SWT telah mengutamakan kewajiban membaca bagi para hamba-Nya. Karena dengan membaca, setiap manusia dapat memahami dan mempelajari sesuatu yang tidak diketahuinya. Dan dengan membaca seseorang dapat memperoleh informasi dari orang lain.

Minat baca masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak, masih sangat rendah. Data dari United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) menunjukkan, persentase minat baca anak Indonesia hanya 0,01 persen. Artinya, dari 10.000 anak bangsa, hanya satu orang yang senang membaca. Menurut data statistik  UNESCO, dari total 61 negara, Indonesia berada di peringkat 60 dengan tingkat literasi rendah. Peringkat 59 diisi oleh Thailand dan peringkat terakhir diisi oleh Botswana. Data ini jelas menunjukkan bahwa minat baca di Indonesia masih tertinggal jauh dari Singapura dan Malaysia.

Harapan Untuk Masyarakat Indonesia.

“Pikiran yang hanya takut kepada orang punya dan tidak meyakini kepunyaan sendiri adalah rendah diri” (HAMKA, 4 Bulan di Amerika).

Sebagai bangsa besar kita tidak boleh merasa rendah diri, menjadikan kekurangan sebagai alasan untuk tidak mencintai dan memberikan yang terbaik bagi bangsa. Seorang Negarawan, yaitu Buya Hamka, menunjukkan sikap bagaimana semestinya kita, sebagai masyarakat Indonesia,  memandang kekurangan yang dimiliki Indonesia menjadi sebuah keunggulan nantinya.

Baca Juga  Percaya Teori Darwin, Tak Otomatis Menyalahi Firman Allah

Belajar dari setiap perjalanan yang kita tempuh, mengambil hikmah dan pembelajaran saat melakukan perjalanan adalah tanda dia orang yang Bijak. (HAMKA, Pribadi dan Martabat) Untuk itu kita sebagai bangsa yang sudah merdeka sejak 70-an tahun silam harus melahirkan karya untuk bangsa ini agar bangsa Indonesia tidak dipandang sebelah mata oleh bangsa bangsa lainnya.

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Feature

Perkuat Toleransi Sejak Dini: Cerita Pesantren Muhammadiyah Terima Kunjungan SMA Kristen

2 Mins read
Kunjungan studi yang dilakukan oleh para siswa Sekolah Kanisius Jakarta ke pesantren Muhammadiyah Al-Furqon, sejak Rabu, 30/10/2024 sampai Jum’at, 1/11/2024 merupakan sebuah…
Perspektif

Ketika Ustadzah Ba’alawi Bangun Otoritas Keagamaan Baru di Ruang Publik

2 Mins read
Di tengah-tengah perdebatan tentang nasab para habaib keturuan Ba’alawi, nyatanya tidak menyurutkan semangat untuk melihat sisi lain dari kehadiran kaum hadrami di…
Feature

Tasawuf di Muhammadiyah (1): Lahirnya Neo-Sufisme

4 Mins read
Ketika mendiskusikan tasawuf di Muhammadiyah, maka yang dibicarakan adalah tasawuf bentuk baru atau Neo-Sufisme. Muhammadiyah sendiri—dalam hal ini tokoh-tokohnya—tidak menolak sepenuhnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds