Feature

Cerita Covid-19: UN Dihapus dan Lulus di Tengah Ketidakpastian

4 Mins read

Covid-19, sebuah tipe baru coronavirus yang kembali meresahkan dunia. Persentase kematian yang disebabkan virus baru ini memang tak sebesar pendahulu-pendahulunya, SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) dan MERS (Middle East Respiratory Syndrome).

Namun yang lebih membahayakan, Covid-19 ini memiliki tingkat persebaran yang tinggi. Terbukti hingga saat ini, telah tercatat sebanyak 199 negara terdampak covid-19 dan WHO telah menjadikan kasus ini menjadi pandemi internasional.

Karenanya, banyak kagitan masyarakat yang terdampak. Mulai dari dunia pendidikan dan bisnis yang amat berdampak pada perekonomian masyarakat. Physical distancing harus dilakukan untuk mencegah penularan. Banyak pula berita-berita dari orang-orang tak bertanggungjawab yang menyebabkan kepanikan ditengah masyarakat.

Santri Dipulangkan

Sejak merebaknya virus ini ditengah masyarakat Indonesia, banyak kekhawatiran di kalangan orang tua santri Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Madrasah kami yang sebagian besar santrinya dari luar kota bahkan luar pulau mulai bertanya-tanya tentang kebijakan madrasah selanjutnya. Akankah santri dipulangkan, atau diisolasi mandiri di asrama hingga waktu yang belum ditentukan?

Berbagai pertimbangan diperhitungkan. Gerbang asrama yang biasanya terbuka lebar, ditutup dan tak mudah santri maupun orang luar keluar masuk kawasan asrama. Kami semua mulai diisolasi mandiri, sembari menunggu keputusan final dari pimpinan madrasah.

Senin, 16 Maret 2020 keputusan resmi madrasah keluar. Santri kelas 1,2,4 dan 5 (baca: 7, 8 MTs dan 10, 11 MA) akan dipulangkan keesokan harinya. Prosedur pemulangannya pun tak sederhana. Banyak prosedur pemulangan yang harus diikuti. Baik pra pemulangan, waktu pemulangan, maupun pasca pemulangan. Jadwal pemulanganpun diatur dengan sangat rapi per jamnya tiap asrama.

Membaca surat edaran tersebut, kami cukup kaget. Prosedur yang dibuat madrasah menggambarkan seolah wabah ini telah sangat mengkhawatirkan. Sedang kami (kelas 6/12 MA) bersama kelas 3 (9 MTs) tetap bertahan di Jogja sembari menunggu pelaksanaan Ujian Nasional (UN).

Baca Juga  Kuat Fikih, Lupa Akhlak

Apakah aman bagi kami yang tetap bertahan? Pertanyaan itu sempat terpikirkan dalam diri kami.

Selasa, 17 Maret 2020, wali santri memadati asrama. Dengan gerbang yang tertutup rapat dan tak sembarang orang bisa keluar masuk asrama, satu persatu santri meninggalkan asrama. Tiga bulan lamanya waktu yang harus dilewati adik-adik kelas kami untuk belajar di rumah masing-masing. Asrama pun mulai sepi.

Hari-hari itu tampak berat bagi kami. Kami yang harus berdiam sekaligus menjaga diri sembari menunggu kepastian pelaksanaan UN dan UTBK (Ujian Tulis Berbasis Komputer untuk masuk kuliah -red). Program intensif UN dan UTBK pun tidak berjalan maksimal. Banyak santri yang memilih tetap di asrama ketimbang harus berjalan keluar ke gedung madrasah. Terkadang beberapa guru tak datang karena jarak rumahnya jauh sehingga berisiko.

Syuurnya, madrasah pun menjalankan perannya dengan baik. Kami diisolasi mandiri di asrama karena khawatir akan kesehatan kami yang menjadi taruhan ketika masih dibebaskan keluar-masuk asrama. “Perbaikan gizi” untuk menjaga imunitas tubuh juga dilakukan oleh madrasah melalui jatah makanan sehari-hari.

Daarul Arqam dalam Pandemi Covid-19

Menjadi kewajiban bagi siswa kelas 6 MA untuk mengikuti Darul Arqam Purna sebagai syarat kelulusan. Namun tak seperti biasanya yang diselenggarakan di tempat pelatihan dan pemateri-pemateri dengan nama besar, Darul Arqom kali ini diselenggarakan dengan penuh kesederhanaan dan keterbatasan di Asrama.

Bukan materi secara langsung, melainkan mengulas dan memutar video Darul Arqam tahun lalu. Tak ada sentuhan langsung dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah sebagai pesan dan wejangan terakhir untuk kami–biasanya selalu ada dalam setiap edisi. Namun, walau demikian, esensi dari Darul Arqam ini tetap kami rasakan dengan maksimal.

Baca Juga  Surau Jadi Pusat Penyebaran Islam di Minangkabau Masa Dulu

Sesi demi sesi kami jalani dengan baik. Berbagai diskusi kami laksanakan. Mulai dari diskusi tentang Kader, Mu’allimin, Muhammadiyah, bahkan puncaknya kami berdiskusi banyak tentang permasalahan bangsa. Dan lagi-lagi, keseriusan itu kita lalui ditengah begitu banyak ketidakpastian dan pandemi yang sedang menghantui.

Di sini kami dituntut kembali untuk lebih dewasa memahami keadaan. Kapan kami harus serius, dan kapan kami dapat melepas segala beban dan amanah yang kami emban. Kami sadar, kami ini kader yang harus tetap tegak berdiri balau kerasnya terpaan angin menerjang.

UN Ditiadakan

Senin, 23 Maret 2020. Seusai rangkaian Darul Arqam malam itu, kami pun membuka medsos. Mencoba mengikuti perkembangan pandemi corona ini. Tak sengaja kami temukan kabar mengejutkan.

Melalui akun media sosial pribadi Ketua Komisi X DPR RI, Syaiul Huda, ia menyampaikan bahwa telah terjadi kesepakatan antara Komisi X DPR RI dengan Kemendikbud bahwa Ujian Nasional 2020 ditiadakan.

Malam itu menjadi malam yang cukup mendebarkan. Banyak di antara kami yang mulai berpikiran bahwa tak lama lagi kami akan segera dilepas. Bukankah kami bertahan disini karena UN? Bila UN ditiadakan, otomatis kami akan segera dipulangkan.

Malam itu pula keadaan cepat sekali berubah. Kami seolah tahu akan segera berpisah. Walau keputusan resmi belum ada, namun berita yang kami dengar kuat dan dapat dipertanggugjawabkan. Satu persatu dari kami mulai saling menemui. Saling bermaafan dan saling mengikhlaskan kesalahan yang pernah terjadi. Seolah ditiadakannya UN memisahkan kami lebih awal dari sebelumnya.

Dilepas di Tengah Musibah

Selasa, 24 Maret 2020, setelah keputusan resmi pemerintah untuk meniadakan UN, secara resmi pula kami dipulangkan. Namun berbeda dengan adik-adik kelas kami, dipulangkannya kami adalah pergi untuk selamanya dari madrasah tercinta.

Baca Juga  Wardah, Lazismu, dan Ponpes KHA Dahlan Sipirok

Kami dinyatakan telah menyelesaikan pendidikan 6 tahun kami. Bercampur aduk pula perasaan yang kami rasakan. Antara bahagia telah usainya masa pendidikan, atau sedih dilepas dan dilesatkan di saat yang tak menentu seperti ini.

Secara resmi, memang kami belum dilepas langsung lewat seremoni pelepasan. Namun scara tidak langsung, kami harus siap menerima tantangan seberat dan dengan bentuk apapun dari masyarakat.

Malam itu, perpisahan kecil-kecilan kami adakan dengan penuh kesederhanaan. Saling melepas dan mengikhlaskan segala tanggungan di antara kami. Malam itu pula, lagu sakral almamater kita lantunkan dengan penuh kesadaran. Kesadaran Seorang Anak, lagu itu yang selalu memotivasi kami di setiap situasi.

Tak peduli di tengah musibah seperti apapun kami dilepaskan, kami ini selalu mencoba jadi kader militan. Kami dilatih lebih dewasa menyikapi keaadaan. Tak layak untuk mengeluh dan tak pantas menyerah ditengah jalan. Karena sampai kapan pun, kehadiran kami ditunggu masyarakat luas.

***

Dari berbagai dinamika yang kami alami, akhirnya kami dapat menerima. Kami tahu bahwa hidup ini tak selamanya berpihak pada kita. Hidup ini tak selamanya pula membenci mereka yang berhati kotor. Karena nyatanya, puncak kemurkaan Allah adalah ketika Allah biarkan manusia berbuat kerusakan.

Dan kami paham, hidup ini tak selamanya sesuai dengan apa yang kami cita-citakan. Namun hidup ini selalu memberi pelajaran atas apa yang  telah kami lalui.

Editor: Nabhan

Avatar
1 posts

About author
Kader Tingkat Purna Kawah Candradimuka Sekolah Kader Persyarikatan, Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2020
Articles
Related posts
Feature

Belajar dari Kosmopolitan Kesultanan Malaka Pertengahan Abad ke15

2 Mins read
Pada pertengahan abad ke-15, Selat Malaka muncul sebagai pusat perdagangan internasional. Malaka terletak di pantai barat Semenanjung Malaysia, dengan luas wilayah 1.657…
Feature

Jembatan Perdamaian Muslim-Yahudi di Era Krisis Timur Tengah

7 Mins read
Dalam pandangan Islam sesungguhnya terdapat jembatan perdamaian, yakni melalui dialog antar pemeluk agama bukan hal baru dan asing. Dialog antar pemeluk agama…
Feature

Kritik Keras Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi atas Tarekat

3 Mins read
Pada akhir abad ke-19 Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, seorang ulama Minangkabau dan pemimpin Muslim terpelajar, Imam Besar di Masjidil Haram, Mekah, meluncurkan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds