Perspektif

Cara Membaca Kamus Bahasa Arab

3 Mins read

Setiap kata punya padanan dalam ragam bahasa. Kata makan dalam bahasa Indonesia diberi padanan eat dalam bahasa Inggris dan akala dalam bahasa Arab. Bunyi kata berbeda, namun makna dalam benak pemilik bahasa relatif sama. Dalam bahasa Arab, banyak ragam kata atau entry kata yang ditemukan, jumlahnya sangat banyak.  Ragam kata tersebut kemudian dikodifikasikan menjadi kamus. Kumpulan kata ini sangat populer dijadikan rujukan dalam menelusuri makna yang ditemukan khususnya yang dapat digunakan dalam bahasa Indonesia.  Jenisnya pun cukup beragam pula, ada Kamus Arab-Inggris, Arab-Indonesia, Arab-Arab, juga Arab pada bahasa lainnya.

Kebutuhan terhadap Kamus Bahasa Arab

Penggunaan kamus bahasa Arab seiring dengan kebutuhan terhadap penelusuran makna teks Arab. Biasanya paling banyak digunakan apabila dibutuhkan pada pemahaman literatur keislaman dalam berbagai disiplin ilmu. Secara umum, untuk memahami arti kata pada awalnya dapat digunakan kamus umum. Namun, untuk memperdalam istilah, dapat digunakan kamus istilah atau dalam jenis musthalahat keagamaan. Istilah keagamaan dalam bahasa Indonesia, pembaca dapat menelaah Kamus Istilah Keagamaan yang diterbitkan oleh Balitbangdiklat Kementerian Agama RI.

Kamus digunakan ketika pembaca belum mengenal arti kata yang ditemukan. Cukup lama menerjemahkan setiap kata apabila pembaca tidak mengenal sebagian kata yang ada dalam teks. Pada posisi ini, kamus memperingankan penelaahan makna pada kata yang dicarinya. Di Indonesia, banyak kamus yang dianggap representatif untuk mencari padanan kata Arab-Indonesia. Entry yang banyak misalnya, dapat dicari pada Kamus al-Munawwir, sebuah kamus yang cukup populer para pengkaji keislaman dan bahasa Arab. Atau bisa menemukan kamus lain yang dirujuk para pakar. Keuntungan yang diperoleh adalah apabila banyak kamus dikoleksi, ia akan membantu pembaca untuk menemukan arti yang tepat. Pada kamus tertentu tidak ditemukan, dapat beralih pada kamus lain yang lebih banyak entry.

Pahami Kata Dasar

Pada umumnya, kamus Arab-Indonesia yang beredar, disusun berdasarkan kata dasar. Kata dasar yang dimaksud dapat berbentuk fi’l madhi atau mashdar. Kata yang sudah mutasharraf (berubah bentuk) dalam bahasa Arab tidak dapat ditemukan. Misalnya, kata yanshuru dengan huruf shad tidak ditemukan dalam kamus. Pembaca harus memahami kata dasar yanshuru, yaitu nashara (fi’l madhi) atau nashran (mashdar). Dari sini, membaca kamus Arab-Indonesia perlu pengetahuan dasar tentang kata dasar dan bentukan kata.

Baca Juga  Sejarah dan Perkembangan Sastra Arab

Penggunaan kamus Arab-Indonesia seiring dengan pengetahuan tentang kata dasar. Sehingga, pengetahuan ini menjadi kemampuan awal dalam menggunakan kamus sebagai referensi dalam pencarian kata. Ini pun sekaligus menjadi ciri khas kamus Arab-Indonesia dibandingkan dengan kamus padanan bahasa asing ke Indonesia. Bahasa Arab memiliki karakteristik khas dalam ujaran, bentuk kata, dan bentukan kata.

Ilmu Sharaf Penting untuk Dipahami Awal

Di kalangan pesantren dan pengkaji keislaman lainnya, ilmu sharaf  telah dikenal secara luas. Ilmu ini termasuk bagian ilmu bahasa Arab yang selalu beriringan dengan kajian gramatika (nahwu). Proses perubahan bentukan kata dalam ilmu ini disebut dengan tashrif. Cukup beragam bentukan kata yang dimaksud. Di dalamnya dikenal fi’il madhi, fi’l mudhari’, mashdar, ism fa’il, ism maf’ul, fi’l amr, fi’l nahy, ism zaman, ism makan, dan ism alat. Semunya berjumlah 10 bentukan kata. Ada pula ulama yang menambah bentuk fi’l ta’ajjub. Semua bentukan kata ini memiliki pola kata yang berbeda. Namun, setiap pola kata ini, disepakati pada bentuk kata dasar fi’l madhi atau mashdar.

Untuk mencari dan menelaah arti bahasa Arab, perlu ilmu sharaf.  Setiap pembaca tidak serta merta langsung mencari bentukan kata yang dicari. Ia harus menelusuri dulu apa kata dasarnya. Pengetahuan tentang ilmu ini, meskipun tidak mendalam, akan membantu mencari arti yang dimaksud.

Dalam kamus dengan entry yang banyak, tidak hanya ditemukan kata dasar. Pembaca dapat menemukan bentukan kata lain dari kata dasar juga yang dihubungkan dengan artikel huruf tertentu.  Misalnya, kata raghiba dengan huruf ra, ghain, dan ba’, tidak hanya ditemukan kata ini. Kata lain sejenis seperti Raghib (ism fa’il), marghub (ism maf’ul), taraghghaba (dalam bentuk tafa’ala), dapat ditemukan. Ketiga bentukan kata ini memiliki maksud arti yang berbeda. Belum lagi, bila disisipkan artikel huruf. Misalnya kata raghiba fi … dengan raghiba ‘an …, dua kata ini memiliki arti berbeda. Yang pertama diartikan suka atau menyukai, yang kedua diartikan benci.

Baca Juga  Pribadi & Martabat Buya Hamka

Perubahan kata dasar menjadi bentukan kata lain ternyata menyebabkan perbedaan arti. Ini menjadi ciri khas fungsi ilmu sharaf dalam membantu menjelaskan makna. Prosedur perubahan bentukan kata ini biasa disebut dengan tashrif. Dalam Syarah al-Kailani, tashrif merupakan perubahan bentukan kata pada bentuk yang beragam untuk menjelaskan makna yang berbeda pula. Inilah salah satu ciri khas bahasa Arab yang berbeda dengan bahasa lainnya.

Mencari arti yang tepat pada kamus memang penting. Namun, menelusuri arti tidak serta merta didasarkan langsung pada kata yang ingin dicari. Pembaca harus memahami juga terampil dalam mencari kata dasar dari kata yang dicari. Wallahu A’lam.

Editor: Yahya FR

Avatar
38 posts

About author
Pembelajar Keislaman, Penulis Beberapa buku, Tim Pengembang Kurikulum PAI dan Diktis
Articles
Related posts
Perspektif

Sama-sama Memakai Rukyat, Mengapa Awal Syawal 1445 H di Belahan Dunia Berbeda?

4 Mins read
Penentuan awal Syawal 1445 H di belahan dunia menjadi diskusi menarik di berbagai media. Di Indonesia, berkembang beragam metode untuk mengawali dan…
Perspektif

Cara Menahan Marah dalam Islam

8 Mins read
Marah dalam Al-Qur’an Marah dalam Al-Qur’an disebutkan dalam beberapa ayat, di antaranya adalah QS. Al-Imran ayat 134: ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ…
Perspektif

Mengapa Narasi Anti Syiah Masih Ada di Indonesia?

5 Mins read
Akhir-akhir ini kata Syiah tidak hanya menjadi stigma, melainkan menjadi imajinasi tindakan untuk membenci dan melakukan persekusi. Di sini, Syiah seolah-olah memiliki keterhubungan yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *