Pandemi Covid-19 selalu menjadi perbincangan hangat pada saat ini. Bukan berarti masyarakat tidak memiliki perbincangan atau kesibukan lain. Namun, si Covid-19 terlalu ‘seksi’ untuk tidak luput dari perhatian publik.
Covid-19 barang tentu adalah masalah. Semenjak pengumuman pertama kali oleh Presiden Joko Widodo, masyarakat mulai resah. Meskipun tidak sedikit yang mengentengkan. Mungkin karena pada awal diumumkan tidak memberikan efek yang besar ketika itu dan sangat berbeda pada keadaan saat ini.
Kini, Indonesia berubah ketika Covid-19 menyerang. Gaya hidup yang semula sering berkumpul, kini mulai renggang. Wajah yang dulu gampang terlihat, kini banyak menggunakan masker. Juga, tempat umum nampak memberikan fasilitas cuci tangan.
Dampaknya bukan hanya perubahan sosial. Lebih dari itu, meluas ke seluruh aspek. Pendidikan Online, Work from Home, dan lainnya serba daring (activity from home). Masyarakat dipaksa untuk menjadi manusia digital. Manusia yang melakukan segala aktivitasnya dengan smartphone ataupun Komputer.
Mungkin bagi yang sedang menempuh pendidikan dan bekerja, sedang santai saja dalam menanggapi semua sistem yang berubah. Berbeda dengan mereka yang masih luntang-lantung dalam menentukan pilihan atas pekerjaan atau masa depan yang dituju.
Tantangan Apa yang Dihadapi?
Pada saat umur 20 tahun ke atas, seseorang akan mengalami kebimbangan dalam hidup. Ketidakpastian dalam karir dan pekerjaan menjadi fokus utama kala itu. Hal tersebut yang dinamakan Quarter Life Crisis.
Fischer mengatakan, bahwa Quarter Life Crisis adalah perasaan khawatir yang hadir atas ketidakpastian pada kehidupan yang akan datang. Lazimnya terjadi pada periode awal bekerja dan setelah lulus menempuh pendidikan. Meskipun dianggap hal yang wajar, namun juga dapat berbahaya dalam kesehatan mental.
Kebimbangan dalam hidup sudah barang tentu hal yang lumrah terjadi. Namun, ketidaksiapan bekal dalam menghadapinya menjadi problem tersendiri. Keterampilan dan pengetahuan terbatas, sedangkan pekerjaan menuntut banyak klasifikasi.
Terdapat dua faktor terjadinya hal tersebut, yaitu secara internal maupun eksternal. Faktor internal cenderung kepada tidak yakin terhadap potensi diri dan membandingkan dengan orang lain. Sedangkan faktor eksternal terjadi karena ketidakpastian finansial, pekerjaan yang tepat, gaya hidup hingga pasangan.
Tentu keadaan tersebut memiliki dampak negatif dalam kehidupan. Mulai dari pesimis, meniru gaya hidup orang lain, gangguan kesehatan, dan masalah lainnya. Keadaan yang demikian tidak boleh berlarut dalam diri masyarakat, khususnya kini yang disebut milenial.
Generasi milenial kini menjadi harapan baru Indonesia. Banyak yang bergantung kemajuan Indonesia pada generasi ini. Generasi yang selalu disandingkan dengan teknologi ini menjadi harapan baru menuju Indonesia emas pada tahun 2045.
Banyak hal yang dapat dilakukan oleh generasi milenial dalam mengembangkan bakatnya, bahkan membuat karya. Kegiatan yang dilakukan cenderung selalu lekat dengan teknologi, media sosial ataupun peranti video daring yakni YouTube misalnya.
Saat seperti saat ini, Covid-19 belum kunjung jelas kapan berakhir. Milenial sebagai generasi harapan, justru mendapat ujian berat. Menentukan putusan karir, pasangan dan hal lainnya kian harus memutar otak.
Bagaimana Sih Tips & Triknya?
Ada tips untuk milenial dalam menentukan porsi mana yang harus didahulukan, agar kehidupan ketika pandemi ini bisa efektif, tentunya tidak hanya rebahan. Terdapat dua klasifikasi, yaitu penting dan genting. Laksanakan ketika pekerjaan tersebut memiliki klasifikasi penting dan genting dan tinggalkan suatu aktivitas yang tidak penting dan genting.
Dengan menerapkan hal tersebut, milenial dapat menentukan skala prioritas dalam menjunjang karir. Waktu akan terasa cepat dan pekerjaan akan terasa berat, jika semua dikerjakan dengan manajemen yang kurang baik.
Manajemen yang baik, membuat suatu pekerjaan menjadi lebih ringan. Implikasinya terhadap prestasi dan target dapat dicapai sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Sehingga, Quarter Life Crisis tidak menghantui pada diri milenial.
Perlu juga untuk melakukan suatu analisis terhadap potensi diri, dengan menggunakan analisis SWOT. Mengetahui peluang dari potensi diri dan eksternal, kelemahan diri, menggunakan kekuatan diri untuk menghindari atau mengurangi pengaruh eksternal. Anilisis jenis ini mungkin memang sudah tidak asing, namun jika benar-benar diterapkan tentu akan berdampak positif.
Setelah hal tersebut dilaksanakan, alangkah baiknya untuk melakukan Personal Branding bukan berarti sombong dan ingin dipuji. Diketahuinya potensi diri oleh khalayak ramai, menjadi suatu peluang tersendiri.
Sembari menunggu pandemi Covid-19 berakhir, baiknya milenial menyiapkan catatan untuk capaian-capaian yang akan diraih beserta opsi atau alternatif. Tulis cita-cita tersebut, lengkap dengan benefit dan rintangan yang akan dihadapi. Sehingga, milenial dapat dengan mudah mengevaluasi diri.
Selain itu, ketika pandemi Covid-19 terus berlangsung. Milenial masih dapat produktif dengan mengikuti lomba-lomba online atau memanfaatkan media sosial juga YouTube sebagai penyaluran bakat dan minat. Sebarkan kebaikan, edukasi masyarakat dengan cara-cara unik yang dapat menjangkau semua kalangan.
Sering mengikuti lomba dan sosialiasi, secara tidak sadar membuat milenial memiliki keunggulan baru. Energi positif akan semakin terpancar dan Quarter Life Crisis bukan menjadi momok yang menakutkan lagi bagi milenial berkat bekal yang dimiliki.