News

Cerita Mu’alaf Dosmauli S: Dulu Benci Kini Pejuang Islam

3 Mins read

Awalnya, perempuan bernama lengkap Dosmauli Simbolon ini sangat membenci Islam. Bahkan dia juga membenci wanita berhijab.

Kebenciannya terhadap Islam dan para pemeluknya itu diwujudkan dengan aksi nyata. Setelah suaminya meninggal dia aktif di sebuah gereja di Karawang. Namun ketika anaknya berusia tujuh tahun dia dipindahkan ke Sleman, Yogyakarta selama tiga tahun.

“Setiap Ahad, saya naik gunung untuk menginjili penduduk sana bahkan memurtadkan warga setempat,” jelas perempuan yang akrab disapa Uli ini, sebagaimana dikutip Republika.co.id dari Harian Republika.

Namun hidayah Allah SWT bisa diberikan kepada siapapun dengan jalan yang tidak pernah dia duga. Perempuan kelahiran Pulau Samosir, Danau Toba, Sumatra utara ini justru mendapatkan hidayah setelah tiga tahun menjadi penginjil di Sleman. 

Sederhana, dia tergerak hatinya untuk lebih jauh mengenal Islam ketika menonton sebuah sinetron di salah satu stasiun televisi. “Saya melihat sebuah keluarga Muslim di sinetron yang bersabar dan tetap taat menjalankan ibadah meski kesulitan dialami,” jelas dia.

Istrinya tetap lemah lembut dan suaminya tetap bekerja sebagai pemulung. Tetapi lambat laun keluarga itu mendapatkan buah kesabaran. Meski mereka hidup di fitnah dan dihina. Akhir hidupnya mereka bisa hidup sejahtera, sedangkan orang yang menghina dan memfitnah mereka mendapat balasannya.

Kisah ini membuatnya sadar, bahwa Allah SWT, Tuhannya Islam itu tidak tidur, itu yang sebelumnya Uli yakini. “Saya merasa menjadi Muslim itu enak, karena Allah melihat dan membalas kebaikan bagi umatnya yang baik dan yang jahat pun akan dibalas,” ujar dia.

Pada 2014, Uli pun menguatkan niat untuk bersyahadat. Islam membuatnya tenang dan damai. Setelah bersyahadat, Uli berusaha untuk mengajak anaknya.

Namun satu bulan setelah dia menjadi mualaf, anaknya menolak untuk bersyahadat. Setelah sebulan, Johanes anaknya yang duduk di bangku kelas lima SD memeluk Islam.

Baca Juga  Wakili Muhammadiyah, Saad Ibrahim Hadiri Konferensi Persatuan Islam di Iran

Namun dia harus rela putus hubungan dengan keluarganya. Jelas saja, karena keluarganya tidak menyetujui kepindahan keyakinannya menjadi Muslim. Karena adat tentu saja tak dapat lagi dijalankan.

“Saya tidak terlalu ambil pusing karena saya berkeyakinan agamamu adalah agamamu dan agamaku adalah agamaku,” ujar dia.

Setelah menjadi mualaf, Uli memberanikan diri untuk membuka lembaran baru. Dia menikah dengan seorang lelaki Muslim.

“Saya berharap mendapat suami yang bisa menjadi imam untuk saya dan anak saya, namun Allah menakdirkan hal berbeda, pernikahan kedua saya hanya bertahan beberapa bulan saja,” tutur dia.

Setelah menjadi mualaf, ini adalah ujian pertamanya yang terasa berat dipikul. Setelah bercerai, dia harus rela tidak memiliki tempat tinggal dan tidur di masjid berdua dengan anaknya.

Sejak saat itu, selama dua tahun dia mendapat ujian bertubi-tubi. Dia harus belajar sendiri untuk mengaji, beribadah, dan hukum syariat lainnya bersama anaknya.

Uli bersyukur, ujian tersebut dapat dilaluinya. Allah SWT memberikan jalan keluar. Dia bisa menyelesaikan pernikahan terdahulu di pengadilan.

Setelahnya, dia dipertemukan pria yang mampu menjadi imam. Sujatman, suaminya saat ini mampu membimbingnya sesuai syariat Islam. Bahkan suaminya mendukungnya untuk terjun di dunia dakwah. Dia berharap dapat terus berjuang untuk agama Islam.

Kini dia bersyukur anaknya menempuh pendidikan di pondok pesantren dan telah mampu menghafal Alquran hingga tiga juz.

Hidupnya dihabiskan untuk mengabdi pada agama dan suami. Jika tidak sedang berdakwah, dia sibukkan untuk menjaga kios miliknya.

Uli, kini aktif di berbagai komunitas Islam khususnya komunitas mualaf. Dia merupakan Ketua Ukhuwah Mualaf Indonesia (UMI).

Komunitas ini bergerak untuk membina mualaf dan umat Islam yang rawan akidah. 

Baca Juga  Bengkel Hijrah Iklim Latih Anak Muda Peduli Iklim dan Lingkungan

Tak hanya sekali atau dua kali dalam sepekan. Ada sekitar 13 lokasi yang harus mereka datangi, sehingga harus dijadwal hampir setiap hari. 

Bahkan, dalam sehari kadang mereka harus mengajar di dua lokasi. Lokasinya pun berjauhan dengan medan jalan yang cukup menantang.

“Para relawan atau ibu-ibu yang tergabung dalam UMI ini pun tempat tinggalnya berjauhan. Jadi setiap hari kami jemput satu per satu dari rumah mereka kemudian diantar ke lokasi belajar,” kata Uli. 

Uli juga bercerita mengenai kisah dakwah di daerah lainnya. Seperti di Cuntel Kopeng. Mereka belajar mengaji bersama. Ukhuwah Mualaf Indonesia (UMI) membina jamaah di dusun Cuntel ini setiap Jumat, mulai pukul 14.30-16.00 WIB. “Alhamdulillah, saat ini jamaahnya semangat belajar, dengan adanya program UMI. Karena mereka juga sangat senang jika bisa baca Alquran,” jelas dia.  

Dia berusaha merangkul bagi siapa saja yang mau belajar agar bisa membaca Alquran, baik itu yang mualaf dan yang Islam dari lahir. Sudah satu tahun lebih mereka membina umat Islam di wilayah ini.

Uli berharap dia bisa tetap istiqamah. Dusun Cuntel merupakan desa terakhir di lereng Merbabu. “Kita berusaha merangkul yang Muslim, supaya Akidah mereka tidak goyah dan tetap kuat,”ujar dia.

Sumber: Republika 

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
News

Isu Kepemimpinan Perempuan dalam Politik Kini Menurun

2 Mins read
IBTimes.ID – Direktur Amnesty International dan aktivis Usman Hamid menilai, isu kepemimpinan perempuan dalam politik Islam belakangan menurun. Bahkan, kata dia, jika…
News

Teladan Sumpah Pemuda Masih Relevan Hingga Kini

2 Mins read
IBTimes.ID, Jakarta (26/10/24) – Tantangan di era digital semakin besar karena informasi sangat mudah disebarluaskan dan diterima sebagai sebuah kebenaran. Itulah sebabnya,…
News

Hari Santri Nasional 2024, Santri Pondok Pesantren Afkaaruna Yogyakarta Diharapkan Jadi Ahlul Ilmi dan Ahlul Khidmah

1 Mins read
IBTimes.ID – Pondok Pesantren Afkaaruna Yogyakarta gelar Upacara Peringatan Hari Santri Nasional 2024 pada Selasa, 22 Oktober di lapangan Afkaaruna Secondary, Harjobinangun,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds